Berita Bekasi Nomor Satu

Bekasi Kekurangan Dokter Spesialis

RSUD
ILUSTRASI : Seorang dokter saat merawat pasien. RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi mengoptimalkan perawatan pasien Covid-19.DOK/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Indonesia masih kekurangan dokter, hal ini beberapa kali disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, salah satu faktornya adalah sebaran dokter yang tidak merata di semua wilayah di Indonesia. Hal serupa juga terjadi di Kota Bekasi, kekurangan dokter meliputi dokter umum, spesialis, hingga sub spesialis.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Kota Bekasi masih mengalami kesulitan untuk memenuhi jumlah dokter. Kesulitan ini dialami oleh Fasilitas Kesehatan (Faskes) milik pemerintah maupun swasta.

Pertengahan tahun 2022 Menkes sudah menyampaikan bahwa Indonesia kekurangan 160 ribu dokter. Bahkan, diperkirakan butuh 14 tahun untuk memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mencapai rasio 1 per 1.000 populasi.

Maka, dengan jumlah 270 juta masyarakat Indonesia, diperlukan 270 ribu dokter. Sementara berdasarkan data jumlah dokter yang bekerja di Dinas Kesehatan (Dinkes) seluruh Indonesia, hanya berkisar 110 ribu orang.

Menyikapi persoalan dokter ini, Budi Gunadi akhir tahun kemarin membeberkan beberapa akselerasi yang akan dilakukan oleh Kemenkes.

Pertama, berkaitan dengan biaya pendidikan dokter, pemerintah meluncurkan 1.500 kuota beasiswa untuk dokter spesialis. Untuk itu, Kemenkes akan menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, diantaranya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Pemerintah Daerah (Pemda) guna memastikan dokter spesialis dibayar sesuai standar.

Kekurangan dokter spesialis di Indonesia mencapai 417 dokter spesialis. Sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, jumlah dokter spesialis penyakit stroke, jantung, kanker, dan ginjal menjadi prioritas.

Hal serupa nampak di Kota Bekasi, jumlah dokter saat ini sekira 161 orang. Data tersebut terdiri dari dokter umum sebanyak 151 orang, sedangkan kebutuhan dokter 206 orang.”Gap kebutuhan dokter umum 55 orang,” ungkap Plt Sekretaris Dinkes Kota Bekasi, Hadi Prabowo.

Ratusan dokter umum tersebut terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dan pegawai kontrak.Sementara untuk dokter spesialis, masih dibutuhkan sekira 40 dokter untuk memenuhi kebutuhan di Kota Bekasi.”Dokter spesialis yang kita punya ada 10 orang,” tambahnya.

Jumlah dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Chasbullah Abdulmajid (RSUD CAM) disebut sudah mencukupi. Rumah sakit tipe B ini memiliki 130 dokter, terdiri dari 39 dokter umum, 4 dokter gigi, 8 dokter spesialis gigi, dan 79 dokter spesialis.

“Kalau untuk RSUD CAM Kota Bekasi termasuk dalam kategori cukup,” kata Dirut RSUD CAM Kota Bekasi, Kusnanto Saidi.

Kekurangan dokter spesialis ini pernah menjadi kendala di Kota Bekasi saat mempersiapkan penanganan penyakit gagal ginjal akut yang sempat menjadi perhatian beberapa waktu lalu. Jumlah dokter dan peralatan medis khusus untuk menangani penyakit ini menjadi keseharian serius saat itu.

Keberadaan dokter spesialis saat itu sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus gagal ginjal akut di Kota Bekasi.

“Karena ternyata dokter kita pun juga yang secara spesifikasi menangani itu juga, sangat terbatas,” ungkap Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto beberapa waktu lalu.

Direktur RS Ananda, Titi Masrifahati mengatakan, RS swasta di Kota Bekasi tidak mengalami banyak kesulitan untuk memenuhi jumlah dokter umum dan spesialis. Hal ini didukung oleh kondisi Bekasi sebagai kota besar.

Namun, bukan berarti tanpa permasalahan. Rumah sakit di Kota Bekasi masih memiliki kesulitan untuk merekrut dokter spesialis urologi, serta dokter sub spesialis.

“Itu yang masih kurang untuk RS tipe B, tapi kalau untuk dokter spesialis jumlahnya mencukupi. Tidak terlalu sulit kita untuk merekrut jika ada kebutuhan, karena kita kota ya, saya rasa RS lain juga seperti itu,” ungkapnya.

Rumah sakit akan merujuk pasien setiap kali dibutuhkan penanganan oleh beberapa dokter spesialis dan sub spesialis yang langka tersebut.

Apa yang beberapa kali disampaikan oleh Menkes, Budi Gunadi Sadikin kata Titi, dilatarbelakangi oleh tidak meratanya distribusi dokter di Indonesia. Oleh karena itu, ia menyambut baik pemberian ribuan kuota beasiswa dokter spesialis yang diyakini akan memperbaiki permasalahan ini.

Pasalnya, perkembangan penyakit dewasa ini semakin meningkat, begitu juga usia penderitanya. Diantaranya diabetes dan hipertensi, Titi menyebut kecenderungan saat ini menyerang masyarakat usia muda.

“Menkes pastinya sudah menghitung rasio antar dokter spesialis dengan jumlah penduduk, kemudian rasio orang-orang penyandang penyakit infeksi maupun non infeksi. Kemudian yang kedua distribusi yang tidak merata,” tambahnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, Eko Nugroho. Ia menyebut jumlah dokter spesialis di Kota Bekasi relatif mencukupi.

Hanya saja, ada beberapa dokter spesialis yang masih langka, salah satunya dokter spesialis bedah syaraf.”Jadi kalau di Kota Bekasi ada RS swasta yang mau menyediakan pelayanan dan teknologi operasi bedah syaraf, masih sulit mendapatkan tenaga ahlinya,” kata Eko.

Terlepas dari kondisi itu, ia menilai Kota Bekasi telah memiliki semua layanan kesehatan, mulai dari pelayanan kesehatan dasar, berbasis teknologi, hingga pelayanan kemoterapi bagi pengidap kanker.

Termasuk rasio tempat tidur di RS, ia menyebut rasio tempat tidur RS sudah ideal, diatas 1:1000 orang. Sesuai dengan jumlah penduduk sebanyak 2.543.675 hasil sensus penduduk tahun 2020, maka idealnya Kota Bekasi memiliki sekira 2.544 tempat tidur.

“Total bed rumah sakit termasuk RS pemerintah dan swasta di kota bekasi sekitar 5050 bed, berarti sudah cukup ya,” ungkapnya.

Kekurangan pada sisi layanan kesehatan saat ini di Kota Bekasi kata Eko, yakni pelayanan yang terintegrasi mulai dari pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, klinik, dan praktik dokter pribadi, hingga ke RS.

Sehingga masyarakat belum bisa mengakses data pelayanan kesehatan di tiap Fasyankes. Integrasi layanan kesehatan ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi dunia kesehatan di Kota Bekasi tahun 2023, selain memperbaiki mutu layanan dan jumlah dokter.

“Masih banyak klinik dan RS yang belum bisa menyediakan digitalisasi dan rekam medis elektronik,” tambahnya. (Sur)