Berita Bekasi Nomor Satu

539.620 Warga Bekasi Miskin, Pemkot ‘Suntik’ Asuransi Pekerja Non Formal

Plt Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto. Foto dok.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi harus kerja keras untuk mengentaskan masalah kemiskinan.
Dalam empat tahun terakhir, jumlah warga miskin di Kota Bekasi mengalami peningkatan, tepatnya tahun 2020 dan 2021. Meski pada tahun 2022 kemarin mengalami penurunan, namun menyelesaikan masalah kemiskinan dibutuhkan kerja sama antara pemerintah daerah dan pusat.

Fokus pengentasan kemiskinan tahun 2023 ini dimulai pembahasannya pada sidang kabinet pertengahan Januari kemarin, Presiden Joko Widodo meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) fokus untuk penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Dana transfer dari pusat ke daerah harus bisa memacu perekonomian, maka fokus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga harus sinkron dengan APBN.

Pembahasan mengenai pengentasan kemiskinan berlanjut menjelang akhir pekan kemarin, saat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Abdullah Azwar Anas menyinggung anggaran kemiskinan hampir Rp500 triliun terbuang sia-sia untuk rapat dan studi banding.

Meskipun, pernyataan ini belakangan diluruskan oleh Anas. Bukan seluruhnya, ia menyebut ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah yang program pengentasan kemiskinannya belum berjalan maksimal.

Visi dan misi pemerintah Kota Bekasi juga memuat tujuan penurunan angka kemiskinan. Dimulai dengan angka kemiskinan sebesar 4,11 persen di tahun 2018, perjalanan lima tahun tidak begitu saja berjalan mulus, lantaran angka kemiskinan di Kota Bekasi justru sempat melonjak pada tahun 2020 dan 2021 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Kenaikan jumlah warga miskin di dua tahun tersebut masing-masing 20,3 ribu jiwa menjadi 4,38 persen pada tahun 2020, dan 10,1 ribu jiwa menjadi 4,74 persen pada tahun 2021. Ditargetkan pada tahun 2023 ini, angka kemiskinan bisa ditekan sampai ke 4,01 persen.

Akhir tahun 2022 lalu, data jumlah warga miskin menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya, yakni 137.390 jiwa atau 4,43 persen.

Sementara itu, data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat 127.882 keluarga miskin, dan 539.620 jiwa warga miskin di Kota Bekasi. Tersisa delapan bulan Untuk mencapai target penurunan angka kemiskinan ini, dimana periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan periode pemerintahan habis.

Beberapa tahun kebelakang, warga miskin yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menerima berbagai bantuan dari pemerintah, mulai dari bantuan pendidikan, pangan, hingga jaminan kesehatan, sebagian bersumber dari APBD.

Terkait dengan pengentasan kemiskinan ini, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi. Diantaranya lewat bantuan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu), pemberian beasiswa kepada siswa miskin, disamping program yang diterima dari pemerintah pusat.

Akhir tahun kemarin, Pemkot memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp250 ribu kepada 18.321 KK sebagai bantalan sosial dampak dari inflasi. Penerimanya adalah KK yang dipastikan belum mendapat bantuan dari pemerintah pusat.

“Kita ada Rutilahu, ada pemberian beasiswa, kita ada bantuan untuk para lulusan sekolah yang kemudian hari ini tidak mampu membayar kewajiban kepada sekolah sehingga ijazahnya ditahan,” katanya, Senin (30/1).

Tahun ini, rencananya pemerintah kota akan memberikan jaminan ketenagakerjaan, sasarannya adalah tenaga kerja non formal seperti pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), buruh harian, dan pengemudi transportasi online.

Anggaran yang disiapkan untuk program ini mencapai Rp7 miliar. Para pekerja tersebut akan didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.”Tahun ini akan kita coba yang tenaga kerja non formal, yang kita persiapkan anggaran sampai Rp7 miliar untuk mereka terlindungi keluarga dan dirinya,” tambahnya.

Terpisah, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi di awal tahun ini telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan mitra kerja di lingkungan Kota Bekasi. Pertemuan tersebut dilakukan untuk melihat berbagai program kerja yang akan dilakukan di tahun 2023, termasuk juga pertemuan dengan Dinas Sosial (Dinsos) yang belum terlaksana untuk membahas tingkat kemiskinan.

“Untuk memastikan capaian RPJMD ini bisa yang bisa terselesaikan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Daradjat Kardono.

Daradjat melihat ada kenaikan angka kemiskinan selama masa pandemi Covid-19. Kenaikan angka kemiskinan ini didorong oleh berbagai faktor imbas dari Pandemi, diantaranya Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK), hingga kematian kepala keluarga sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.

Persoalan kemiskinan tidak hanya berhenti pada data masyarakat miskin, tetapi juga masyarakat yang tergolong rentan miskin. Sebagai contoh, keluarga yang dinilai mampu secara ekonomi, namun saat ini dalam kondisi tidak bekerja lantaran kehilangan pekerjaan pada masa pandemi Covid-19.

Rencananya, Komisi IV akan menggelar pertemuan dengan Dinsos Kota Bekasi guna mengetahui program yang dipersiapkan tahun ini. Paparan program kerja penanganan kemiskinan ini akan memberikan gambaran mampu atau tidaknya angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrim bisa ditekan tahun ini sesuai target.

“Kita nanti akan minta mereka untuk presentasi, untuk updatenya seperti apa, dan juga program-program penanganannya seperti apa di tahun 2023 ini, nanti akan kita bahas disana,” ungkapnya.

Diketahui, secara nasional angka kemiskinan ditarget turun ke level 7 persen, dan kemiskinan ekstrim 0 persen pada tahun 2024. Target ini disebut sulit untuk dicapai, hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono.

Pernyataan ini didasari oleh tren data kemiskinan di Indonesia. Angka kemiskinan BPS tahun 2022 menunjukkan penurunan 0,6 persen dibandingkan tahun 2021. Sementara, angka kemiskinan ekstrim tahun 2023 baru mencapai 2,04 persen.

“Kalau lihat tren datanya, sulit rasanya,” katanya dalam Launching Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2023 dan Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 kemarin.

Pemerintah memiliki waktu satu tahun sebelum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 berakhir. Margo menilai perlu ada perbaikan data kemiskinan, standarisasi agar penentuan target tidak berbeda-beda antara kementerian, lembaga, maupun daerah.

“Dan ini saya laporkan kepada Presiden bagaimana program pemerintah terkait kemiskinan ekstrem,” tambahnya. (Sur)