RADARBEKASI.ID, BEKASI – Fenomena homoseksual atau Laki-laki Suka Laki-laki (LSL) makin terbuka dan bisa dijumpai oleh semua orang, hal itu nampak di beberapa laman media sosial. Kelompok ini menyumbang angka terbanyak dalam kasus HIV/AIDS di Indonesia, termasuk Bekasi.
Selain HIV/AIDS yang mengancam kelompok ini, beberapa peristiwa sempat menyorot perhatian publik. Diantaranya kasus pembunuhan mutilasi hingga kasus sodomi anak akibat orientasi seksual ini.
Penelusuran di laman media sosial dengan kata kunci Bekasi, ditemukan kaum pelangi yang terang-terangan menyatakan identitasnya, bahkan tidak jarang unggahan mereka cenderung sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk sesama jenis.
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) juga tercatat sebagai salah satu penyebab perceraian di Bekasi, meskipun tercatat secara spesifik. Fakta ini nampak pada perjalanan persidangan.
Sejauh ini tidak ada yang mengeluarkan data secara spesifik terkait dengan LGBT. Estimasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2012 lalu, terdapat 1.095.970 LSL di Indonesia, lebih dari lima persennya mengidap HIV.
Tahun 2018 silam, total ada 23 ribu LGBT, dengan 1.500 tempat pertemuan di kota maupun kabupaten di Jawa Barat.
Salah satu penyuka sesama jenis, D mengakui bahwa LSL atau yang ia sebut sebagai kaum pelangi semakin terbuka, khususnya di Media sosial. Hal ini menjadi salah satu faktor seorang LS Mendapat perlakuan berbeda atau diskriminasi dari lingkungan sekitarnya.
Tapi bagi dia yang selama ini sembunyi-sembunyi, diskriminasi relatif tidak dirasakan. Selama ini, D berpenampilan dan beraktivitas layaknya laki-laki normal, identitas disembunyikan rapat-rapat, ia juga mengaku tidak masuk ke dalam komunitas atau kelompok kecil LSL.
“Mungkin kalau menunjukkan itu ada rasa kebanggaan kali ya, khususnya di media sosial yang mulai terang-terangan gitu kan, mungkin mereka lagi mencari jati diri,” katanya.
Lingkungan menjadi faktor dominan yang membuat ia menjadi penyuka sesama jenis. Beberapa tahun lalu, D kerap mengunjungi tempat hiburan malam, lingkungan akhirnya membentuk orientasi seksual D.
Ia masih intens memperhatikan dunia yang ia sebut sebagai dunia pelangi, juga mengakui ada LSL yang menjadi pekerja seks untuk sesama jenis. Terang-terangan D tidak menyetujui fenomena ini, aspek kesehatan menjadi salah satu alasannya.
“Apalagi kan sekarang itu banyak banget aplikasi kaum-kaum pelangi itu banyak banget, jadi ya itu,” tambahnya.
Salah satu pendamping sebaya kaum LSL, S juga mengakui ini. Ia menyebut kliennya di lapangan beberapa diantaranya juga pria pekerja seks.
“Ada banyak sih, kadang aku punya klien yang wanita pekerja seks, dan pria pekerja seks juga,” katanya.
Fenomena ini kata dia, terjadi karena seseorang berada di lingkungan keluarga yang tidak bisa memberikan kasih sayang. Meskipun tidak setuju dengan pria pekerja seks, namun beragam alasan di belakangnya membuat ia harus memaklumi, apalagi urusan ekonomi.
Selama bertugas sebagai pendamping sebaya, ia mendapatkan klien dari jejaring komunitas, kelompok LSL ini juga memiliki aplikasi khusus untuk mereka. Ia ditugaskan untuk mendampingi kelompok LSL di wilayah Kota Bekasi di salah satu NGO, mulai dari pemeriksaan kesehatan, pengobatan, hingga memberi dukungan psiko sosial.
Terkait dengan stigma negatif yang selama ini melekat pada LSL, ia menyebut masyarakat harus paham dengan kondisi orientasi seks mereka. Ia juga menampik stigma kriminal dan jahat.
Lembaga yang mendampingi ODHA di Kota Bekasi salah satunya adalah Yayasan Rumah Sebaya. Beberapa tahun terakhir Yayasan Rumah Sebaya menyebut bahwa angka HIV/AIDS dari kelompok LSL cenderung meningkat.
Ketua Yayasan Rumah Sebaya, Mohammad Iwan Ikhsan mengakui bahwa selama ini Rumah Sebaya juga mendampingi ODHA dari kelompok LSL untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun, ia tidak bisa memastikan berapa banyak jumlah LSL yang sampai saat ini didampingi.
“Kami tidak membedakan latar belakang ODHA, tapi kami tidak mau terlibat dalam kampanye one love atau istilah lainnya,” katanya.
Yayasan Rumah Sebaya kata dia, tidak membedakan latar belakangnya ODHA. Namun, ia tegas menolak kampanye kelompok LGBT yang dewasa ini dinilai semakin terbuka.
“Selama ODHA datang atau kami temukan di lapangan, pasti kami dampingi,” tambahnya. (Sur)