Oleh: Bayu Firmansyah
Mahasiswa Magister Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), IPB University
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sumber pengolahan pangan mulanya bersifat ekonomi linear (Satu arah) yang mana model ini memerlukan bahan bakar energi secara luas dari bumi dan membuangnya ke udara, tanah dan air sebagai polusi yang mencemarinya.
Dengan model pengolahan seperti ini mengancam kerusakan lingkungan di masa depan, yang mana ikut mengancam sumber pangan bagi manusia.
Namun belakangan ini ditawarkan suatu model pengolahan yang bersifat sirkular, artinya proses pengolahan pangan dibuat tanpa limbah dan setiap sisa proses dapat dimanfaatkan kembali sehingga tidak ada limbah yang dibuat ke lingkungan.
Salah satu model pengolahan pangan yang mendukung ekonomi sirkular ini adalah teknologi pengolahan tanpa menggunakan energi panas. Teknologi proses pangan tanpa energi panas memungkinkan prose pengolahan pangan memiliki prisnip yang berkelanjutan dengan menurunkan biaya pemrosesan, konsumsi energi, limbah, dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya.
Selain itu, dibandingkan dengan teknologi yang menggunakan energi panas, teknologi tanpa energi panas ini mampu menjaga struktur fungsional yang berada dalam suatu makanan, tetap terjaga cita rasanya dan tidak mengalami kerusakan komponen gizi dan vitaminnya.
Dengan mempertimbangakan manfaat sosial ini, teknologi pengolahan pangan tanpa energi panas dipandang lebih baik daripada metode tradisional dengan pemanasan. Pengolahan pangan tanpa energi panas yang dikembangkan antara lain High Pressure Processing (HPP), Pulsed Electric Field (PEF), Cold Plasma (CP), Sinar UV-C dan Ultrasound.
Industri makanan menghasilkan sejumlah besar limbah seperti sisa buah atau sayuran dan produk yang dibuang dari molase dan serpihan penyulingan gula, daging, darah dan kulit dari pengolahan daging, whey dari susu dan lain-lain.
Pemrosesan dengan energi panas dan toksisitas pelarut dalam ekstraksi konvensional menghasilkan residu makanan dan menjadikannya sampah yang menghasilkan limbah. Masalah ini mampu di jawab dengan proses pengolahan tanpa energi panas yang mampu berkontribusi pada pemulihan pangan.
Memulihkan produk makanan yang dibuang digambarkan sebagai kemampuan untuk menggunakannya dengan sedikit usaha tambahan. Ini adalah salah satu persyaratan yang ingin dicapai dengan menggunakan teknologi tanpa energi panas.
Berdasarkan penelitian, teknologi pengolahan pangan tanpa energi panas mampu meningkatkan umur simpan dan menjaga residu makanan dari dekomposisi dan kontaminasi. Sebagai contoh adalah pemrosesan PEF mampu meningkatkan umur simpan jus dan barang-barang lainnya hingga 240 persen.
Temuan ini menunjukkan lebih sedikit kerugian di seluruh rantai pasokan, terutama di tingkat pasar. Pemrosesan tanpa energi panas membantu dalam menerapkan ekonomi sirkular dan memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan. Kolaborasi antara produsen makanan dan rantai makanan dapat membuat industri makanan lebih sirkular. (*)