RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kasus kekerasaan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi, menempati urutan kedua terbanyak di Jawa Barat sepanjang tahun 2022, setelah Kota Bandung.
Jumlah tersebut tampaknya akan mengalami peningkatan pada tahun 2023, karena sampai bulan Mei, sudah ada ratusan laporan kekerasan seksual yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan data yang ada di UPTD PPA DP3A Kabupaten Bekasi, sepanjang tahun 2022, ada 266 laporan kekerasaan seksual. Dimana, 110 diantaranya kekerasan terhadap perempuan, dan 116 kasus kepada anak-anak.
Kemudian pada tahun 2023 ini, dari bulan Januari sampai Mei, sudah ada 105 laporan kekerasaan seksual terhadap perempuan maupun anak-anak.
“Kasusnya hampir merata, mayoritas kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelecehan dan sejenisnya. Selain itu juga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bullying, kekerasan di lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Kabupaten Bekasi ini peringkat kedua di Jawa Barat, setelah Kota Bandung. Itu termasuk tinggi,” ujar Kepala UPTD PPA DP3A Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi, kepada Radar Bekasi.
Ia menilai, tingginya angka kasus kekerasaan seksual terhadap perempuan dan anak ini, tidak diiringi dengan anggaran yang memadai dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Dalam sehari, kata Fahrul, jumlah laporan kekerasaan seksual yang masuk terbilang tentatif. Rata-rata sehari empat sampai enam kasus. Sementara pelaku kekerasaan seksual kebanyakan dilakukan orang tua sambung.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak rata-rata pelakunya orang tua sambung. Ada juga yang dilakukan sesama anak,” bebernya.
Mengenai apa faktornya, Fahrul mengaku tidak mengetahui secara pasti, karena belum melakukan penelitian. Namun pengalaman kasus yang pernah ditangani, bahwa ada anak yang dihamili oleh orang tua sambungnya, sampai akhirnya melahirkan, kemudian dilaporkan ke polisi, salah satu faktor anak tersebut suka sama bapaknya.
“Jadi sukanya bukan konteks anak ke orang tua, melainkan dalam konteks lain. Saya juga nggak paham ini faktornya apa. Ada beberapa yang juga dilakukan oleh bapak kandungnya sendiri,” terang Fahrul. (pra)