RADARBEKASI.ID, BEKASI – Serikat pekerja di Kabupaten Bekasi mengutuk keras tindakan seorang manajer yang mengajak karyawannya ‘staycation’ untuk mendapat perpanjangan kontrak kerja.
Diketahui, hal ini mencuat setelah karyawati PT Ikeda Indonesia sebagai perusahaan penyedia karyawan outsourcing untuk PT KAO Indonesia, Alfi Damayanti (AD) melaporkan kelakuan atasannya, Hibarkah Kurnia (HK), yang mengajak staycation agar kontrak kerjanya diperpanjang.
“Staycation itu kan hal-hal yang berkaitan dengan pelecehan seksual dan lain sebagainya, apa lagi dijadikan sebagai syarat untuk pengangkatan dan perpanjangan kontrak kerja. Dan kami mengutuk perbuatan itu,” ujar Sekretaris Exco Partai Buruh Kabupaten Bekasi, Guntoro, kepada Radar Bekasi.
Menurut Guntoro, dirinya dan kawan-kawan lainnya merupakan aktivis serikat pekerja, yang notabene melindungi pekerja atau buruh yang ada di perusahaan-perusahaan maupun anggota serikat.
Ia menilai, ini harus menjadi komitmen bersama. Oleh karena itu, para serikat pekerja juga seharusnya membuka posko orens di Kabupaten Bekasi, tetapi untuk langkah nyata, belum dapat mengadvokasi secara langsung, karena memang ada beberapa yang mengadvokasi, jangan sampai kemudian berbenturan dengan yang lain dan sebagainya.
“Sikap kami jelas menolak itu dan mengutuk keras. Cuma memang aduan pasca kejadian tersebut belum ada ke kami, dan belum tahu persis juga seperti apa kejadiannya,” beber Guntoro.
Sebelumnya diberitakan, nama Universitas Pelita Bangsa (UPB) beberapa hari belakangan ini menjadi perbincangan. Hal itu terjadi, setelah kasus ‘staycation’ yang dilaporkan seorang karyawati AD terhadap manajernya HK di PT Ikeda, terus melebar. Bagaimana tidak, HK ternyata merupakan salah satu dosen di UPB sejak enam bulan yang lalu.
Hal itu diakui langsung oleh Rektor UPB, Hamzah Muhammad Mardi Putra. Dalam keterangannya dirinya mengaku, bahwa Hibarkah Kurnia merupakan dosen UPB. Dengan adanya informasi yang mengaitkan UPB terhadap terduga kasus staycation, tentunya sangat terdampak.
Oleh karena itu, pihak kampus mengambil keputusan untuk menonaktifkan sementara yang bersangkutan, selama proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian yang berlangsung sesuai keputusan SK rektor nomor 006/SK/1.1.NA/UPB/V/2023. Saat ini pihak kampus menyerahkan sepenuhnya proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang berwenang, yaitu kepolisian.
“Atas kasus tersebut kami telah memberhentikan sementara. Dia (HK) itu masih baru jadi dosen di Universitas Pelita Bangsa, kurang lebih satu semester, enam bulan. Sebelumnya mungkin yang bersangkutan sudah aktif di luar,” terang Hamzah kepada Radar Bekasi, Senin (15/5).
Saat ini pihak kampus sudah membuka layanan kepada seluruh pihak, baik itu saksi maupun korban, yang kiranya menjadi korban kekerasaan seksual. Sebenarnya kata Hamzah, kasus tersebut masih dalam proses pemeriksaan kepolisian. Kemudian info dari pihak kepolisian belum selesai proses pemeriksaannya. Namun tiba-tiba muncul nama UPB.
“Jadi UPB itu, terdampak dari kasus HK. Kami juga sudah bertanya kepada yang bersangkutan, dan diluar kasus tersebut, belum ada pengaduan kekerasan seksual dari lingkungan kampus,” ucap Hamzah.
Menurutnya, yang bersangkutan merupakan dosen di teknik industri, dan baru mengetahui kasus yang melibat HK pada Sabtu (14/5) lalu, sejak nama UPB dikaitkan. Tentunya pihak kampus sangat menyayangkan, karena nama UPB ikut terbawa-bawa. Karena sebelumnya,UPB merupakan perguruan tinggi yang bisa dibilang sudah dikenal di Bekasi dan Jawa Barat, prestasinya sudah banyak.
Tapi dengan mencuatnya kasus ‘staycation’ yang dilakukan oleh HK, sehingga dikait-kaitkan dengan UPB, akhirnya berdampak negatif.
“Kami menyayangkan nama UPB ini dibawa-bawa. Namun kami dari pihak UPB tidak tinggal diam, melainkan masih proses pihak kepolisian,” tegas Hamzah. (pra)