RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Kondisi perekonomian saat ini sangat dipengaruhi oleh gejolak ekonomi global yang sangat kompleks. Bukan lagi karena pandemi Covid-19, melainkan disebabkan disrupsi sisi suplai dan persoalan geopolitik yang makin meningkat hingga menyebabkan harga-harga komoditas pangan dan energi melonjak.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, gejolak harga pangan dan energi kemudian mendorong terjadinya inflasi tinggi. Bahkan, sifatnya akan lebih permanen hingga 2024. Sebab sejumlah negara di dunia terancam resesi hingga stagflasi pada 2022-2023.
“Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan 2023. Dan, bahkan kemarin pembahasan persoalan Kompleks ini akan berlanjut ke 2024,” kata Sri Mulyani dalam seminar nasional di Gedung DPR RI, Rabu (19/10).
Sebagaimana telah dibahas pada pertemuan G20 mengenai global financial safety net di Washington D.C, Amerika Serikat beberapa waktu lalu, ia mengatakan kondisi yang rumit ini perlu diantisipasi oleh para policy maker. Sebab bisa berdampak pada kenaikan biaya dana (cost of fund) dan gagal bayar (default) di banyak negara yang sudah dalam posisi exposure utangnya cukup besar.
Sementara space kebijakan fiskal moneter menjadi makin terbatas karena sudah digunakan sejak tahun 2008-2009 sesudah Global Financial Crisis dan kemudian dipakai lagi secara luar biasa pada saat pandemi.
Belum lagi, dengan situasi ini outlook ekonomi global kemudian direvisi ke bawah. Bahkan jika dilihat revisinya cukup tajam di hampir semua negara.
“Di Amerika Serikat menurun tajam pada 2022 dan 2023, bahkan sekarang kata-kata resesi bukannya tidak mungkin di AS,” ujarnya.
Kemudian, Eropa yang terbentur oleh kenaikan harga tinggi serta kenaikan suku bunga yang agresif. Pada tahun 2022-2023, lanjutnya, Eropa dimungkinkan akan terjadi resesi.
Tiongkok yang sekarang sedang di dalam pembahasan soal kepemimpinan nasionalnya, saat ini sudah mengalami perlemahan perekonomian. Mulai karena lockdown, maupun karena kondisi di dunia serta perlemahan sektor properti yang sudah menimbulkan dampak yang luar biasa.
“Angka kuartal ke III (pertumbuhan ekonomi Tiongkok) belum keluar, namun dimungkinkan akan cukup tajam lemah,” pungkasnya. (jpc)