Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

UMK Bekasi jadi Rp5,1 Juta

Illustrasi Aksi Buruh

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rapat Pengupahan ditingkat kota dan kabupaten selesai. Hasilnya, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Bekasi 2023 dipastikan naik 7 persen. Meskipun nanti angka ini disahkan gubernur, pengusaha menyiapkan opsi lebih dulu membayar kenaikan upah sesuai rumusan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 sebesar 3,09 persen, yang diputuskan lewat perundingan di perusahaan

Selasa kemarin sekira pukul 10:00 WIB, massa yang tergabung dalam beberapa serikat pekerja dan serikat buruh sudah berkumpul di depan kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bekasi mengawal rapat final pengupahan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, rapat pengupahan selalu diwarnai aksi demonstrasi. Lalu lintas di ruas Jalan Ahmad Yani tersendat, bahkan cekcok antar pengguna jalan sempat terjadi saat kendaraan kontainer menyerempet bagian samping kendaraan roda empat yang dikendarai pengemudi lain.

Peristiwa ini terjadi saat kendaraan yang melintas akan melintas tepat di belakang barisan massa, hanya tersedia satu dari empat lajur jalan, sehingga ruas jalan yang bisa dilalui pengendara menyempit. Massa terpantau membubarkan diri sekira pukul 18:15 WIB setelah rapat Dewan Pengupahan Kota (Depeko) rampung.

Rapat kemarin membuahkan hasil kenaikan UMK tahun 2023 di Kota Bekasi sebesar 7,09 persen, meskipun tidak semua anggota Depeko berpartisipasi dalam pemungutan suara. Anggota Depeko dari perwakilan Asosiasi Pengusaha diketahui tidak ikut dalam proses pengambilan suara lantaran tetap kukuh dengan persentase kenaikan upah sesuai dengan PP 36.

Dalam rapat pengupahan tahun ini, serikat pekerja dan serikat buruh menyampaikan dua tuntutan, yakni angka kenaikan UMK tahun 2023, dan angka kenaikan upah bagi pekerja diatas satu tahun.
Persentase kenaikan upah sebesar 7,09 persen dibenarkan oleh Kepala Disnaker Kota Bekasi, Ika Indah Yarti. Angka tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan, pihaknya juga memfasilitasi tuntutan kenaikan upah bagi pekerja diatas satu tahun untuk disampaikan kepada gubernur.

“Rekomendasi hanya untuk UMK Kota Bekasi tahun 2023, adapun yang menjadi tuntutan serikat pekerja atau serikat buruh sebagai aspirasi difasilitasi dan kami sampaikan kepada gubernur,” paparnya, Selasa (29/11).

Jika persentase kenaikan ini disepakati di tingkat provinsi dan ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat, maka UMK Kota Bekas dapat dipastikan menembus Rp5.159.248,20 di tahun 2023.
Persentase kenaikan upah yang muncul berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 18 tahun 2022 ini tidak disepakati oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Bekasi, mereka tidak ikut ambil kesepakatan. Pasalnya, Permenaker ini dinilai bermasalah secara hukum.

“Karena dia bermasalah secara hukum, maka Apindo tetap berpegang pada PP 36 tahun 2021,” kata Ketua Apindo Kota Bekasi, Farid Elhakamy.

Sehingga, keputusan hasil rapat kemarin diserahkan kepada masing-masing pengusaha, tercatat ada 300 industri anggota Apindo Kota Bekasi. Ratusan perusahaan tersebut mempunyai pilihan untuk membayar upah sesuai keputusan rapat Depeko, menunggu proses uji materi sampai hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) keluar, atau memilih opsi lain.

Jika perusahaan menunggu putusan MK, maka 1 Januari nanti upah akan tetap dibayar melalui persentase kenaikan sesuai perhitungan PP 36 tahun 2021, dengan persentase kenaikan 3,09 persen. Untuk dapat memilih opsi ini, pengusaha harus berunding dengan serikat pekerja di masing-masing perusahaan.

“Kalau nanti MK memutuskan pembayaran upah 7,09 persen, otomatis sisanya (kekurangan) dibayar belakangan. Tapi itu sifatnya Bipartit, antara serikat pekerja di perusahaan dengan pengusaha, kalau itu mereka lakukan ya nggak ada masalah, selama ada kesepakatan,” tambahnya.

Diketahui, beberapa waktu lalu Apindo Kota Bekasi menyatakan sikap menolak Permenaker nomor 18 tahun 2022, pengusaha menilai aturan baru tersebut cacat hukum, bertentangan dengan aturan diatasnya, yakni PP nomor 36 tahun 2021.

Meskipun belum terjadi, para pengusaha disebut mempersiapkan berbagai opsi jika upah naik tinggi. Diantaranya mengurangi karyawan, mengurangi hari kerja, merumahkan karyawan, hingga relokasi perusahaan ke luar Kota Bekasi.

“Kalau kenaikannya 10 persen dia (pengusaha yang memiliki) 1.200 karyawan pilih pindah ke Vietnam, ini kan otomatis pengangguran akan bertambah di Kota Bekasi. Itu yang tidak kita inginkan,” tandasnya.

Sedangkan, Anggota Depeko perwakilan serikat pekerja, Purwadi menyampaikan kenaikan upah hasil perhitungan dari unsur pekerja sebesar 15,9 persen. Perhitungan ini didasarkan pada Permenaker 18, plus penyesuaian terhadap angka inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel lain.

“Yang di voting adalah pemerintah dan kita, pemerintah ada 11 orang, kita lima, akhirnya kita kalah. Tapi walaupun kalau tetap ada kenaikan Rp341 ribu,” katanya.

Pihaknya berharap Plt Walikota Bekasi dapat merubah angka rekomendasi yang akan diserahkan kepada gubernur.

Selain mengajukan angka kenaikan UMK tahun 2023, unsur serikat pekerja juga mengajukan kenaikan upah bagi pekerja diatas satu tahun sebesar 12 persen. Alasannya, pekerja yang telah bekerja di perusahaan di atas satu tahun telah memberikan banyak kontribusi kepada perusahaan, sehingga dinilai memiliki hak untuk mendapat kenaikan upah.

“Kalau diatas satu tahun tidak dinaikkan, nanti kesundul (tidak berbeda dengan upah pekerja dibawah satu tahun). Bisa lebih besar yang UMK, maka dari itu harus ada jeda,” tambahnya.

Terpisah, rapat pengupahan tahun 2023 di Kabupaten Bekasi juga telah membuahkan hasil. Tidak berbeda jauh dengan Kota Bekasi, UMK Kabupaten Bekasi baik 7,2 persen atau Rp345.731,54.

Dengan begitu, UMK Kabupaten Bekasi tahun 2023 tembus Rp 5.137.575. Angka tersebut diyakini menjadi salah satu yang terbesar di tanah air. Upah ini ditetapkan setelah dewan pengupahan menggelar serangkaian rapat di Komplek Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Dalam rapat yang dihadiri anggota dewan dari perwakilan pekerja, pengusaha, pemerintah daerah dan akademisi, sempat terjadi berbagai perdebatan. Sampai akhirnya, UMK 2023 ditetapkan naik sebesar 7,2 persen. Kenaikan itu didasarkan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 18 tahun 2022. Tercatat, kenaikan UMK tersebut ada selisih sebesar Rp 345.731 dari yang sebelumnya.

“Ada selisih sebesar Rp 345.731 dari sebelumnya. Pada UMK 2022 ini kan Rp 4.791.843 menjadi Rp 5.137.575. Ada kenaikannya 7,2 persen,” ujar Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Edi Rochyadi, usai rapat, Selasa (29/11/2022).

Penetapan ini dilakukan setelah melalui perdebatan yang cukup alot. Kaum pekerja menginginkan kenaikan signifikan, sedangkan kalangan pengusaha menginginkan sebaliknya. Bahkan, sempat ada wacana untuk tidak menaikan UMK 2023. Namun demikian dirinya menilai, perdebatan itu sah-sah saja karena sebatas menyampaikan pendapat.

Edi mengakui, penetapan UMK tidak akan memuaskan seluruh pihak. Kendati demikian, aturan tetap harus ditegakkan. Kenaikan UMK di Kabupaten Bekasi dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dari data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Barat, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bekasi sebesar 3,65, sedangkan inflasi 6,12 sehingga didapat kenaikan upah minimum sebesar 7,22 persen.

“Semua kelihatannya ada yang menerima ada yang tidak menerima, itu hal biasa. Namun ini sudah sesuai aturan dan rencananya akan segera ditandatangani oleh bupati untuk dilanjutkan pada gubernur,” jelasnya.

Dengan penetapan tersebut, Kabupaten Bekasi menjadi daerah dengan UMK tertinggi ketiga di Jabar. UMK terbesar pertama berasal dari Karawang yang mencapai Rp 5.176.179, kemudian Kota Bekasi dengan UMK sebesar Rp 5.158.248. Dalam beberapa tahun terakhir, ketiganya kerap menjadi daerah dengan UMK terbesar di tanah air.

Sementara itu, pengusaha telah merealisasikan rencananya untuk melakukan uji materi atas Permenaker 18/2022 ke Mahkamah Agung (MA). Sepuluh asosiasi pengusaha yang terdiri dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (Hippindo), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjuk kantor hukum milik Denny Indrayana untuk mewakili mereka di proses hukum tersebut.

Permohonan uji materi ini telah didaftarkan pada Senin (28/11), bersamaan dengan batas waktu penetapan UMP oleh para gubernur. Dalam permohonan setebal 42 halaman tersebut, pengusaha turut menyertakan 82 alat bukti. ”Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di MA, sebelum disidangkan,” ujar Denny dalam keterangan resminya.

Lebih lanjut, Denny memaparkan sejumlah dalil-dalil uji materiil dan formil mengapa Permenaker 18/2022 harus dibatalkan oleh MA. Salah satunya, Permenaker 18/2022 ini dinilai melanggar setidaknya enam peraturan perundangan. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang Pengupahan, Undang-Undang (UU) 13/2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana terakhir kali diubah dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja, UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal, dan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan UU 13/2022.

Denny menegaskan, Permenaker 18/2022 telah menambah dan mengubah norma yang ada di PP 36/2021, yang jelas mengatur soal upah minimum. Artinya, Permenaker tersebut secara nyata bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi

Selain itu, lanjut dia, menteri ketenagakerjaan sejatinya tidak berwenang mengambil alih otoritas presiden untuk mengatur upah minimum yang sudah didelegasikan pengaturannya ke dalam PP 36/2021. Apalagi, pengubahan kebijakan melalui Permenaker 18/2022 ini dilakukan mendadak tanpa melibatkan stakeholder terkait, termasuk pembahasan dengan Dewan Pengupahan Nasional (depenas) dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.
”Kesemuanya menyebabkan dilanggarnya prinsip kepastian hukum, sekaligus menghadirkan ketidakpastian yang memperburuk iklim investasi nasional,” paparnya.

Karenanya, para pengusaha ini meminta MA untuk menunda pelaksanaan Permenaker 18/2022 untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Mereka juga memohon agar segera memutuskan pengujian tersebut yang dinilai sangat penting bagi kelangsungan usaha di Indonesia.

Menurut Denny, pengajuan pembatalan Permenaker 18/2022 merupakan ikhtiar para asosiasi pengusaha untuk menegakkan prinsip keadilan dalam berinvestasi. Termasuk, dalam penentuan upah minimum yang harus menyeimbangkan kepentingan semua pihak, tidak terkecuali di antara pengusaha dan tenaga kerja. Sehingga, dapat tercipta kemitraan yang saling menghormati dan menguntungkan semua pemangku kepentingan. (mia/Sur/Pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin