Berita Bekasi Nomor Satu

UMK Bekasi Naik

ILUSTRASI : Sejumlah buruh keluar dari pintu gerbang salah satu perusahaan garmen di Kota Bekasi, beberapa waktu lalu. Dari ratusan perusahaan di Kota Bekasi, hanya satu yang mendaftar program vaksin gotong royong RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dinamika silang pendapat terkait dengan pengupahan terjadi menjelang penetapan Upah Minimum Kota (UMK). Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi akan menggunakan formula terbaru, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 18 tahun 2022. Sementara itu, Upah Minimum Provinsi (UMP) telah diumumkan kemarin, Jawa Barat naik 7,88 persen.

Perbedaan pendapat terjadi antara serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, dimana masing-masing aturan, baik Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 maupun Permenaker nomor 18 tahun 2022 dinilai memberatkan masing-masing pihak.

Penolakan terhadap PP nomor 36 telah disuarakan oleh serikat pekerja sejak lama. Terbaru, penolakan juga disuarakan oleh asosiasi pengusaha setelah terbit Permenaker nomor 18 tahun 2022, lantaran kenaikan upah akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan formulasi yang telah diatur pada PP nomor 36 tahun 2021.

Serikat pekerja mengancam akan melakukan aksi besar-besaran hingga mogok kerja di berbagai daerah. Sementara ribuan pengusaha asosiasi pengusaha di Bekasi akan melakukan berbagai kebijakan, mulai dari merumahkan karyawan, mengurangi hari kerja, mengurangi karyawan, bahkan merelokasi pabriknya ke luar Kota Bekasi.

Serikat pekerja tetap dengan tuntutan kenaikan upah 13 sampai 20 persen, atau jika dirupiahkan berkisar antara Rp626.199,75 sampai Rp963.384,23 dari upah minimum Kota Bekasi tahun ini.

Sementara hasil perhitungan asosiasi pengusaha, kenaikan UMK Kota Bekasi antara 6,7 sampai 8 persen, atau jika dirupiahkan berkisar antara Rp322.733,71 sampai Rp385.353,69 dari upah minimum Kota Bekasi tahun ini.

Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto mengatakan Pemkot Bekasi akan menggunakan Permenaker nomor 18 tahun 2022 dalam perhitungan upah minum tahun 2023 , diperkirakan Kota Bekasi tetap menjadi daerah dengan upah tertinggi.”UMK sudah ada ketentuan yang baru, kita tidak menggunakan PP 36,” katanya, Senin (28/11).

Sebagai pelaksana, Pemkot akan melaksanakan keputusan yang telah diambil oleh pemerintah pusat.

Terkait dengan penolakan yang terjadi, baik oleh serikat pekerja maupun asosiasi pengusaha, Tri meyakini pilihan yang diambil oleh pemerintah telah memperhatikan semua aspek. Beberapa aspek tersebut kata Tri, yakni inflasi, daya beli masyarakat, kebutuhan pekerja, hingga kemampuan para pengusaha.

“Dan tentunya itu tadi, bagaimana menyeimbangkan indikator inflasi, daya beli masyarakat, kemudian kebutuhan dari para pekerja, dan tentunya kemampuan dari pengusaha saya kira itu menjadi salah satu indikator yang sudah merupakan bagian dari pada saat menetapkan,” tambahnya.

Permenaker sebagai landasan penetapan upah lebih dulu digunakan oleh Dewan Pengupahan Provinsi dalam merumuskan UMP Jawa Barat tahun 2023. Hasilnya disampaikan oleh Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja dalam pernyataan resmi kemarin.

Sesuai dengan Keputusan Gubernur inomor 506/kep.752-kesra/2022 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 yang ditandatangani pada 25 November 2022 lalu, UMP naik 7,88 persen.

“Yang kesatu, besar upah minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2023 sebesar Rp1.986.670,17,” ungkapnya.

Lebih lanjut, UMP Jawa Barat tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023. Dalam hal kabupaten atau kota tidak menetapkan upah minimum tahun 2023, maka besaran UMK mengacu pada UMP Jawa Barat tahun 2023.

Dalam perjalanannya, Setiawan mengatakan bahwa rumusan upah minimum di tingkat provinsi menggunakan aturan terbaru, Permenaker nomor 18 tahun 2022. Dimana perhitungannya mempertimbangkan inflasi tahun ke tahun pada bulan September sebesar 6,12 persen, kemudian pertumbuhan ekonomi 5,88 persen, dan variabel alfa sebesar 0,3 persen.

“Jadi sekali lagi provinsi tidak membuat rumus sendiri, tetapi kita didasarkan pada formulasi yang ada pada Permenaker 18 tahun 2022,” tambahnya.

Setelah UMP ditetapkan, upah minimum kota dan kabupaten di Jawa Barat akan segera ditetapkan maksimal 7 Desember mendatang.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, hingga Senin sore, pukul 17.00 WIB, sudah ada 25 Gubernur yang menetapkan UMP tahun 2023 berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.

Putri tak menyebut detail angka UMP untuk masing-masing daerah. Dia hanya menekankan, bahwa pihaknya optimis para gubernur dapat menetapkan UMP hingga batas akhir yang ditentukan. Yakni, 28 November 2022.

”Saat ini (kemarin sore, red) kami masih menunggu gubernur lain dalam menetapkan UMP tahun 2023,” ujar Putri saat dikonfirmasi, kemarin (28/11).

Disinggung mengenai kemungkinan keterlambatan, Putri enggan menanggapi. Dia hanya menyampaikan, bahwa pihaknya terus berupaya membangun komunikasi dengan para pemerintah daerah guna mempercepat proses penetapan UMP 2023-nya berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.

Dari data yang dikumpulkan, sejumlah gubernur memang telah mengumumkan besaran kenaikan UMP-nya tahun depan. Misal, Banten 6,4 persen, Jogjakarta 7,65 persen, Jawa Timur sebesar 7,85 persen, Jawa Barat 7,88 persen, Jawa Tengah 8,01 persen, Bali 7,81 persen, hingga DKI Jakarta sebesar 5,6 persen.

Angka-angka tersebut jauh di bawah tuntutan buruh. Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tegas menuntut kenaikan UMP 2023 sebesar 13 persen.

Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia harusnya sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi/kabupaten/kota di tahun berjalan. Bukan menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year.

Menurutnya, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan harga BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi. Sebab, kenaikan harga BBM terjadi pada Oktober 2022.

”Kami menolak nilai prosentase kenaikan UMP, dikarenakan di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022. Yaitu sebesar 6,5 persen plus pertumbuhan ekonomi Januari -Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, yang lebih miris lagi adalah kenaikan UMP 2023 DKI Jakarta. Hanya 5,6 persen di bawah nilai inflasi. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian gubernur DKI Jakarta atas nasib kaum buruh.

”Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh,” tegasnya.

Said menjelaskan, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di ibukota. Mengingat, biaya sewa rumah, transportasi dari rumah ke pabrik (PP), makan, biaya listrik dan lainnya sudah naik tajam. Dalam sebulan, biaya tersebut bisa memakan Rp 3,7 juta dari besaran gaji.

Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi 3,7 juta, aka hanya tersisa Rp 1,2 juta. ”Apakah cukup untuk biaya sekolah anak, membeli air minum, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

Masih rendahnya angka UMP 2023 membuat Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mendesak bupati dan walikota untuk merekomendasikan nilai UMK sebesar antara 10 hingga 13 persen. Bila tidak dipenuhi, buruh mengancam akan turun ke jalan. ”Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (sur/mia)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin