RADARBEKASI.ID, SURABAYA – Pandemi Covid-19 belum benar-benar berakhir. Pemerintah berencana memanfaatkan vaksin buatan dalam negeri untuk menggantikan vaksin impor. Kebutuhan awal mencapai 10 juta dosis.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, dari sekitar 24 ribu pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, terdapat 1.300 orang yang meninggal dunia. Dari jumlah pasien meninggal tersebut, sekitar 50 persen ternyata belum mendapatkan vaksin primer (suntikan pertama dan kedua). Lalu, 80 persen belum menerima vaksin booster. Karena itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendorong agar vaksin buatan dalam negeri, baik Inavac (Vaksin Merah Putih platform Universitas Airlangga-PT Biotis) maupun Indovac, segera diproduksi massal.
Dengan begitu, vaksin tersebut bisa segera dimanfaatkan masyarakat.
’’Saat ini vaksin buatan dalam negeri sudah mendapatkan izin EUA (emergency use authorization) dari BPOM untuk suntik primer (dosis I dan dosis II),” kata Budi saat menghadiri sidang Dies Natalis Ke-68 Universitas Airlangga (Unair) di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair Surabaya kemarin (9/11). Selain itu, lanjut Budi, vaksin tersebut dibutuhkan untuk booster. Sebab, sebagian masyarakat sudah menerima vaksin dosis I dan II. Indovac sendiri sudah mendapatkan izin EUA untuk vaksin booster dari BPOM. Sedangkan Inavac masih proses. ’’Kami sedang berusaha agar izin EUA untuk vaksin booster Inavac cepat keluar,” lanjutnya.
Kemenkes sudah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan vaksin dalam negeri sebanyak 10 juta dosis. Masing-masing (Inavac dan Indovac) mendapat alokasi 5 juta dosis. ’’Saya harapkan November ini bisa keluar sehingga barangnya cepat didapatkan,” katanya.
Budi menerangkan, Indonesia sempat mengalami kekosongan vaksin booster selama dua minggu pada Oktober lalu. ’’Ternyata waktu itu vaksin dalam negeri mundur November. Jadi, pemerintah impor lagi vaksin 5 juta dosis Pfizer yang didapat dari donasi. Sekarang sudah didistribusikan ke daerah-daerah,” imbuhnya. Namun, dengan ketersediaan 10 juta dosis vaksin dalam negeri, pemerintah tidak perlu impor lagi.
Budi menuturkan, kasus Covid-19 saat ini mengalami peningkatan yang cukup besar. Varian baru yang banyak menyerang Indonesia adalah Omicron subvarian XBB dan BQ.1. Varian tersebut memiliki ciri-ciri penularan yang sangat cepat. Bahkan, orang yang divaksin juga bisa tertular. ’’Dari data yang kami dapat, 80 persen dari kasus meninggal itu belum mendapat vaksin booster. Jadi, kami mengimbau segera vaksinasi untuk meringankan gejala,” tuturnya.
Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan, Unair terus berupaya agar bisa berkontribusi bagi bangsa. Salah satu wujudnya adalah terlibat pembuatan vaksin dalam negeri. Vaksin itu dibuat tim riset Unair berkolaborasi dengan PT Biotis.
Nasih menambahkan, saat ini tugas Unair untuk melakukan riset vaksin berbasis inactivated virus tersebut sudah tuntas. Saat izin EUA vaksin primer dan booster didapat, proses produksi dilanjutkan PT Biotis. ’’Proses produksi vaksin primer sudah dilakukan PT Biotis. Ada beberapa proses lanjutan seperti labelling produk vaksin. Sambil menunggu sekalian izin EUA vaksin booster,” ujarnya.
Nasih melanjutkan, berdasar informasi dari PT Biotis, produksi vaksin Inavac sudah mencapai jutaan dosis. PT Biotis akan menambah produksi untuk memenuhi kebutuhan 5 juta dosis seperti yang diminta Kemenkes. “Kami insya Allah bisa penuhi itu. Dan, kami berterima kasih atas dukungan Kemenkes, BPOM, pemprov, dan para relawan sehingga vaksin buatan Unair bisa dimanfaatkan masyarakat,” kata dia. (jpc)