RADARBEKASI.ID, BEKASI – Perubahan iklim semakin hari makin terasa, hujan dengan intensitas tinggi bisa terjadi kapan saja. Kota Bekasi sebagai daerah dengan kontur tanah yang relatif rendah harus menghadapi bencana banjir setiap waktu, pada musim hujan atau kemarau sekalipun.
Musim kemarau di Indonesia umumnya terjadi pada bulan April sampai dengan September. Dewasa ini, warga Bekasi merasakan suhu panas pada siang hari, disusul hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi pada sore menjelang malam.
Hujan lokal yang turun dengan intensitas sedang hingga tinggi menyebabkan berbagai titik di Kota Bekasi dilanda banjir. Sekalipun hujan turun dengan intensitas ringan, warga di sepanjang aliran Kali Bekasi beberapa waktu lalu juga merasakan dampak banjir akibat hujan deras di daerah hulu.
Dalam situasi seperti ini Pemerintah Kota (Pemkot) mesti berpikir lebih dari sekedar menanggulangi banjir yang sudah berkali-kali terjadi. Melainkan, mencari sumber persoalan, serta menuntaskannya guna merespon cuaca yang terjadi akhir-akhir ini.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah menerima aduan banjir dari masyarakat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diminta untuk menyiagakan timnya di tiap wilayah.
Ketua DPRD Kota Bekasi, Syaifuddaulah menilai banjir lazim terjadi saat hujan turun dengan intensitas tinggi. Namun, fenomena perubahan iklim harus diantisipasi oleh Pemkot Bekasi.
“Namun kan ini posisinya bulan Mei, yang dalam proses perjalanan di tahun-tahun sebelumnya pada saat bulan Mei sudah selesai. Fenomena perubahan iklim ini harus segera diantisipasi oleh badan penanggulangan bencana daerah, termasuk juga dalam hal ini dinas terkait khususnya DBMSDA,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) diharapkan segera memulai pelaksanaan kegiatan yang telah disepakati dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023. Termasuk diminta untuk siaga dalam mengantisipasi longsor akibat banjir yang kerap terjadi.
Terkait dengan sistem drainase, Syaifuddaulah menyebut bahwa Kota Bekasi telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) sistem drainase untuk meminimalisir banjir di berbagai titik. Peraturan daerah yang mengatur sistem drainase ini diharapkan dapat segera dilaksanakan, dan menyelesaikan sebagian masalah terkait dengan bencana banjir di Kota Bekasi.
“Dan berkali-kali saya menyampaikan, termasuk di musrembang Kota, saya berharap prioritas, agar ini menjadi titik tekan tersendiri ya,” tambahnya.
Banjir pada Minggu (7/5) kemarin terjadi di Perum Bulog, Kelurahan Jatiwarna, Kecamatan Pondok Melati hingga malam hari. Pada pelaksanaan apel awal pekan, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto meminta jajarannya untuk mendeteksi sumber hingga menuntaskan permasalahannya.
Tri meminta ada upaya strategis untuk menyelesaikan permasalahan banjir, terutama yang terjadi di Jatiwarna Minggu malam kemarin. Pemerintah diminta untuk tidak terbiasa hanya menanggulangi banjir yang terjadi saja, dianggap selesai pada saat air surut.
Disadari betul bahwa kontur tanah Kota Bekasi rendah, sehingga diperlukan polder untuk menampung debit air dalam jumlah besar akibat hujan, atau air yang datang dari wilayah hulu Kali Bekasi.
“Maka konsepnya adalah bagaimana sebanyak mungkin air itu kita tahan, salah satunya adalah menambah polder-polder yang ada. Tahun ini kita membangun lagi polder di Kemang Pratama, untuk beberapa banjir yang belum terselesaikan adalah memang beratnya di persoalan hulu dan hilirnya,” terangnya.
Salah satunya adalah kawasan Rawalumbu, pemerintah hanya bisa melakukan pengerukan sedimentasi. Itu pun, hanya mampu menampung curah hujan tahunan, air akan meluap ke permukiman warga jika curah hujan sangat tinggi.
Jaringan drainase di kawasan tersebut membutuhkan lahan hingga tujuh hektar untuk membangun polder. Masih ada lima hektar lahan yang dibutuhkan saat ini untuk menuntaskan permasalahan banjir di wilayah tersebut.
Saat ini pemerintah tengah meminta lahan satu hektar diatas kawasan mall di Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur untuk dibangun polder air, dimana lahan tersebut berstatus milik pemerintah daerah. Belum lagi, saluran air di kawasan tersebut mengalir melalui crossing yang berada di bawah Kalimalang, serta Tol Jakarta Cikampek (Japek).
“Jadi kita minta kepada pihak pengembang untuk menyerahkan kurang lebih antara satu hektar untuk kemudian kita jadikan cadangan. Kemudian kemarin kita sudah membangun tuh diatasnya (lahan) BBWSCC juga satu hektar, jadi masih kurang lima hektar,” ungkapnya.
Sementara terkait dengan banjir yang sudah bertahun-tahun terjadi di Jatikramat, Tri menyebut faktor utamanya adalah perubahan tata guna lahan. Untuk itu perlu ditangani secara menyeluruh guna menuntaskan permasalahan banjir di sepanjang DAS Jatikramat.
“Karena itu kan ada perubahan tata guna lahan, kemudian juga ada simplikasi yang harus kita laksanakan secara menyeluruh, karena dasarnya itu adalah DAS Jatikramat. Jatikramat itu nanti tembus ya ke IKIP, tadi malam saja IKIP sudah terjadi kenaikan,” tambahnya. (sur)