Berita Bekasi Nomor Satu

Sumbangan Pendidikan Memberatkan

Illustrasi : Sejumlah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas, belum lama ini. Kecakapan bahasa asing terutama bahasa asing sebagian siswa di Bekasi masih rendah. DOKUMEN/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat nomor 44 tahun 2022 yang keluar di awal tahun ajaran baru kemarin menuai polemic, setelah orang tua protes besaran uang sumbangan Pendidikan di Bekasi. Tidak mampunya anggaran Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) membiayai seluruh kegiatan sekolah disebut menjadi penyebab munculnya sumbangan.

Perubahan Pergub 44 menjadi Pergub 97 tahun 2022 nyatanya tidak bisa menyudahi polemik akibat besaran uang sumbangan pendidikan, suara dari Kota Bekasi kali ini lebih keras hingga mendapat respon Gubernur Jawa Barat. Rapat antara komite sekolah dengan orang tua siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) awal tahun ajaran 2022/2023 untuk menyepakati besaran uang sumbangan sempat diberhentikan sementara setelah muncul polemik keberatan dari orang tua siswa.

Setelah Pergub yang baru ditandatangani oleh Gubernur pada tanggal 2 November 2022, rapat kembali dilaksanakan, kembali mendapat respon keberatan dari masyarakat.

Pergub yang baru ini tidak melarang komite untuk menghimpun dana sumbangan dari orang tua, asalkan tidak digunakan untuk membiayai kegiatan yang dilarang, diantaranya adalah memberi honorarium atau insentif kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), atau mengaitkan dana sumbangan dengan kegiatan akademik peserta didik. Ketentuan dalam Pergub ini menambahkan persyaratan rekomendasi dari Disdik Provinsi Jawa Barat untuk komite melaksanakan rapat bersama dengan orang tua.

Video rapat komite sekolah dengan orang tua diunggah oleh salah satu akun media sosial. Unggahan ini mempertanyakan diizinkan atau tidaknya pungutan senilai awal tahun Rp4.750.000 dan Sumbangan Peduli Pendidikan (SPP) Rp350 per bulan.

Narasi dan video yang diunggah oleh akun @__istiara ini mendapat respon pro dan kontra dari netizen, netizen dari berbagai daerah pun mengeluhkan keberatannya atas sumbangan pendidikan ini. Pada kolom komentar, ia juga menyebut tidak disampaikan secara rinci uang sumbangan dari orang tua siswa tersebut digunakan untuk apa saja.

“Gubernur Jabar bilangnya gratis. Tapi gak ada aturan kalau sekolah di Jabar sudah gratis. Dan sampai hari ini sekolah di Jabar tetap ada yang menarik pungutan dan bahkan bayar SPP juga,” tulis akun ini.

Setelah menjadi polemik di media sosial, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil juga buka suara lewat akun media sosialnya. Ia mengunggah tangkapan layar berisi keterangan rincian sumbangan di SMAN 3 Kota Bekasi, dimana sumbangan awal tahun Rp4,5 juta dibayarkan di tahun pertama sekolah, serta SPP Rp 300 ribu dibayarkan setiap bulan sampai lulus.

Ridwan Kamil menyertakan narasi dalam unggahannya, bahwa di SMA/K dan SLB tidak boleh ada pungutan apapun, semua urusan anggaran pendidikan diurus oleh negara. Dalam situasi mendesak, pungutan pendidikan harus mendapatkan izin tertulis dari Gubernur, ia juga meminta masyarakat melaporkan praktik keliru yang dilakukan di sekolah negeri kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat atau Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat.

“Saya sudah mengirimkan Kadisdik untuk menelusuri pungutan diatas, dan segera memberi sanksi jika ada pelanggaran aturan yang disengaja oleh sekolah yang bersangkutan,” tulisnya di akun ridwan kamil, kemarin, (16/11).

Dua kali Pergub yang telah terbit sepertinya tidak menyelesaikan beban siswa terutama yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu, salah satu siswa di Kota Bekasi yang saat ini duduk di kelas XII masih mencicil sumbangan awal tahun, meskipun sudah mendapat keringanan dari sekolah.

Salah satu siswa ini mengaku mendaftar ke SMAN pada tahun ajaran 2020/2021 lewat jalur afirmasi, orang tuanya diundang untuk rapat dengan komite. Hasilnya, muncul nominal Rp3,6 juta dalam sumbangan awal tahun, ditambah dengan yang SPP Rp200 ribu.

Setelah mengajukan keringanan ke sekolah, sumbangan awal tahun berkurang menjadi Rp1,5 juta yang sampai saat ini masih dicicil, serta uang SPP Rp100 ribu. Seperti yang dipikirkan oleh orang tua lainnya, melanjutkan pendidikan di sekolah negeri gratis.”Waktu itu orang tua juga kaget sih, kok ada bayaran, kan negeri setahu orang tua saya nggak ada bayaran kan,” ungkapnya.

Menjawab polemik yang terjadi di media sosial, Kepala Sekolah SMAN 3 Kota Bekasi, Reni Yosefa mengatakan bahwa sumbangan tersebut ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi sekolah. Prestasi bertaraf internasional yang telah didapat oleh sekolah. Ia juga memastikan sekolahnya mendapatkan bantuan anggaran yang bersumber dari dana BOS dan BOPD.

Atas dasar itu sekolah menyusun program kerja beserta dengan anggarannya.”Nah kemudian apakah itu iuran ?, Bukan. Sekali lagi yang dijelaskan disini adalah sumbangan dari orang tua siswa yang menitipkan anaknya sekolah disini,” ungkapnya.

Lebih dalam, ia mengungkapkan bahwa besaran sumbangan tiap orang tua siswa disesuaikan dengan kemampuan keluarga siswa yang bersangkutan, serta tidak ada paksaan dan kewajiban. Angka yang muncul dalam rapat komite dan orang tua siswa kata Reni, untuk memberikan gambaran kepada orang tua siswa terkait dengan kebutuhan anggaran kegiatan sekolah, kemudian orang tua akan memutuskan berapa kemampuannya untuk menyumbang.

Setelah rapat komite beberapa waktu lalu, ia mengaku banyak orang tua siswa yang datang untuk dibebaskan dari biaya sumbangan, begitu juga dengan banyaknya orang tua yang datang untuk memberikan sumbangan.

Keringanan disebut bisa diberikan oleh sekolah sepanjang orang tua berkomunikasi langsung, ia menjamin tidak ada sanksi, perlakuan berbeda, hingga intimidasi. Komite disebut telah menyampaikan dasar hukum, legalitas, sampai dengan rincian kebutuhan anggaran.

Tapi, paparan kebutuhan anggaran hanya disampaikan secara umum, berdasarkan delapan standar nasional pendidikan minimal. Diantaranya standar isi untuk meningkatkan kompetensi guru, serta standar prasarana untuk membangun aula dan ruang kelas tambahan.

“Dapatkan angka itu sekian, dicover BOS sekian, dicover oleh BOPD sekian, ternyata masih kurang sekian. Bagaimana bapak ibu orang tua menutupi ini bagaimana?, sumbangan, seikhlasnya ya, tapi mereka tahu angkanya, jadi acuan mereka saya menyumbang berapa,” tambahnya.

Semua pihak membenarkan tidak diperbolehkan adanya pungutan di sekolah. Ketua Forum Komite Sekolah SMAN Kota Bekasi, Abdul Eksan Sumino mengatakan bahwa sumbangan pendidikan adalah hasil dari musyawarah komite dengan orang tua siswa. Komite sekolah SMAN 3 telah mendapatkan surat rekomendasi untuk melaksanakan rapat bersama dengan orang tua dari Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) wilayah III Provinsi Jawa Barat, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk rapat.

Ia juga menyampaikan bahwa sumbangan dari orang tua siswa dibutuhkan sekolah untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi sekolah lewat berbagai rencana kerja. Komite akan tetap melanjutkan kegiatan pengumpulan dana sumbangan dari orang tua siswa sesuai dengan ketentuan payung hukum yang ada, diantaranya Pergub nomor 97 tahun 2022.

“Tidak ada masalah untuk itu, karena yang pertama Pergub 97 sebagai payung hukum mempersilahkan komite untuk melakukan musyawarah dengan orang tua, guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekolah atas pengembangan prestasinya, yang atas pengembangan prestasinya dalam pembiayaan tidak terpenuhi dari BOS maupun BOPD,” ungkapnya.

Siswa dari Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM) tidak boleh dilibatkan dalam pengumpulan dana sumbangan. Komite telah melaksanakan prosedur sesuai dengan Pergub nomor 97. Total ada 65 siswa yang mendaftar di sekolah lewat jalur Afirmasi, mereka dibebaskan dari sumbangan, belum termasuk siswa KETM yang mendaftar dari jalur lain.

Terkait dengan SPP tiap bulan yang harus dibayarkan oleh siswa, digunakan untuk membiayai operasional sekolah per bulan, salah satunya honor pegawai honorer, komponen biaya ini yang terbesar.
“Itu pun kalau muncul angka sekian, itu nanti dalam realisasinya tidak mulus. Justru kalau tahun lalu itu kan harus menyampaikan bentuk sumbangannya dalam selembar kertas, tahun lalu,” tambahnya.

Polemik sumbangan pendidikan bukan yang pertama, hasil evaluasi komite menyebut bahwa kekurangan komite dalam hal ini adalah sosialisasi. Kesalahpahaman kerap terjadi pada pihak yang tidak ikut dalam musyawarah. Sementara untuk warga sekolah, ia mengklaim sudah sepaham dengan sumbangan pendidikan ini.

Ketidak setujuan dengan pungutan ini juga disampaikan oleh Kepala KCD wilayah III Provinsi Jawa Barat, Asep Sudarsono. Tapi, sumbangan orang tua dalam Pergub terbaru masih diperbolehkan.

Ia mengakui bahwa sebagian kegiatan sekolah tidak bisa dibiayai oleh BOS dan BOPD. Rapat antara komite dan orang tua kembali diizinkan setelah Pergub baru terbit.”Dari dikeluarkannya Pergub itu, komite boleh melangsungkan kembali rapat atas seizin dan rekomendasi dari pihak atasan,” katanya.

Informasi sementara yang didapat dari SMAN 3 Kota Bekasi, 80 persen orang tua sepakat dengan besaran uang sumbangan tersebut. Setelah muncul angka Rp4,5 juta dan Rp300 ribu, tidak semua orang tua siswa membayar sejumlah itu.

Setelah mencuat ke permukaan, pihaknya berencana untuk memastikan langsung kebutuhan anggaran kegiatan sekolah SMAN 3 Kota Bekasi.”Kami akan coba evaluasi, menanyakan langsung ke SMAN 3 Kota Bekasi, berapa kebutuhan mereka,” tambahnya.

Dalam waktu dekat KCD akan duduk bersama dengan kepala sekolah dan komite untuk menyamakan persepsi terkait dengan Pergub nomor 97 tahun 2022. (Sur)


Berita Bekasi Nomor Satu