RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah masih mencari penyebab penyakit gagal ginjal akut misterius, penyakit ini awalnya sempat diduga terkait dengan infeksi Covid-19, dugaan lainnya akibat mengkonsumsi obat yang mengandung Etilen Glikol. Merespon situasi ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi berencana dalam waktu dekat mengumpulkan dokter spesialis anak untuk mengantisipasi munculnya kasus.
Ya, pascapenyebaran kasus Covid-19 mereda, muncul penyakit misterius yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan hepatitis akut misterius, saat ini gagal ginjal akut misterius. Analisis pada beberapa penderita oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan hasil negatif Covid-19, bakteri maupun virus yang ditemukan pun tidak seragam.
Sementara dugaan awal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyakit ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung senyawa kimia Etilen Glikol, hasil dari diskusi dengan tim dari Gambia yang telah menganalisa kasus serupa, 69 anak meninggal di Gambia akibat mengkonsumsi obat batuk produksi India.
Tapi, senyawa kimia tersebut tidak terdeteksi dalam darah penderita gagal ginjal akut misterius. Sehingga kasus ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, dugaan justru mengarah ke keracunan.
Umumnya, gangguan ginjal akut merupakan efek dari kekurangan cairan dalam waktu singkat pada anak-anak karena diare diikuti dehidrasi. Kekurangan cairan hebat ini biasanya terjadi pada pasien Demam Berdarah (DBD).
Data yang terkumpul dari 14 cabang IDAI provinsi, ada 131 anak menderita gagal ginjal akut misterius sejak Januari sampai 10 Oktober kemarin. Rata-rata usia penderitanya dibawah lima tahun, orang tua diingatkan untuk segera memeriksakan anaknya jika diketahui volume buang air kecil menurun.
“Tapi kalau untuk sebaran di Indonesia, kurang lebih sama di bawah lima tahun. Ada juga mereka di luar Jakarta yang sampai belasan tahun. Di Jakarta kami belum mendapatkan yang di atas delapan tahun,” kata Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, Eka Laksmi Hidayati dalam temu media daring belum lama ini.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan telah membentuk tim, terdiri dari IDAI dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tatalaksana dan manajemen klinis juga telah diterbitkan lewat keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan (Yankes).
Merespon situasi ini, Dinkes Kota Bekasi berencana untuk mengumpulkan dokter spesialis anak yang ada di Kota Bekasi hari ini, Jumat (14/10).”Sesegera mungkin saya akan mengundang para dokter spesialis anak, meminta masukan-masukan, langkah-langkah, apa yang harus diinformasikan ke masyarakat untuk mengantisipasi munculnya kasus-kasus tersebut,” terang Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati.
Hasil diskusi dengan dokter spesialis anak ini akan menghasilkan informasi yang cukup bagi khususnya bagi masyarakat yang memiliki anak, pasien, maupun masyarakat umum.
Belum bisa disimpulkan apa penyebab pasti penyakit ini, dari beberapa kemungkinan yang muncul, Dinkes sementara ini menekankan kepada masyarakat terkait dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), baik lingkungan maupun makanan yang dikonsumsi. Selanjutnya, pihaknya akan menunggu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes.
Sampai dengan kemarin, pihaknya belum menerima laporan kasus gagal ginjal akut misterius di wilayah Kota Bekasi. Rumah sakit maupun Puskesmas diminta untuk melaporkan temuan kasus.
“Sesegera mungkin saya akan meminta, menugaskan kepada bidang yang membawahi rumah sakit untuk meminta laporan-laporan, termasuk dari Puskesmas,” tambahnya.
Terpisah, Praktisi dan Peneliti Global Health Security dan Pandemi pada Center For Environment and Population Health Griffith University, Dicky Budiman mengatakan bahwa untuk mengetahui penyebab munculnya fenomena gagal ginjal akut misterius ini harus ditindaklanjuti lewat penyelidikan. Dampak konsumsi Etilen Glikol hingga keracunan bisa saja menjadi penyebabnya, karena pernah terjadi atau memiliki rujukan kasus.
“Tapi sekali lagi, semua data yang menyangkut kasus anak ini, terutama yang mengalami kematian itu menjadi sangat penting, apa yang dia konsumsi, infeksi apa yang dia alami, atau orang terdekatnya itu menjadi informasi yang sangat penting, yang itu akan mengerucut pada satu kesimpulan,” paparnya.
Lebih lanjut Dicky menyampaikan munculnya fenomena beberapa penyakit seperti Hepatitis akut misterius, emboli paru, maupun kematian pada rentang usia anak hingga pemuda tidak bisa dilepaskan kaitannya dari pandemi Covid-19, harus menjadi salah satu yang diperhitungkan selama masa pandemi.
Beberapa waktu silam, Dicky pernah menjelaskan kepada Radar Bekasi bahwa virus Covid-19 menyerang hampir semua organ dalam, termasuk pembuluh darah, bahkan berpotensi mengganggu hingga merusak organ dalam tubuh yang diserang. Akibatnya, dapat menurunkan daya tahan tubuh penderita atau penyintas Covid-19, menjadi cenderung lebih mudah terinfeksi virus atau bakteri lain.
Untuk itu, pemerintah perlu melakukan mitigasi atau upaya pengurangan resiko efek pandemi Covid-19 yang akan bermunculan. Mitigasi pertama menyangkut dampak pasca infeksi yang terjadi pada penyintas yang terinfeksi Covid-19 sebelum divaksin.
Kelompok kedua adalah anak-anak, yang secara kriteria tidak memenuhi syarat untuk divaksin, selanjutnya adalah penyintas Covid-19 yang tidak terdeteksi saat terinfeksi.
“Karena sekali lagi dalam prediksi saya, ini adalah contoh bahwa ketika status pandemi bahkan nanti ketika dinyatakan dicabut, ya dampak kolateral dari pandemi Covid-19 itu ya tidak otomatis berhenti, dan bahkan mulai bermunculan,” tambahnya.
Pengamatan secara secara sistematis dan terus menerus harus ditingkatkan, mulai dari rumah sakit, Puskesmas, maupun Fasyankes lainnya. Komunikasi resiko juga kaga Dicky harus mumpuni, disamping tetap melanjutkan kegiatan Testing, Tracing, Treatment, serupa tetap mematuhi protokol kesehatan (3T dan 5M).
“Apalagi tentunya karena ini bicara gagal ginjal akut ataupun Hepatitis, ini lebih seperti yang saya sampaikan di awal, lebih cenderung pada anak-anak. Karena mereka dulu belum sempat divaksinasi gitu ya,” tambahnya.
Kemarin, pemerintah memastikan akan menanggung penyakit yang berstatus misterius di Indonesia, ditanggung melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pengidap penyakit misterius ini perlu menjalani prosedur perawatan sesuai mekanisme BPJS, kecuali pasien dalam keadaan gawat darurat tidak memerlukan rujukan.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut pada September sampai Oktober ada 40 anak yang mengalami penyakit ini. ”Ini angkanya masih dikaji,” kata Nadia kemarin (13/10).
Selain itu, menurut penelitian Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) belum diketahui penyebab gangguan ginjal akut ini. BKPK tidak menemukan adanya bakteri. Namun kemarin Epidemiolog Pandu Riono membeberkan hasil investigasi pasien gangguan ginjal akut misterius di DKI Jakarta. ”Ada dua infeksi. Anak bisa mengalami lebih dari satu infeksi,” tuturnya saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk “Misterius! 131 Anak Indonesia Sakit Ginjal Akut”.
Pandu menuturkan data yang dia dapat merupakan hasil investigasi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dari data itu, ada indikasi leptospirosis dan influenza. ”Untuk sementara hasil investigasi yang di Jakarta karena infeksi, bukan obat,” katanya.
Dia menjelaskan ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian orang tua. Misal ketika anak demam dan intensitas buang air kecilnya minim atau bahkan tidak sama sekali maka sebisa mungkin dibawa ke rumah sakit. Pandu tidak menyarankan untuk memberikan obat serampangan.
“(Penyakit) ginjal itu ketahuan kalau urium dan keratin tinggi ada penurunan fungsi ginjal,” ujarnya. Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan di layanan kesehatan. Biasanya penurunan fungsi ginjal ini menurut Pandu diakibatkan karena adanya racun atau infeksi.
Guru besar FKUI sekaligus mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2-PL) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama turut menyoroti persoalan peningkatan gangguan ginjal pada anak-anak di Indonesia. Dia mengatakan fenomena tersebut perlu dianalisa secara lengkap. Termasuk dari rumah sakit mana saja yang melaporkannya. ’’Perlu dilihat aspek kliniknya secara amat lengkap. Serta aspek pencatatan kasus serupa di RS itu dari waktu ke waktu,’’ katanya kemarin.
Dari pencatatan tersebut, kemudian bisa dilakukan analisa lebih dalam. Analisis ini dilengkapi dengan kunjungan ke rumah pasien. Untuk melihat kemungkinan faktor penyebab atau mencari kasus-kasus lain di rumah atau sekitarnya. Tjandra mengatakan biasanya dalam hitungan hari, sudah bisa didapatkan kesimpulan awal atas fenomena yang sedang terjadi. Termasuk potensi dampaknya untuk kesehatan masyarakat.
’’Setelah ditemukan kesimpulan awal, maka tentu harus diteruskan untuk mendapatkan kesimpulan lanjut menuju kesimpulan akhir,’’ katanya. Upaya ini diantaranya dilakukan dengan fasilitas laboratorium dan genomic mendalam. Tjandra mengatakan sambil proses analisis tersebut berjalan, upaya penanganan maksimal tetap harus dilakukan.
Bahkan jika diberlukan pemerintah bisa membentuk tim ahli khusus. Tim ini melakukan anaisa secara mendalam serta penanganan klinis sesuai dengan bukti ilmiah terkini. ’’Pada kasus ini, organisasi profesi IDAI tentu memang peran utama,’’ kata dia. Tjandra mengatakan kalau memang dianggap diperlukan, keadaan ini dapat dipertimbangkan masuk dalam Disease Outbreak News (DONs) WHO. Tujuannya untuk kewaspadaan negara-negara lain di dunia. (sur/wan/lyn)











