RADARBEKASI.ID, BEKASI – Puluhan remaja di Kota dan Kabupaten Bekasi terpaksa menikah dini. Mereka mendapatkan dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama (PA). Pasalnya, berdasarkan usia mereka belum genap berusia 19 tahun, syarat perkawinan sesuai dengan Undang-undang (UU) nomor nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan.
Perkawinan usia anak ini beberapa kali menjadi sorotan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), lantaran memiliki berbagai dampak negatif.
Perbuatan negatif melahirkan dampak negatif pula, begitu kenyataan yang beberapa kali terjadi di Bekasi, apalagi jika tidak ada sedikitpun niat untuk bertanggung jawab. Salah satu peristiwa yang mengejutkan adalah penemuan bayi tidak jauh dari lingkungan sekolah beberapa waktu lalu, bayi nahas tersebut dibuang sesaat setelah dilahirkan di kamar mandi sekolah.
Permohonan dispensasi kawin tahun 2020 di PA Kelas 1A Bekasi menjadi yang tertinggi, yakni 61 perkara. Setahun sebelumnya ada 30 perkara, dan tahun 2021 ada 46 perkara.
Tahun 2022, ada 41 permohonan dispensasi kawin, dari total 5.921 perkara yang masuk ke PA Bekasi. Hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas menjadi faktor yang dominan melatarbelakangi permohonan dispensasi kawin.”Yang banyak begitu, dampak pergaulan,” kata Humas PA Kelas 1A Bekasi, Uman.
Menurut dia, kesibukan warga Kota Bekasi membuat orang tua tidak bisa maksimal mengawasi anak-anaknya. Sementara, perkembangan teknologi informasi yang semakin baik juga menimbulkan efek negatif, lantaran disalahgunakan fungsinya.
Namun, pengadilan tidak hanya mempertimbangkan kondisi yang terjadi pada Catin saja, melainkan kesiapan Catin untuk berumah tangga.
Sehingga tidak heran jika di setiap persidangan, hakim akan mendengarkan beragam argumentasi orang tua maupun Catin untuk mendapat dispensasi kawin. Diantaranya karena kondisi Catin perempuan sudah dalam keadaan hamil, hingga kekhawatiran berbuat diluar nalar.
“Kalau pengadilan nanti memandang bahwa (apakah) memang ini sudah layak berumah tangga. Kalau katakanlah mengajukan dispensasi karena sudah hamil, tinggal nanti kan ada aturannya, lewat asal usul anak,” tambahnya.
Uman menjabarkan, penilaian pengadilan diantaranya adalah kesiapan Catin untuk berumah tangga, kemampuan Catin laki-laki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kemampuan Catin Perempuan menjadi seorang ibu. Pertimbangan lainnya tidak lepas dari kedua orang tua Catin, yakni kesiapan orang tua untuk mendukung keduanya menjalankan rumah tangga, sampai kesiapan membimbing kedua Catin selama menjalani rumah tangga.
Jika berbagai aspek itu tidak memperlihatkan kesiapan Catin menjalankan rumah tangga, dikhawatirkan keduanya akan kembali ke PA dengan perkara lain, yakni perceraian. Tahun ini, total ada 4.887 perkara perceraian yang masuk ke PA Kelas 1A Bekasi, sebagian besar permohonan diajukan oleh istri.
Latar belakang perceraian paling banyak karena perselisihan. Faktor yang mendasar akan terbuka pada perjalanan persidangan, yakni ekonomi, atau kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga.
Belum lama ini, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti merespon perkawinan Catin di bawah umur, atau dibawah syarat usia perkawinan sesuai UU yang berlaku. Ia menyebut perlu edukasi ekstra kepada masyarakat terkait dengan bahaya pernikahan di bawah umur.
Untuk meminimalisir angka perkawinan di bawah umur, diperlukan tanggung jawab semua pihak, mulai dari masyarakat umum, pengurus RT/RW, Kader Posyandu, hingga pemerintah. Evi mengingatkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya guna menata masa depan.
“Entah dipaksa atau apapun itu konteksnya, di luar itu harus diselamatkan masa depan anak-anak. Juga bahayanya bagi organ reproduksi bagi perempuan, anak yang belum mencukupi usianya untuk mengandung misalnya, harus dipaksa untuk mengandung,” paparnya belum lama ini kepada Radar Bekasi.
Lebih lanjut, Kota Bekasi akhir tahun kemarin telah menyelesaikan rancangan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan dan Anak, melibatkan semua unsur yang berkaitan. Regulasi ini kata Evi, akan berfungsi untuk melindungi perempuan dan anak pada dunia kerja, termasuk kesehatan.
“Untuk nikah dini itu kan sebenarnya terkait semua. Oleh karena itu, semua ini secara komprehensif melindungi dari berbagai aspek,” tambahnya.
Sementara itu di Kabupaten Bekasi, pada tahun 2022 lalu ada 26 pasangan yang mengajukan dispensasi menikah,” “Dispensasi nikah di tahun 2021 ada 28. Kemudian untuk tahun 2022 itu ada 26. Malahan menurun kalau dilihat dari data,” kata ujar Humas Pengadilan Agama Cikarang, A Jazuli, saat ditemui di sela-sela kesibukannya, Selasa (17/1/2023).
Untuk alasannya sendiri paling banyak karena hamil diluar nikah. Kemudian ada kekhawatiran orang tua anaknya itu melakukan sesuatu yang melanggar agama.
“Kepala KUA setempat itu menolak, ketika ada calon pengantin yang mau menikah, ternyata data umurnya belum cukup sesuai aturan. Sehingga KUA membuat surat keterangan bahwa calon pengantin ditolak karena masih belum cukup umur. Data penolakan itulah yang diajukan ke Pengadilan Agama, salah satunya untuk minta dispensasi dengan alasan sudah mendesak,” jelasnya.
Selain itu, angka perceraian di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 sebanyak 3,630 pasangan suami-istri bercerai. Sedangkan pada tahun 2022 angka perceraian mengalami peningkatan menjadi 3,970 kasus.
Sepanjang tahun 2021, cerai gugat atau istri yang mengajukan perceraian sebanyak 2.602. Lalu cerai talak atau suami yang mengajukan perceraian hanya 1.028. Tren istri cerai suami terus berlanjut sepanjang tahun 2022, cerai gugat sebanyak 2.846. Kemudian cerai talak hanya 1.124
“Lebih banyak istri yang mengajukan cerai. Kalau dibandingkan tahun 2021, jumlah perceraian pada tahun 2022 mengalami peningkatan,” ujar Jazuli.
Secara keseluruhan di Jawa Barat, lanjutnya, Kabupaten Bekasi termasuk daerah yang tinggi kasus perceraiannya. Penyebab perceraian rata-rata kebanyakan karena faktor ekonomi, dan kedua akhlak suami maupun istri. Misalkan, suami berselingkuh atau istri yang selingkuh. Bisa juga karena suami tempra mental.
“Penyebabnya hanya dua, ekonomi dan akhlak dari kedua pasangan. Setiap hari yang mengajukan perceraian tidak menentu, tapi rata-rata mencapai puluhan,” ungkapnya.
Secara keseluruhan data yang ada di Pengadilan Agama Cikarang, jumlah pengajuan perceraian dan kasus yang lainnya dalam rumah tangga sepanjang tahun 2021 sebanyak 4.807. Kemudian pada tahun 2022 meningkat menjadi 5.027.
“Untuk kasus perceraian itu sekitar 3000 sampai 4000. Nah seribunya itu kasus yang lain. Masalah pengasuhan anak, dispensasi nikah, isbat nikah, gugatan harga bersama, gugatan pemeliharaan anak, maupun lain-lainnya,” tuturnya. (Sur/pra)