RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ancaman sanksi hukum bakal diterima oleh apotek yang masih nekat menjual jenis obat cair yang ditarik dari pasaran. Pengawasan ketat bakal dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi dan Polresta Bekasi Kota untuk memastikan tak ada obat cair yang telah dilarang untuk diperjualbelikan.
Kemarin, sejumlah apotek didatangi oleh petugas dari Polres Metro Bekasi Kota, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bekasi. Petugas memeriksa sediaan obat yang dipajang di etalase apotek, memastikan tidak ada lima jenis obat yang dilarang dipasarkan.
Hasilnya memang sudah tidak ada lagi obat sediaan sirup mulai dari Termorex, Flurin DMP, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops yang dipajang di etalase. Kelima produk tersebut telah dikarantina oleh Apotek, beberapa bahkan sudah di retur kepada distributor.
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombespol Hengki menjelaskan hasil temuan dilapangan bahwa selain 133 jenis obat yang dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), semuanya telah dikarantina oleh Apotek. Begitu juga dengan jenis obat lain yang masih dalam pengujian, apotek saat ini disebut tidak menjual obat tersebut.
“Artinya tidak dijual dan tidak diedarkan terlebih dahulu kepada masyarakat sambil menunggu uji laboratorium dari Kementerian Kesehatan,” katanya, Senin (24/10).
Pengawasan oleh kepolisian tidak berhenti kemarin. Pengawasan di lapangan akan terus dilakukan di 674 apotek yang ada di Kota Bekasi. Pengawasan di wilayah akan dilaksanakan oleh Polsek bekerjasama dengan Puskesmas.
Petugas akan memberikan edukasi kepada masyarakat dan apotek. Jika masih didapati nakal, menjual lima jenis obat yang telah dilarang, akan ditindak tegas.”Kami akan melakukan tindakan ketika masih mengedarkan, seperti misalnya lima (jenis obat) yang sudah dilarang masih diedarkan, kami akan lakukan tindakan secara tegas,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua IAI Kota Bekasi, Adlis Rahman meminta kepolisian membantu seluruh apotek untuk memberikan edukasi, sehingga dapat mentaati ketentuan yang telah diatur, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemenkes, BPOM, maupun surat edaran yang telah diterbitkan oleh Pemkot Bekasi. Pasalnya, situasi yang terjadi saat ini membuat seluruh apoteker tidak nyaman.
“Karena kami dan seluruh Indonesia merasakan kurang nyaman karena ini memang menyangkut pengabdian kami,” paparnya.
Ia berharap semua pihak dapat ikut serta menghadapi situasi ini. Di satu sisi, obat yang mengandung cemaran senyawa kimia disebut berbahaya bagi masyarakat, bahkan sudah ada anak-anak yang menjadi korban.
Namun, di sisi lain ada kelompok masyarakat yang membutuhkan obat untuk dikonsumsi secara rutin, yakni masyarakat yang menderita penyakit khusus seperti kejang. Tapi, harus benar-benar dipastikan permintaan obat tersebut harus disertai dengan rekomendasi dokter.
Terkait dengan sanksi bagi apotek nakal, IAI sepakat dengan kepolisian. Bahwa pernyataan hasil uji obat adalah dasar hukum apotek nakal dapat disanksi, bahkan sanksi pidana lantaran menjual obat terlarang.
“Kalau saya sudah sepaham dengan kepolisian, kita memakai dasar hukum yang sama, memang bisa terkena sanksi kalau disengaja. Sanksi yang bisa dikenakan adalah mengedarkan obat terlarang, karena sudah ada pernyataan resmi,” pungkasnya.
Himbauan dari pemerintah hingga kepolisian diharapkan dapat menjadi pengetahuan masyarakat untuk tidak membeli obat sembarangan. Dinas Kesehatan Kota Bekasi berharap pengumuman lebih lanjut mengenai hasil uji laboratorium obat yang masih dalam proses pengujian dapat kenyamanan bagi tenaga kesehatan, masyarakat, maupun sarana kefarmasian.
Apoteker diminta untuk tidak sembarangan memperjualbelikan obat dalam situasi saat ini.”Kepada teman-teman kami yang ada di apotek jangan sembarangan mengedarkan, harus memperhatikan himbauan-himbauan yang serial menit, setiap detik itu ada pengumuman baru,” ungkap Sub Koordinator Kefarmasian dan Alkes Dinkes Kota Bekasi, Rudi Hartono.
Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global dari Griffith University, Dicky Budiman setuju dengan pengawasan yang dilakukan oleh kepolisian maupun tim dari pemerintah daerah di lapangan. Namun, ia mengingatkan, pengawasan di lapangan oleh petugas baik jika dilakukan untuk memastikan, mengingatkan, dan melindungi publik.
“Tetapi jangan sampai ini membuat juga keresahan, merugikan penyedia (apotek). Kita juga harus mengingat, ini jangan sampai menjadi kesempatan untuk tampil dalam tanda kutip,” katanya.
Jika masih ditemukan obat dilapangan, ia meminta petugas untuk memberikan edukasi serta meminta produk tersebut untuk di redistribusi atau dikendalikan kepada produsen, bukan disita. Mekanisme redistribusi obat yang benar kata Dicky, mulai dari apotek mengembalikan produk kepada distributor, laku distributor kepada produsen atau pabrik.
Dalam konteks pemusnahan obat, yang memiliki kewenangan adalah produsen. Sehingga, petugas tidak bisa serta merta menarik produk dari apotek. “Jadi redistribusi itu bukan berarti oleh kepolisian atau tim oleh pemerintah setempat diambil, bukan,” tambahnya.(sur)