Berita Bekasi Nomor Satu

Dinkes Telusuri Anak Gagal Ginjal

Kadinkes Kota Bekasi Tanti Rohilawati

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi mendalami informasi anak asal Kota Bekasi yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, karena sakit gagal ginjal akut misterius atau Atypical Progressive Acute Kidney Injury (AKI). Gejala penyakit ini disebut penting untuk bisa dilakukan di level kabupaten kota, sehingga pasien bisa segera mendapat kepastian diagnosa untuk menghindari fatalitas.

Total ada 14 Rumah Sakit (RS) dan 8 laboratorium rujukan dalam Surat Edaran Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022, RS rujukan di Jakarta yang terdekat dengan Kota Bekasi. Informasi adanya anak pasien gagal ginjal akut diterima oleh Dinkes Kota Bekasi dari Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo.

Namun, Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati belum menjelaskan secara detail informasi jumlah pasien yang diterima. Saat ini, pihaknya tengah melakukan pendalaman informasi dan Penyelidikan Epidemiologi (PE).

“Iya, disampaikan seperti itu (pasien anak dari Kota Bekasi). Ini mah kita follow up dahulu, jadi belum bisa saya sampaikan. Mudah-mudahan nanti pada saat setelah sampai ke pimpinan sudah dapat hasil yang pasti, apakah betul-betul positif ginjal akut misterius yang ada saat ini atau bukan,” ungkapnya, Kamis (20/10).

Hasil pendalaman informasi yang didapat kata Tanti, akan dilaporkan kepada Plt walikota Bekasi Tri Adhianto berikut dengan hasil pertemuan dengan dokter spesialis anak yang telah dilakukan beberapa waktu lalu.

Hasil pertemuan dengan dokter spesialis anak menghasilkan himbauan kepada masyarakat untuk mengantisipasi penyakit ini. Terutama pada saat anak mengalami gejala demam, disertai dengan diare, serta berkurangnya urine, terlebih jika anak tidak buang air lebih dari 8 jam untuk segera memeriksakan diri ke RS.

Dalam waktu dekat, Dinkes Kota Bekasi akan memberikan surat edaran kepada tenaga kesehatan, layanan kesehatan, rumah sakit, maupun apotek untuk tidak meresepkan atau menjual obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup.

Sementara terkait dengan kemampuan fasilitas yang dimiliki oleh seluruh RS di Kota Bekasi, Tanti mengatakan bahwa pihaknya akan mengidentifikasi kemaluan RS dapat menangani pasien gagal ginjal akut misterius.

“Dari pada persyaratan yang saat ini berlaku di persyaratan rumah sakit itu namanya HCU (High Care Unit) dan ICU (Intensive Care Unit) harus punya. Jadi itu persyaratan minimal yang harus dipunyai untuk melakukan layanan atau perawatan kasus tersebut,” tambahnya.

Dalam surat edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022, Kemenkes telah memetakan kasus suspek dan probable. Kasus suspek adalah penyakit yang terjadi pada anak 0 sampai 18 tahun dengan gejala anuria atau oliguria yang terjadi secara tiba tiba.

Sedangkan kasus probable adalah kasus suspek ditambah tidak terdapat riwayat kelainan ginjal sebelumnya, baik dengan atau tanpa disertai demam, muntah, diare, batuk pilek, terdapat peningkatan ureum kreatinin > 1,5 kali atau naik senilai ≥ 0,3 mg/dL, pemeriksaan menunjukkan bentuk dan ukuran ginjal normal dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Epidemiolog Griffith university, Dicky Budiman mengatakan bahwa deteksi dini kasus gagal ginjal akut misterius merupakan hal penting untuk menekan angka kasus maupun fatalitas. Untuk menekan angka kasus, salah satu yang bisa dilakukan yakni semua pihak mulai dari pemerintah maupun organisasi profesi mesti memberikan rekomendasi penggunaan obat yang benar-benar aman bagi anak.

Sedangkan untuk menekan angka fertilitas, pemerintah dan layanan kesehatan sebaiknya dapat mendeteksi penyakit ini sejak dini. Pemeriksaan darah dan urin kata Dicky, relatif bisa dilakukan di tingkat kabupaten dan kota.

“Artinya di level kabupaten dan kota di kita harus ada mekanisme rujukan yang dibangun, termasuk Satgasnya, RS yang dirujuk, sehingga ini bisa segera mendapatkan kepastian diagnostik. Karena kalau ada keterlambatan itu ya akan mengakibatkan kematian, karena sekali lagi kuncinya deteksi dini,” paparnya.

Berdasarkan data kasus sementara ini, Dicky yakin bahwa penyakit ini sangat kecil kemungkinannya menular.”Sangat-sangat kecil kemungkinan dia menular, tapi kalau akibatnya tidak diidentifikasi, tidak segera dimitigasi, ya tentu akhirnya kasusnya akan sangat banyak, meskipun itu tidak menular,” tambahnya.

Terpisah, Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkoordinasi untuk menentukan produk obat sirop mengandung bahan kimia perusak ginjal yang segera ditarik dari pasaran.

“Jadi sekarang, kami berkoordinasi dengan BPOM supaya bisa cepat dipertegas, itu obat-obatan mana saja yang harus kita tarik,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kota Serang, Banten, Kamis (20/10).

Ia mengatakan, rencana penarikan produk obat sirop itu berkaitan dengan temuan tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) pada 15 sampel produk obat sirop yang diteliti dari pasien gangguan ginjal akut. Ia pun menambahkan, zat kimia tersebut terdeteksi di organ pasien melalui penelitian terhadap 99 pasien balita meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia.

“Kami tarik dan ambil darahnya, kami lihat ada bahan kimia berbahaya merusak ginjal. Kemudian kami datangi rumahnya, kami minta obat obatan yang dia minum, itu mengandung juga bahan-bahan tersebut,” ujarnya.

Budi mengatakan, diperlukan sikap tegas pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko gagal ginjal, sebab jumlah kasus meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia telah mencapai 70-an pasien per bulan. “Yang terdeteksi (sakit, Red) di Indonesia sekitar 35 sebulan, rumah sakit sekarang sudah mulai agak penuh, kami ambil tindakan preventif,” katanya.

Tindakan preventif yang dimaksud, katanya, menghentikan sementara pemberian obat sirop kepada masyarakat, baik usia anak maupun dewasa. “Tahan dulu sementara, supaya tidak bertambah lagi korbannya balita-balita kita. Kalau obat urusan dokter, tapi kami tahan ke dokter dan apotek-apotek sampai nanti BPOM memastikan obat mana yang sebenarnya berbahaya,” katanya.

Budi mengatakan, tindakan tersebut langkah kehati-hatian pemerintah demi menekan laju kasus kematian akibat gagal ginjal. “Kenapa kami ambil begitu, setiap kali kami tunda, itu ada dua atau tiga bayi meninggal, jadi kami ambil tindakan yang hati-hati,” katanya.

Ia menambahkan, ethylene glycol dan diethylene glycol menjadi penyebab kematian banyak orang di sejumlah negara. Kasus serupa terjadi di Afrika, India, Tiongkok dan sejumlah negara lainnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengumumkan lima produk obat sirop di Indonesia yang berbahaya karena mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melampaui ambang batas aman, (lihat grafis).

BPOM telah melakukan uji sampel terhadap 39 bets dari 26 sirop obat yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama menjalani perawatan di rumah sakit.

Kriteria uji sampel lainnya, diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar, serta diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.

Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman. Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Namun demikian, BPOM menyatakan hasil uji cemaran EG pada lima produk tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat yang dimaksud memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.

BPOM juga menjelaskan, selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca-Covid-19. (mif/sur/jpc)