RADARBEKASI.ID, BEKASI – Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat di setiap seribu bayi yang lahir, 24 meninggal dunia. Dua tahun terakhir di Kota Bekasi, ada puluhan bayi meninggal dunia, kepedulian orang tua menjadi catatan penting.
Angka kematian bayi di Indonesia disebut sangat tinggi dibandingkan dengan Singapura, 1,8 per 1.000 kelahiran. Pemerintah menargetkan angka kematian bayi ini turun ke angka 14 per 1.000 kelahiran pada tahun 2024.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mencatat sebanyak 40 dari 42.953 bayi yang lahir meninggal dunia pada tahun 2021, angka ini sama dengan 0,87 per 1.000 kelahiran. Sementara di tahun 2022, sampai dengan bulan Oktober lalu ada 36 bayi meninggal dunia.
“Artinya ini kalau dari angka kelahiran (per 1.000) itu 0,87 per seribu, belum sampai satu, mudah-mudahan jangan,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Nia Aminah Kurniati.
Usia bayi kata Nia, sejak hari nol hari sampai sembilan bulan. Beragam faktor yang melatarbelakangi kematian bayi, faktor utama yang menjadi catatan adalah kepedulian orang tua memeriksakan kehamilan secara rutin, sampai pemberian gizi.
Ia menyebut jumlah fasilitas kesehatan hingga aksesnya saat ini mudah dijangkau oleh masyarakat, setidaknya ada 48 Puskesmas serta 700 lebih klinik di Kota Bekasi. Kepatuhan ibu hamil terhadap pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care disinggung, penting dilakukan selama periode kehamilan guna memastikan kesehatan ibu dan calon anak.
Pemeriksaan kehamilan harus rutin dilakukan selama enam kali, dia diantaranya harus diperiksa langsung oleh dokter. Pemeriksaan kehamilan ini dapat dilakukan di Klinik, Puskesmas, maupun Rumah Sakit (RS).
“Banyak faktor, jadi memang harus ada Care dari orang tua bayi itu, dari sebelum lahir pemeriksaannya teratur atau tidak, gizinya bagaimana,” ungkapnya.
Pemeriksaan kehamilan ini bisa berakibat fatal jika kondisi bayi didalam kandungan tidak terpantau dengan baik. Salah satu resikonya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Terkait dengan upaya menekan angka kematian bayi oleh Dinkes, pihaknya memberikan edukasi kepada ibu hamil, serta memberikan tablet penambah darah bagi ibu hamil. Sedangkan untuk pemeriksaan Ultrasonografi (USG), setiap Puskesmas bekerjasama dengan RS atau klinik di lingkungan sekitar, sehingga memungkinkan ibu hamil mendapat fasilitas pemeriksaan USG.
“Sarana prasarana, SDM, Fasilitas, kita coba penuhi semua. Baik itu dari anggaran Kemenkes, APBD, maupun bantuan provinsi,” tambahnya.
Senada, Wakil Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Kota Bekasi, Lidia Oktarina menyampaikan bahwa pemeriksaan hingga penanganan medis pada saat kehamilan, selama maupun sesudah persalinan relatif mudah, terutama bagi ibu hamil ber-KTP Kota Bekasi.
Kondisi dilapangan, kendala dalam proses persalinan terjadi akibat ibu mengalami kelelahan, persalinan tidak maju, atau gawat janin, dimana persalinan lewat bulan atau prematur. Pada kasus bayi lahir sebelum waktunya atau prematur, persalinan yang dilakukan di bidan akan menemui kesulitan dalam mendapatkan ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) karena keterbatasan tempat tidur.
“Nah itu problemnya, makanya kalau kita bidan praktek mandiri, kalau ibunya misal sudah pasti (melahirkan) sebelum waktunya, kita akan rujuk ibu dan bayinya. Jadi saat lahir dia sudah mendapatkan fasilitas dari RS yang sudah memiliki NICU,” paparnya.
Pemeriksaan secara rutin akan memudahkan bidan atau Tenaga Kesehatan (Nakes) lain mendeteksi kelainan pada calon bayi.
Beberapa kasus kematian bayi juga terjadi karena faktor keluarga, dimana kepala keluarga tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat saat bayi sudah lahir dan membutuhkan penanganan intensif.
“Itu menunggu persetujuan kakeknya, nunggu persetujuan tantenya, jadi si kepala keluarga ini tidak bisa memberikan keputusan, jadi pasti terlambat. Kita terlambat merujuk, otomatis tindakan juga terlambat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Lidia mengatakan bahwa bidan selalu memberikan edukasi kepada ibu hamil terkait dengan pemenuhan gizi bayi sejak dalam kandungan. Selain edukasi yang telah diberikan, ia meminta ibu hamil untuk mempelajari Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang diberikan kepada setiap ibu hamil.
Beberapa hal yang wajib diperhatikan kata dia, pemenuhan nutrisi ibu hamil, kemudian memeriksakan kehamilan secara rutin. Setelah bayi lahir, kewajiban selanjutnya adalah imunisasi dasar sampai dengan usia 9 bulan, dilanjutkan booster saat anak berusia 18 dan 24 bulan.
Kreatifitas ibu juga dibutuhkan pada saat bayi sudah berusia enam bulan, dimana ibu mesti kreatif dalam menyediakan makanan tambahan bagi bayinya.
Jarak kehamilan ikut mempengaruhi kematian bayi. Jarak kehamilan terlalu dekat memiliki resiko pendarahan, hal ini disebabkan oleh kondisi rahim belum pulih seperti semula sejak kelahiran anak sebelumnya.
Faktor kematian bayi yang satu ini berkaitan dengan program Keluarga Berencana (KB). Jarak kehamilan yang ideal kata Lidia, dua sampai tiga tahun setelah proses persalinan.”Sekarang ini kami menggalakkan KB MKJP, jangka panjang,” tambahnya.
Akhir tahun 2021 lalu, jumlah keluarga di Kota Bekasi tercatat sebanyak 538.658. berdasarkan jumlah tersebut, belum sepenuhnya keluarga yang aktif ber KB, masih di angka 47,1 persen.
Pemkot Bekasi melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) masih mengedukasi masyarakat untuk aktif dalam Program KB. Selain aspek kesehatan organ reproduksi, keluarga yang aktif KB diyakini lebih mudah mengatur dirinya sendiri dari sisi ekonomi maupun pemenuhan gizi.
“Disitulah diharapkan ketahanan keluarga itu ada, jadi ekonominya muncul. Kalaupun tidak bekerja, dia punya kesempatan untuk memulai usaha dari rumah, makanya di kita ada kegiatan-kegiatan yang mendorong keluarga produktif,” ungkap Kabid Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bekasi, Dezy Syukrawati belum lama ini. (sur)