Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Warga Ancam Tutup TPST Bantargebang, Tagih Uang Kompensasi untuk Lebaran

DOK/RADAR BEKASI ILUSTRASI : Sejumlah alat berat tengah menyusun sampah di Zona V TPST Bantargebang Kota Bekasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Lebaran semakin dekat. Untuk memenuhi kebutuhan hari raya, warga Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang menuntut uang kompensasi TPST Bantargebang segera dicairkan. Uang Kompensasi yang akrab disebut uang bau atau uang Bulog yang sedianya diterima oleh warga setiap tiga bulan sekali, belum cair sampai dengan saat ini.

Tuntutan dari puluhan emak-emak ini disampaikan di tengah jalan pemukiman warga RW 03, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Sabtu (8/4). Rombongan ibu-ibu meneriakkan tuntutan agar uang Bulog segera dicairkan sebelum hari raya. Dalam tuntutannya, puluhan emak-emak tersebut jug mengancam akan menutup TPST Bantargebang.

“Kalau uang Bulog belum dicairkan sampai sebelum lebaran ini, maka TPA DKI akan kami tutup,” kata emak-emak di barisan paling depan. Pernyataan ini disambut teriakan puluhan emak-emak lain yang berada di barisan belakang.

Salah satu warga Kelurahan Sumur Batu, Kiman membenarkan bahwa uang kompensasi belum diterima oleh warga sampai saat ini. Sedianya, uang sebesar Rp400 ribu tersebut diterima oleh warga setiap tiga bulan sekali, sehingga setiap penerima mendapat total Rp1,2 juta.

Uang kompensasi kata Kiman, saat ini sangat dibutuhkan masyarakat di wilayah Kecamatan Bantargebang untuk memenuhi kebutuhan hari raya.”Yang jelas saat ini warga membutuhkan untuk kebutuhan lebaran,” katanya, Minggu (9/4).

Keterlambatan pembayaran uang kompensasi di awal tahun memang bukan kali pertama, bahkan pernah yang tersebut baru dibayarkan pada bulan kelima. Namun pada situasi saat ini, warga tengah bersiap menyambut hari raya, hal ini yang mendasari kebutuhan warga akan uang kompensasi.

Ia berharap pemerintah bisa menyikapi tuntutan masyarakat tersebut. Selama ini, aktivitas di TPST Bantargebang disebut tidak pernah menjumpai kendala.

“Pemerintah harus bisa menyikapi lah, kasian warga. Terlepas perjanjian itu belum ditandatangani atau seperti apa, yang jelas dia kan masih tetap buang sampah, tidak ada kendala,” tambahnya.

Menjelang akhir tahun 2021 lalu, Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, perjanjian sebelumnya berakhir pada 26 Oktober 2021. Satu hari sebelum berakhir, perjanjian kerjasama TPST Bantargebang diperpanjang lima tahun kedepan, dengan nilai Rp379 miliar.

Data terakhir pada saat perpanjangan kerjasama tersebut, total ada 18.840 Kepala Keluarga (KK) penerima uang kompensasi di tiga wilayah Kelurahan, yakni Ciketing Udik, Sumur Batu, dan Cikiwul. Uang kompensasi yang diterima oleh setiap KK naik Rp50 ribu dari jumlah sebelumnya Rp350 ribu per bulan.

Sementara satu kelurahan lain saat itu diusulkan enam ribu KK yang akan menerima uang kompensasi di Kelurahan Bantargebang. Jumlah uang kompensasi yang diusulkan saat itu Rp150 ribu, lebih kecil dibandingkan uang kompensasi yang diterima oleh warga di tiga kelurahan lain setiap bulannya.

Terkait dengan belum cairnya yang kompensasi ini, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Sudarsono mengatakan bahwa pencairan uang tersebut masih dalam proses. Saat ini menunggu terbitnya Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta.”Iya yang 3 bulan, Januari sampai Maret belum, diperlukan Kepgub untuk proses lebih lanjut,” katanya.

Meskipun demikian kata Sudarsono, Pemkot Bekasi tengah berupaya intens untuk berkomunikasi dengan Pemprov DKI. Komunikasi intens tersebut dilakukan agar uang kompensasi bisa diterima masyarakat sebelum lebaran.

“Kami Pemkot Bekasi intens lakukan komunikasi dengan pihak DKI, menunggu Kepgub DKI nya, supaya sebelum lebaran alternatif bisa dicairkan,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi dari Daerah Pemilihan (Dapil) III, Komarudin menilai penyampaian aspirasi seperti yang dilakukan oleh puluhan emak-emak kemarin adalah hak warga negara, dijamin oleh Undang-undang (UU). Namun, ia berpendapat bahwa masyarakat bisa melakukannya dengan metode lain, seperti berdialog untuk mendapatkan jawaban atau penjelasan menyeluruh dari pemerintah.

Ia mengingatkan bahwa uang kompensasi tersebut telah diatur dalam nota kesepahaman antar Pemkot Bekasi dengan Pemprov DKI Jakarta. Sehingga menurut Komarudin, pembayaran uang kompensasi tidak akan melanggar perjanjian atau wanprestasi.

“Cara-cara dialogis menurut saya perlu juga dilakukan di kalangan masyarakat. Supaya mendapatkan informasi yang utuh, mendapatkan pengertian yang utuh,” ungkapnya.

Dalam pembayaran uang kompensasi seperti ini, ada sederet proses yang harus dilalui oleh pemerintah, baik Kota Bekasi maupun Pemprov DKI Jakarta.

Sedangkan terkait dengan desakan kebutuhan lebaran, Komarudin menilai bahwa bantuan yang diterima warga bukan penghasilan satu-satunya. Ia meminta kepada warga untuk sedikit bersabar menunggu semua proses pencairan uang sesuai ketentuan hukum terpenuhi.

Jika bantuan yang setiap tiga bulan diterima oleh warga menjadi penghasilan utama, patut diduga ada permasalahan di wilayah Bantargebang. Sementara selama ini, ia menyebut tidak ada permasalahan di kalangan masyarakat Bantargebang, masyarakat memiliki penghasilan di luar uang kompensasi.

“Poinnya, bahwasanya kepada ibu-ibu mohon tunggu sebentar dari pemerintah DKI Jakarta dan pemerintah kota Bekasi,” tambahnya.

Hematnya, setiap pembayaran uang oleh pemerintah harus sesuai dengan ketentuan hukum yang telah diatur. Jika tidak, maka pemerintah berpotensi menyalahi aturan, serta dampaknya akan merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat. (Sur)