Berita Bekasi Nomor Satu

Data Pedagang Sebelum Relokasi

Illustrasi : Sejumlah pedagang masih melakukan aktivitas di Pasar Cikarang, Kabupaten Bekasi, Minggu (2/10). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dinas Perdagangan (Disdag) Kabupaten Bekasi, terus melakukan pendataan para pedagang Pasar Cikarang, untuk mengetahui permasalahan yang ada di pasar tersebut, dan perlu kehatian hatian serta kewaspadaan.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdag Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo menyampaikan, masalah Pasar Cikarang seperti ada dua variabel. Sehingga perlu diurai satu persatu.

Salah satunya adalah, ketidak inginan para pedagang untuk direlokasi ke Grand Cikarang City (GCC). Kemudian ada masalah proses hukum yang harus ditempuh.

Kata Gatot, substansi pada permasalah Pasar Cikarang, adalah bagaimana menyelamatkan lapak para pedagang agar tidak terganggu dengan kondisi yang saat ini cukup memprihatinkan. Kemudian, bagaimana jual beli kios di Pasar Cikarang, bisa berjalan untuk pertumbuhan ekonomi rakyat melalui pasar tradisional.

“Tujuan kami turun ke lapangan, untuk menyampaikan niat baik pemerintah daerah (pemda) kepada pedagang terkait rencana relokasi, dan mensosialisasikan peraturan Undang-Undang terkait keterbatasan kewenangan pemda untuk mengakomodir keinginan pedagang. Sebab ada dugaan, munculnya berbagai isu dilakukan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan pribadi atau golongan,” ujarnya.

Kata Gatot, dalam kunjungan tersebut, disimpulkan jika saat ini sudah ada satu pemahaman yang bisa diterima oleh asosiasi pedagang, jika relokasi itu memang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Hanya saja, memang pelaksanaannya perlu didiskusikan lebih lanjut antara pemda dengan asosiasi yang mewakili para pedagang.

“Kami telah menyampaikan bahwa untuk asosiasi pedagang yang diakui sesuai Undang-Undang, adalah Rukun Warga Pedagang (RWP) yang didukung oleh legal standing. Untuk yang lainnya, pemda tidak akan mengakomodir,” terang Gatot.

Menurutnya, karena dalam konteks tersebut adalah murni untuk menyelamatkan para pedagang, tanpa adanya kepentingan pihak lain selain pedagang. Pihaknya tetap mengedepankan sosialisasi dan melakukan pendataan pedagang.

Adapun pedagang yang teradministrasi, adalah yang memiliki Hak Pengguna Toko (HPT). Kemudian pemilik kartu kuning (bagi pedagang kaki lima), dan dokumen lain yang diakui sebagai pedagang yang sedang berjualan.

Rencananya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Cikarang Disdag akan melakukan inventarisasi pedagang yang memiliki HPT dan kartu kuning, untuk updating data pedagang.

“Setelah semua pedagang terdata dan dilengkapi dokumentasi yang memang benar benar pedagang, kami selanjutnya bersama-sama merumuskan solusinya untuk kepentingan pedagang, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan yang sudah diatur oleh Undang-undang dan keterbatasan kewenangan dan kemampuan pemda,” ucap Gatot.

Kemudian, terkait gugatan banding yang diajukan oleh PT Sanjaya ke Pengadilan Tinggi PT) Bandung, Gatot menilai salah kamar. Kata dia, jika PT Sanjaya benar-benar ingin menjadi pengelola pasar dan merasa dirugikan oleh keputusan pemda yang memutuskan sebagai pemenang lelang, seharusnya PT Sanjaya menggugat keputusan pemda itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Sehingga, apabila PTUN menolak langkah pemda untuk memutus kontrak PT Sanjaya sebagai pemenang lelang adalah salah, maka mereka akan tetap menjadi pelaksana revitalisasi Pasar Cikarang.

“Namun dalam hal ini, PT Sanjaya malah melakukan gugatan menuntut ganti rugi melalui perdata. Dengan demikian, sama saja mereka tidak mempersoalkan pemutusan kontrak yang dibuat oleh pejabat publik, bukan oleh perorangan atau pribadi,” tandas Gatot. (and)