Berita Bekasi Nomor Satu

Tiga Sekolah Digembok Warga

Pengendara motor melintas di depan Sekolah SDN Bantargebang IV yang disegel oleh ahli waris di Jalan Pasar Lama Bantargebang Kota Bekasi. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bantargebang III, IV dan V terancam terhenti, jika pemilik lahan tempat berdirinya sekolah tersebut meminta hak nya. Pasalnya, saat ini tanah tempat bangunan sekolah berdiri sudah dikuasai pemilik ahli waris dan berkekuatan hukum tetap.

Pantauan Radar Bekasi, tak ada aktivitas di SDN Bantargebang IV berlokasi di Jalan Pasar Lama RT 01/04 Kelurahan Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Lingkungan sekolah nampak sepi, pintu gerbang digembok, sementara beberapa pihak sekolah nampak keluar masuk lewat pintu gerbang kecil berada di samping sekolah.

Dari luar lingkungan sekolah nampak berdiri plang yang memberikan informasi bahwa tanah lokasi sekolah berdiri milik ahli waris H.M Nurhasanudin Karim. Dibagian bawahnya, plang memberikan peringatan untuk tidak menggunakan atau memanfaatkan tanah tanpa izin kuasa hukum ahli waris, lengkap dengan ancaman pidananya.”Ada tiga sekolah yang dipasang plang begini,” kata salah satu warga di sekitar.

Ya, tiga sekolah tersebut yakni SDN III, IV, dan V. Keputusan Mahkamah Agung (MA) RI nomor 804 K/PDT/2022 jo. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung nomor 392/PDT/2021/PT BDG jo dan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Bekasi nomor 253/Pdt.G/2020/PN.BKS menjadi dasar ahli waris atau kuasa hukumnya memasang plang.

Gugatan kepada Pemkot Bekasi didaftarkan ke PN Bekasi sejak Juli 2020, total ada sembilan orang penggugat. Perkara Perdata ini kemudian berlanjut usai Pemkot Bekasi mengajukan banding ke PT Bandung, dan kasasi ke MA dan diputus Maret 2022.

Berdasarkan informasi yang didapat Radar Bekasi, H.M Nurhasanudin Karim merupakan Kepala Desa (Kades) Layungsari, sebelum diubah menjadi Desa Bantargebang pada tahun 1982.”Ya, beliau mantan kepala desa di sini,”kata salah satu kerabat ahli waris, Jamalludin.

Pria yang juga sebagai ketua Gerakan Masyarakat Bantargebang (Gerbang) ini menambahkan, tidak semua tanah di atas gedung sekolah milik ahli waris. Di salah satu sekolah, sebagian tanahnya adalah hasil swadaya masyarakat kala itu.

Saat ini, ahli waris menunggu langkah yang akan dilakukan oleh Pemkot Bekasi, membuka ruang untuk Pemkot membebaskan tanah tersebut. “Sudah diajukan nilainya, kalau tidak salah Rp19,190 miliar dari tiga sekolah tersebut,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi Uu Saeful Mikdar menyebut bahwa kegiatan sekolah masih berlangsung normal, siswa dalam keadaan libur akhir semester ganjil. Saat ini, Pemkot Bekasi disebut tengah berusaha untuk berkomunikasi dengan kuasa hukum dan ahli waris.

Meskipun Pemkot Bekasi dalam putusan kasasi MA kalah, ia menyebut tidak ada perintah pengosongan lahan.”Karena itu tanahnya saja yang kepunyaan ahli waris, tetapi bangunan kepemilikan pemerintah kota,” ungkapnya.

Untuk segera membebaskan lahan, ia menyebut Pemkot Bekasi perlu menganggarkan uang yang diperlukan.Terkait dengan penggembokan gerbang sekolah, Uu menyebut di SDN Bantargebang V memang dalam posisi digembok, namun kunci gembok diserahkan kepada penjaga sekolah.

Sedangkan SDN Bantargebang IV, pintu gerbang utama dalam keadaan digembok, sedangkan gerbang yang berada di samping sekolah tidak digembok.

Situasi agak berbeda ada di SDN Bantargebang III, dimana gedung sekolah berdiri di lingkungan berbeda, lokasi antara gedung satu dengan gedung lainnya berhadapan, terpisah oleh ruas jalan. Pintu gerbang SDN III yang digembok kata Uu, merupakan pintu gerbang gedung sekolah yang sudah tidak digunakan.

“Dari sisi pemerintah kota itu untuk membayar siapa saja, cuma posisinya penganggaran itu kan tidak bisa langsung membayar, harus ada perencanaan,” terangnya.

Untuk status tanah di dua lingkungan sekolah, tidak semua milik ahli waris sesuai putusan MA. Tanah seluas 505 meter persegi di SDN Bantargebang III dan 1000 meter persegi di SDN Bantargebang V adalah milik ahli waris. Sedangkan tanah seluas 1.942 meter persegi di atas bangunan SDN Bantargebang IV seluruhnya milik ahli waris.

Uu menyebutkan bahwa bangunan sekolah didirikan sejak tahun 1979 sampai 1980.”Doakan saja biar kami melakukan pendekatan, itu kan anak bangsa, dan tidak ada perintah untuk mengosongkan di (putusan) kasasinya,” tambahnya.

Jaminan kepada peserta didik untuk tetap mendapat kenyamanan dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi perhatian. Persoalan hukum antara kedua belah pihak tidak boleh mengganggu kelanjutan proses KBM peserta didik.

Hal ini ditekankan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi dari Daerah Pemilihan (Dapil) III, Komarudin. Ia meminta persoalan hukum terhadap lahan sekolah tersebut tidak menyandera kepentingan siswa untuk mengikuti KBM.

“Saya menganjurkan kepada para pihak, jangan sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar atau menyetop belajar mengajar,” katanya.

Komarudin juga minta Pemkot Bekasi menjadikan peristiwa yang menimpa tiga SDN di Bantargebang menjadi pelajaran dalam mengelola aset. Terutama, aset yang pada waktu terdahulu diperoleh dari proses hibah masyarakat, tidak menjadi permasalahan di kemudian hari.”Semua SD atau semua aset pemerintah Kota Bekasi itu harus konfirm status kepemilikan lahannya milik Pemerintah Kota Bekasi,” tambahnya. (Sur)