RADARBEKASI.ID, BEKASI – Masyarakat belakangan ini getol menyorot timbunan harta para pejabat. Dan abdi negara yang kaya raya tak cuma ada di ibu kota. Dari penelusuran wartawan koran ini, sejumlah pejabat teras yang bekerja di Pemkab Bekasi pun ternyata memiliki ‘rekening gendut’.
Berdasarkan dokumen Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) medio 2020-2022 milik Komisi Pemberantasan Korupsi yang berhasil didapat Radar Bekasi, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi, Endin Samsudin merupakan pejabat paling kaya di Pemkab Bekasi. Kekayaan birokrat gaek ini mencapai Rp7,8 miliar.
Yang mampu sedikit menyaingi kekayaan Endin hanyalah Dani Ramdan. Sebagai Penjabat Bupati Bekasi, Dani yang dalam dokumen LHKPN tahun 2020 tercatat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemprov Jabar memiliki total kekayaan Rp5,5 miliar. Selepas Pj Bupati ada nama Alamsyah yang kini menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi dengan total harta kekayaan Rp5,2 miliar.
Harta kekayaan para pejabat tersebut terdiri dari bangunan dan tanah, kendaraan, harta setara kas, sampai dengan harta bergerak lainnya. (selengkapnya baca infografis)
Kepala Inspektorat Kabupaten Bekasi, MA Supratman mengatakan, pegecekan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dilakukan ketika pejabat tersebut mengisi posisi yang baru. Karena menurutnya, pihaknya tidak mungkin melakukan kroscek data satu per satu.
“Jadi setelah ada sesuatu, baru LHKPN itu dilihat. Ada indikasi apa, ada masalah apa,” ujarnya saat dimintai keterangan.
Supratman menegaskan, kesadaran para pejabat Pemkab Bekasi dalam melangsungkan transparansi kekayaannya lewat menyetorkan dokumen LHKPN terbilang bagus. Sebab, sejauh ini hampir 99 ASN dengan eselon tinggi sudah menyerahkannya. Ada pun pejabat yang belum menyetorkan, sambung Supratman, itu merupakan anggota DPRD baru dari proses Pergantian Antar Waktu (PAW).
“Yang ngecek dari mana hartanya dan sebagainya kan aparat penegak hukum, bukan pemerintah daerah,” katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bekasi, Dedy Supriyadi menuturkan, dalam memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pejabat di Pemkab Bekasi terbilang patuh, kecuali yang sudah pensiun.
“Patuh 100 persen, kecuali yang pensiun. Jadi sampai dengan tanggal 31 Maret, ya harus kewajiban itu untuk melaporkan” ucapnya.
Pada kesempatan ini Dedy mengimbau, agar para pejabat Pemkab Bekasi dapat mengelola gaya hidupnya dengan baik. Sebab
pejabat haruslah memberi contoh dan teladan kepada masyarakat.
“Saya mengimbau untuk seluruh jajaran ASN di Kabupaten Bekasi bergaya hidup yang normal, biasa saja. Sederhana, tidak bergaya hedon dan sebagainya, tentunya kan masyarakat ini akan melihat,” tuturnya.
Pengamat Politik dan Tata Negara Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Adi Susila mengatakan, secara kasat mata harta kekayaan para pejabat di Kabupaten Bekasi ini dinilai wajar.
Meskipun, kewajaran tersebut harus dilihat berdasarkan perubahannya selama beberapa tahun ke belakang. Dimulai dari pertama kali melaporkan harta kekayaan sampai tahun terkahir. Lantaran menurut Adi, validitas data dalam LHKPN sulit dipastikan kebenarannya.
“Sebenarnya harus melihat bagaimana kebenarannya, harus melihat perkembangannya bagaimana. Pertama kali dia melaporkan LHKPN itu seperti apa, setahun kemudian bagaimana,” ungkapnya.
Karena dinilai validitas datanya belum sepenuhnya kredibel, Adi menyarankan pemerintah agar membentuk satuan tugas khusus untuk menyelia data harta kekayaan lebih presisi. Setidaknya, publik nantinya dapat melihat seberapa besar harta kekayaan pejabatnya via sistem Singgel Identity Number (SIN).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa polemik tentang harta kekayaan pejabat pajak dewasa ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat, menurunkan target rasio pajak. Hal ini harus bisa menjadi pembelajaran semua pejabat, termasuk pejabat di daerah.
Pengawasan internal di Kementerian Keuangan hingga sistem pelaporan sesama pegawai bisa diadopsi oleh pemerintah daerah.
“Harusnya bisa diduplikasi ke daerah juga, terutama pengawasan di dinas pendapatan daerah,” katanya.
Kasus yang terjadi dewasa ini harus bisa menjadi pembelajaran pentingnya transparansi dan etika dari pejabat negara. (Pra/Sur)