Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Warga Tolak Perpanjang Jabatan Kades

ISTIMEWA/RADAR BEKASI ILUSTRASI : Ribuan kepala desa saat melakukan aksi di depan gedung DPR RI, belum lama ini. Mereka menuntut jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah warga di Kabupaten Bekasi menolak rencana usulan jabatan Kepala Desa (kades) menjadi 9 tahun. Pasalnya, selain mencederai demokrasi juga akan menciptakan oligarki. Warga juga menilai tak semua kades menjalankan amanahnya dengan baik.

“Kalau menurut saya sesuai dengan undang-undang yang sudah ada saja. Tidak usah ada penambahan masa jabatan. Agar bisa memberikan kesempatan untuk yang lain,” ujar warga Desa Sukabudi, Riki Kosasih (34), kepada Radar Bekasi, Kamis (26/1/2023).

Senada disampaikan warga Desa Sukawangi, Jaya (35). Menurutnya, tidak semua kepala desa menjalankan fungsinya dengan baik selama menjabat. Misalkan masa jabatan ditambah menjadi sembilan tahun, tentunya itu sangat merugikan masyarakat. Karena pemilihan kembali akan lebih lama. “Saya sangat nggak setuju, enam tahun saja tidak pada benar, apalagi sembilan tahun. Bisa tersiksa warga,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Doyok ini menilai, kepemimpinan kepala desa yang kini menjabat saja belum mampu memenuhi keinginan masyarakat. “Mana yang dibuat, PAM mati aja kaga di dandanin (perbaiki), padahal udah tahunan. Kemana aja itu anggaran desa,” tukasnya.

Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Bekasi, Ani Rukmini menegaskan, pemerintah harus membuka ruang-ruang yang lebih kompetitif bagi seluruh warga negara, agar bisa mempunyai kesempatan untuk menjabat kepala desa. Namun misalkan masa jabatan sembilan tahun, tentu akan mempersempit ruang kompetitif untuk masyarakat lainnya.

Menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, masa jabatan kepala desa tetap enam tahun. Misalkan masa jabatannya itu selesai, silahkan bertarung kembali dengan calon-calon lainnya. “Kalau masa jabatannya habis, silahkan bertarung lagi. Demokrasi kan memang begitu, misalkan masyarakat suka sama dia, bisa dipilih lagi,” ucapnya.

Menyikapi itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi, Rahmat Atong mengaku, akan mengikuti pemerintah pusat dalam persoalan ini. Menurutnya, sepanjang aturannya jelas dan sudah dibuatkan undang-undangnya, Pemerintah Kabupaten Bekasi akan mengikutinya.

Atong membeberkan, dalam satu tahun setiap desa di Kabupaten Bekasi mendapat anggaran Rp 4 sampai Rp 7 miliar, dari sumber APBD, dan provinsi, maupun pusat. Dirinya menjelaskan, anggaran setiap desa memang berbeda-beda, karena perhitungannya sesuai kondisi dan situasi, termasuk potensi di desa itu sendiri.

“Rata-rata dengan APBD kabupaten, provinsi, dan pusat Rp 4 sampai Rp 7 miliar per tahun. Karena tergantung potensi di masing-masing desa,” jelasnya.

Pencarian anggaran desa beberapa tahap. Untuk desa mandiri dicairkan tiga tahap. Sedangkan untuk desa bukan mandiri dua tahap. Realisasi anggaran desa sudah ada rinciannya atau pedomannya, misalkan untuk APBD digunakan untuk gaji atau honor. Kemudian anggaran dari provinsi buat pembangunan fisik. Lalu anggaran yang dari pusat misalkan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).

“Laporan pengerjaan diserahkan setiap pencarian. Lalu mau ke tahap berikutnya, mereka harus menyerahkan SPJ untuk diverifikasi. Setelah selesai diverifikasi dan memang sudah sesuai baru kita berikan pencairan berikutnya,” katanya.

Meskipun mendapatkan anggaran besar, namun masih saja ada oknum kepala desa yang menyalahgunakan jabatannya. Sepanjang tahun 2022 kemarin ada beberapa kepala desa di Kabupaten Bekasi yang terjerat hukum, dengan kasus yang berbeda-beda. Diantaranya, Desa Lambangsari dan Cibuntu kasus PTSL. Lalu Desa Sukadanu mengenai asusila, di Desa Segara Jaya kasus mafia tanah.

“Kalau yang terjerat hukum kasusnya berbeda-beda, yang saya tahu ada dua kepala desa terjerat kasus PTSL, kemudian ada yang berkaitan dengan asusila. Dan mafia tanah,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Desa Tambun, Jaut Sarja Winata Mengaku, sangat mendukung perpanjangan jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun pada setiap periode. Namun, dia menyatakan siap menjalankan masa jabatan sesuai dengan keputusan yang diambil pemerintah.

“Perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun bukan sesuatu yang istimewa buat saya. Berapapun lamanya jabatan kades, sepanjang itu sudah menjadi ketentuan pemerintah dan sudah diundangkan, saya siap menjalani dengan penuh tanggung jawab,” katanya.

Jika terjadi perpanjangan masa jabatan, Jaut berharap agar hal ini juga dapat menjadi motivasi agar dapat bekerja lebih baik. “Jika ini terjadi mudah-mudahan para kades akan lebih semangat dan giat bekerja untuk masyarakat dalam membangun negeri Indonesia ini,” ujarnya.

Senada disampaikan Kepala Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Nemin. Dia mengaku menyerahkan sepenuhnya keputusan tentang masa jabatan kepala desa kepada pemerintah. “Kalau saya terserah kepada keputusan pemerintah mau berapa tahun juga kalau itu menjadi keputusan yang diatur dalam perundang-undangan saya jalankan,” ujarnya.

Sekedar diketahui, tiga asosiasi pemerintahan desa mengancam bakal demo besar-besaran. Hal itu dilakukan jika revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa (kades) tak segera direalisasikan.

Adapun tiga asosiasi yang menyampaikan tuntutan yaitu Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), dan Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDI).

“Apdesi, Abpednas, dan PPDI akan melakukan tuntutan balik dengan demonstrasi besar-besaran,” bunyi keterangan resmi yang dibacakan Wakil Ketua Umum DPP Apdesi Sunan Bukhari saat dikutip Selasa, 24 Januari 2023. (pra)