Berita Bekasi Nomor Satu

Konsumsi Gas ‘Melon’ Dibatasi

ILUSTRASI: Petugas menata gas elpiji 3 kilogram di agen gas elpiji di kawasan Bekasi Timur Kota Bekasi, belum lama ini. Harga gas elpiji di pedagang eceran mengalami kenaikan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Bekasi kedepan nanti tak bisa lagi leluasa membeli Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg. Pasalnya, pemerintah lewat PT Pertamina (Persero) bakal membatasi pembelian gas ‘melon’, secara bertahap di seluruh Indonesia mulai tahun 2023. Pembelian dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau aplikasi MyPertamina dinilai tidak tepat. Pertamina dinilai tidak serius mengatur distribusi barang bersubsidi ini agar tepat sasaran.

Kebijakan ini disebut telah berjalan di lima kabupaten dan kota di Indonesia. Langkah ini perlu dilakukan lantaran LPG 3 kg bukan hanya dibeli oleh masyarakat miskin, tapi juga orang kaya.

Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) akan diinput ke dalam website subsidi tepat milik Pertamina. Dengan begitu, diyakini LPG 3 kg akan diterima oleh tangan yang berhak membeli.”Kita sedang menyinkronkan data P3KE dengan data pembeli LPG 3 kg,” kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Selasa (20/12/2022).

Irto memastikan, penerapan aturan pembelian LPG 3 Kg dengan KTP tidak menyulitkan masyarakat. Nantinya, pelanggan LPG 3 kg cukup menunjukkan KTP tanpa perlu mengunduh aplikasi ataupun Kode QR. “Membeli seperti biasa, cukup tunjukkan KTP-nya. Masyarakat tidak perlu mendownload aplikasi ataupun QR Code,” jelas Irto.

Bagi masyarakat, yang sudah terdaftar dalam P3KE dapat langsung membeli LPG 3 Kg tanpa perlu menunjukkan KTP. Namun, bagi masyarakat yang belum terdaftar diwajibkan untuk menunjukkan KTP. “Bagi yang datanya belum masuk, maka data yang bersangkutan akan diupdate dan langsung bisa beli seperti biasa,” ucap Irto.

Untuk uji coba tahap awal dilakukan di 5 kecamatan yang tersebar di 4 kota besar Indonesia. Yakni, Batam, Tangerang, Mataram, dan Semarang. “Saat ini, kita baru melakukan uji coba di sekitar 5 kecamatan, tahun depan akan kita roll out secara bertahap,” ujar Irto.

Instrumen penyaluran barang bersubsidi ini nampaknya harus benar-benar diperhatikan. Selain rumah tangga, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga perlu diperhatikan untuk tetap bisa membeli LPG 3 kg.

Ketua UMKM Cluster Makan dan Minum (Mamin) Kota Bekasi, Afif Ridwan mengatakan, sebagian besar pelaku usaha mikro menggunakan LPG 3 kg. Selain perbandingan harga dengan LPG non subsidi jauh lebih ringan, gas 3 kg juga dianggap praktis terutama bagi pelaku usaha mikro yang menjajakan produknya dengan cara berkeliling, seperti pedagang bubur.

Ia meminta pemerintah atau Pertamina tidak melupakan pelaku UMKM sebagai kelompok yang berhak membeli LPG 3 kg, pelaku UMKM harus masuk dalam daftar penerima subsidi. Untuk mendata pelaku usaha ini, Nomor Induk Berusaha (NIB) atau surat keterangan berusaha disebut bisa menjadi salah satu dokumen persyaratan.

“Kemudian kalau disyaratkan, nomor induk berusaha atau surat keterangan itu bisa digunakan, di surat itu bisa kelihatan modalnya berapa,” paparnya, Selasa (20/12).

Besaran modal usaha para pelaku usaha bisa memberikan keterangan bahwa pelaku usaha tersebut berhak membeli LPG 3 kg. Sehingga tidak semua pelaku usaha mikro dipukul rata memiliki kemampuan ekonomi diatas garis kemiskinan.

“Mereka kan nyaris nggak pernah dapat subsidi apapun dari pemerintah untuk kegiatan (usaha) mereka,” ungkapnya.

Belum lagi, beban ekonomi yang dirasakan oleh para pelaku UMKM dewasa ini semakin berat. Efek pandemi belum sepenuhnya hilang, pelaku UMKM harus ikut merasakan kenaikan tarif BBM dan listrik.

Jika harus membeli gas LPG non subsidi, maka hal itu akan menambah beban pelaku UMKM. Belum lagi, ramalan ekonomi global yang prediksi makin gelap di tahun 2023.

“Di 2022 itu kita masih kacau, efek pandemi masih terasa di 2022, pokoknya masih parah ekonomi kita,” tambahnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai Pertamina tidak serius mengatur distribusi LPG 3 kg tepat sasaran. Distribusi LPG 3 kg yang selama ini dilakukan secara terbuka membuat barang bersubsidi ini tidak tepat sasaran, dan jumlahnya tidak sedikit.

“Menurut saya distribusinya harus tertutup,” ungkapnya.

Namun menurut dia, pendataan dengan KTP tidak bisa memberikan keterangan status ekonomi masyarakat. Sedangkan aplikasi MyPertamina pada saat uji coba pembatasan distribusi BBM dinilai gagal.

Data masyarakat miskin yang dimiliki oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bisa digunakan sebagai basis data, atau menggunakan data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang telah dimiliki oleh pemerintah.

“Jadi penggunaan KTP, MyPertamina, menurut saya itu bukan instrumen yang tepat untuk pendistribusian tertutup tadi,” tambahnya.

Berbekal data yang telah dimiliki oleh pemerintah, distribusi bisa dilakukan dengan cara pemberian kartu atau kode barcode kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat yang dapat memberi gas LPG 3 kg hanya masyarakat yang memiliki kartu atau kode barcode. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin