RADARBEKASI.ID, BEKASI – Minyak Goreng (Migor) sibsidi MinyaKita yang diluncurkan pemerintah Indonesia pada tahun 2022 lalu, mendadak langka secara merata hampir di semua daerah termasuk di Bekasi. Kalaupun dapat ditemukan, produk Minyakita dijual dengan harga jauh lebih tinggi dari harga eceran tertingginya (HET).
Kelangkaan dan tingginya harga Minyakita di Bekasi terjadi sejak awal tahun 2023 ini. Bahkan sejumlah toko di Bekasi mengaku sudah tidak menjual Migor subsidi tersebut sejak sebulan terakhir. Saat ini, minyak goreng kemasan sederhana yang tersedia hanya merk Fitri dan Camar. Kedua merk minyak goreng tersebut memang lebih mahal dibanding MinyakKita.
Harga per karton untuk kemasan 1 liter berkisar Rp190 ribu, maka harga satuannya sekira Rp15.800 per liter. Sedangkan untuk kemasan 2 liter harga per karton berkisar Rp189 ribu, setiap karton berisi 6 pcs, sehingga harganya berkisar Rp31,5 ribu per 2 liter.
“Banyak permintaan se kabupaten Bekasi, untuk jaga pelanggan kita ambil merk Fitri dan Camar dari pada tidak ada sama sekali,” ungkap Penjaga Sorum Beras Choirul Utama Sembada (CUS) di Kabupaten Bekasi berinisial K.
Sebelum harga MinyaKita melambung, ia bisa memesan sampai dua kontainer MinyakKita. Sejak awal tahun, harga beli minyak murah ini mengalami beberapa kali kenaikan, kenaikannya berkisar Rp1.000 sampai Rp3 ribu.
Meskipun banyak pesanan, sejak Januari 2023 tidak lagi ada MinyaKita di tokonya.”Dulu ambil Rp12,5 per liter, kenaikan seribu sampai tiga ribu, dan sekarang nggak berani ambil, mau jual berapa,” tambahnya.
Hal yang sama juga terjadi di pasar tradisional, para pedagang di Pasar Baru Bekasi mengaku persediaan MinyaKita langka sejak awal tahun 2023. Saat ini, ia hanya mendapat barang dari distributor dua kali dalam sebulan, itu pun tiap pedagang di pasar hanya mendapat jatah satu karton.
Padahal di tahun 2022, persediaan bisa ia dapat tiga sampai empat kali dalam sepekan, setiap kali persediaan datang, pedagang di pasar bisa mendapat 5 sampai 10 karton.”Kadang satu bulan itu paling dua kali turun. Pokoknya, jatahnya satu toko itu kadang satu, dua (karton),” kata salah satu pedagang pasar, Rudi.
Sementara untuk harga per pcs, MinyaKita kemasan satu liter ia jual Rp15 ribu. Ia juga sadar, bahwa harga tersebut melanggar HET.
Namun, pedagang tidak bisa berbuat banyak, tidak bisa juga menjual sesuai HET. Pasalnya, harga beli para pedagang sudah diatas HET, berkisar Rp14.600.”Nggak mungkin dong saya jual Rp14 ribu, jualnya saya sekarang Rp15 ribu,” ungkapnya.
Persediaan MinyaKita masih nampak di lapak pedagang yang lain, hanya saja tidak ada MinyaKita kemasan 1 liter, yang tersedia hanya kemasan 2 liter. Pemilik kios, Via (32) juga mengaku persediaan akhir-akhir ini sulit didapat.
Dari sisi harga juga, ia mengakui bahwa harga beli para pedagang saat ini lebih tinggi dari HET. Satu karton MinyaKita kemasan 2 liter ia dapat dengan harga Rp170 ribu, sehingga tidak mungkin lagi ia jual Rp28 ribu per 2 liter.”Yang 2 liter kita jual Rp30 ribu, kadang paling mahal Rp31 ribu,” ungkapnya.
Via menduga, melambungnya harga MinyaKita ini lantaran pedagang tidak mendapat langsung dari distributor. Sebagian besar konsumen membeli MinyaKita dibandingkan minyak premium merk lainnya.
“Ya semoga harganya kembali seperti awal, karena banyak juga yang cari, dan lalu cepet. Kalau minyak lain kan mahal, 2 liter Rp38 ribu, kalau ini kan 30 ribu, lumayan. Kan emak-emak mah lumayan bisa sisanya buat beli garam,” tambahnya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bekasi saat ini masih menunggu distribusi MinyaKita. Diakui bahwa saat ini persediaan MinyaKita di lapangan menipis, sementata permintaan pasar tinggi lantaran MinyaKita menjadi idola di tengah masyarakat.
“Memang lagi kosong, memang dari distributornya juga belum ada,” kata Analis Perdagangan Disperindag Kota Bekasi, Eko Wijatmiko.
Saat ini, Disperindag masih menunggu distribusi MinyaKita dari distributor. Para pedagang ditekankan untuk menjual minyak sesuai HET yang ditetapkan oleh pemerintah.”Kita belum ada data distributor nya, masih nunggu dari kementerian,” ungkapnya.
Pemerintah mendorong peningkatan produksi MinyaKita guna memenuhi persediaan di pasar. Usai rapat di Istana Kepresidenan awal pekan kemarin, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa harga MinyaKita yang relatif terjangkau membuat MinyaKita banyak diminati.
Produksi MinyaKita akan ditingkatkan menjadi 450 ribu ton sampai tiga bulan kedepan.”Memang perlu ditingkatkan produksinya, dan itu diproduksi dari teman-teman pengusaha dari 300 ribu ton sebulan, diminta menjadi 450 ribu ton,” katanya.
Terpisah, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berasa Satgas Pangan Polri melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap ketersediaan minyak goreng merek MinyaKita di PT Bina Karya Prima (BKP) di Marunda, Jakarta Utara,Selasa (7/2).
Dari pengawasan ini ditemukan, sekitar 515 ton stok MinyaKita yang diproduksi pada bulan Desember 2022 di PT BKP namun tidak didistribusikan karena belum mendapatkan Domestic Market Obligation (DMO).
Diketahui, PT BKP merupakan produsen terbesar Minyakita di Indonesia. Sebagai tindak lanjut temuan sidak, saat ini pihaknya telah memerintahkan PT BKP untuk segera mendistribusikan ke pasar dengan harga sesuai HET. Pendistribusian ini akan dipantau Ditjen PKTN Kemendag bersama Satgas Pangan.
“PT BKP sebagai salah satu produsen terbesar MinyaKita diharapkan dapat mendistribusikan MinyaKita ke pasar sehingga tidak terjadi isu kelangkaan dan isu MinyaKita dengan harga yang tidak sesuai HET di pasar,” ungkap Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Dia juga menyebut, kelangkaan Minyakita disebabkan pengguna minyak goreng premium beralih ke Minyakita. “Sekarang yang premium pindah (ke Minyakita),”katanya.
Berdasarkan informasi yang dia terima, perusahaan distributor minyak, omset minyak goreng premium mengalami penurunan omset signifikan. Berbeda dengan Minyakita dengan omset cukup stabil.
Distributor tersebut memasok ke toko-toko ritel modern, dan masyarakat saat ini cenderung beralih ke Minyakita dibandingkan membeli minyak goreng premium. Sehingga, stok Minyakita di pasar tradisional tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.
Sebagai solusi saat ini, Kementerian Perdagangan menambah domestic market obligation (DMO) atau memprioritaskan kebutuhan pasar domestik, untuk Minyakita. Dari 300.000 ton per bulan menjadi 500.000 ton.
“Sekarang jalan keluarnya, yang pertama kita tambah dari 300.000 ke 500.000 ton per bulan saya sudah teken oke kemarin. Tapi tetap utamanya pasar rakyat, kalau lebih pasar rakyat baru bisa masuk ritel modern,” ucapnya.(sur/net)