Berita Bekasi Nomor Satu

Rektor di Kota Bekasi Kawal RUU Sisdiknas

ILUSTRASI: Mahasiswa Universitas Bina Insani sidang skripsi di hadapan dosen penguji. Sejumlah rektor dari perguruan tinggi swasta di Kota Bekasi turut mengawal pembahasan RUU Sisdiknas 2022. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI Sejumlah rektor dari perguruan tinggi swasta di Kota Bekasi turut mengawal pembahasan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) 2022.

Rektor Universitas Bina Insani Kota Bekasi Indra Muis menegaskan, pihaknya akan terus melakukan pengawalan terhadap RUU Sisdiknas. Ia mewaspadai terhadap pasal-pasal yang mengarah pada sistem yang sengaja diciptakan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari sektor pendidikan.

“Terkait RUU Sisdiknas kami terus mengawal di setiap prosesnya, kami waspada terhadap pasal-pasal yang mengarah kepada liberalisasi pendidikan,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (3/10).

Menurutnya, beberapa isi dari RUU Sisdiknas tidak sesuai dengan dunia pendidikan sekarang. Salah satunya pasal tentang kewajiban program studi untuk akreditasi pada lembaga akreditasi mandiri yang berbayar tinggi.

Selain itu, Indra menilai, penyusunan RUU Sisdiknas tidak transparan dan minimnya keterlibatan masyarakat. Bahkan, perancangnya pun sampai sekarang tidak pernah dibuka identitasnya oleh pihak Kemendikbudristek.

“Banyak kelemahan dalam proses penyusunan dan substansi RUU tersebut dan tentunya saya menilai masih minim partisipasi publik,” tuturnya.

Indra juga melihat, RUU Sisdiknas memiliki banyak kelemahan. Antara lain, sempitnya pemahaman luhur pancasila dalam profil pelajar pancasila yang dijadikan tujuan pendidikan nasional dan rendahnya apresiasi terhadap guru dan dosen.

Sementara, Rektor Universitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi Hermanto mengatakan, rektor dan dosen dari berbagai perguruan tinggi turut turun ke jalan untuk mengawal RUU Sisdiknas. Hal ini menjadi sejarah karena belum pernah terjadi sebelumnya.

“Beberapa waktu lalu sejumlah dosen bersama dengan APTISI turun ke jalan untuk ikut mengawal RUU Sisdiknas ini, sebelumnya tidak ada loh sejarah rektor turun ke jalan. Tapi untuk mengawal RUU Sisdiknas ini rektor rela untuk turun ke lapangan” ucapnya.

Dalam RUU Sisdiknas, Hermanto, menyoroti tidak adanya lagi tunjangan profesi bagi dosen dan guru. Padahal, menurutnya tunjangan tersebut sangat berarti bagi dosen dan guru.

“Tidak ada lagi tunjangan sertifikasi guru dan dosen dalam RUU Sisdiknas, padahal tunjangan tersebut merupakan penghasilan tambahan bagi mereka. Dimana jika tidak ada tunjangan tersebut, maka akan memberatkan pengelolaan perguruan tinggi,” katanya.

Ia juga menyoroti mengenai pasal akreditasi program studi berbayar yang dilaksanakan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri. Hal ini akan memberatkan perguruan tinggi swasta.

“Proses akreditasi itu kan harus diupgrade setelah lima tahun, di dalam RUU Sisdiknas tentang peralihan proses akreditasi itu nantinya perguruan tinggi swasta akan membayarkan dengan jumlah besar. Yaitu di kisaran Rp120 juta per satu prodi, itu kan sangat memberatkan sekali,” terangnya.

Menurutnya, Menteri Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memutuskan sesuatu dengan sistem berkelompok. Kata dia, seharusnya suatu pekerjaan dan keputusan harus dilakukan dengan sistem struktural.

“Banyak bekerja secara kelompok, tidak secara struktural. Kalau struktural kan banyak pendapat-pendapat dari bawah yang bisa disampaikan dan dijadikan pertimbangan. Dan artinya tidak ada transparansi kepada kami yang ada langsung  berada di lapangan,” tukasnya.

Perkembangan terakhir, RUU Sisdiknas tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada 2023. Hal itu agar RUU Sisdiknas disempurnakan kembali.

“Masukan dari para pemangku kepentingan harus benar-benar diakomodasi dalam rangka menyempurnakan UU Sisdiknas yang ada saat ini. Penyusunan RUU untuk merevisi UU Sisdiknas harus menjadi upaya penyempurnaan yang menyeluruh,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, kepada wartawan belum lama ini. (dew)