Berita Bekasi Nomor Satu

Penyembelihan Hewan Kurban di RPH Diminta Sesuai Syariat

LOKASI RPH: Seorang warga melihat kondisi Rumah Potong Hewan (RPH), di Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/6). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Pusat melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, menghimbau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi untuk menertibkan Rumah Potong Hewan (RPH) yang dinilai tidak memenuhi Syariah Islam, yakni dengan membaca Basmalah saat melakukan pemotongan hewan kurban.

“Kami tetap menyarankan kepada seluruh dinas terkait, agar mereka menertibkan RPH yang terkait pemotongan hewan kurban, dan harus memenuhi Syariah Islam. Misalnya, kalau memotong hewan kurban tanpa membaca Basmalah, itu kan otomatis gak sah. Jadi, ada ketentuan-ketentuan syariah yang mengatur tentang pemotongan, baik ayam, unggas, sapi, kerbau,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya/Koordinator Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Hukum (OKH) Sekretariat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Abjan Halek, saat memberikan sertifikasi halal gratis di Cikarang Barat, Selasa (20/6).

Dirinya juga mengungkapkan, bahwa saat ini telah terdapat alat pemotongan hewan kurban untuk memudahkan dan menyingkat waktu. Namun dengan adanya teknologi itu, Syariah Islam harus tetap dilakukan.

“Memang sekarang ini ada potong hewan yang menggunakan alat yang canggih, dan itu dibolehkan dalam syariah. Kalau banyak kan otomatis tidak mungkin satu orang bisa melakukan pemotongan sekian ribu hewan kurban. Makanya pakai alat. Nembak di kepala itu dibolehkan dalam syariah, yang penting membaca Basmalah,” ujarnya.

Selain mengimbau pemotong hewan kurban di RPH untuk menggunakan Syariah Islam, dirinya juga meminta para pedagang untuk melakukan sertifikasi halal melalui BPJPH Kementerian Agama. Menurut Abjan, kondisi RPH sangat berpengaruh dalam sertifikasi halal, guna memberi keyakinan kepada konsumen terhadap produk-produk pedagang, khususnya daging.

“Pemerintah menganjurkan kepada pelaku usaha, agar mendaftarkan dan difasilitasi oleh pemerintah. Anggarannya sekian miliar, itu diberikan khusus untuk pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM), agar mendaftarkan usahanya secara gratis,” terang Abjan.

Ia menjelaskan, bahwa regulasi pembayaran sertifikasi halal pada BPJPH, itu sudah diatur. Tarifnya pun mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 650 ribu, tergantung nilai usaha. Tarif itu sudah termasuk auditor sertifikasi halal, sedangkan jika ada biaya tambahan, itu merupakan oknum.

“Jadi, pedagang itu ada 250-350 ribu yang skalanya besar, dan omset usahanya dalam sebulan bisa miliaran. Regulasi tentang biaya tarif sudah kami atur semuanya. Jika ada biaya tambahan, mungkin itu ada oknum yang bermain, dengan alasan mungkin ada yang naik pesawat membutuhkan biaya. Tapi regulasi pembayaran, itu sudah kami sampaikan Rp 650 ribu dengan auditor halalnya,” beber Abjan.

Sementara itu, jika dalam pengawasan BPJPH terdapat pelaku usaha yang belum memiliki sertifikasi halal, pihaknya akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin usaha. Tapi sanksi itu tengah dikaji ulang, karena ada penolakan dari para pelaku usaha.

“Kalau belum bersertifikasi, kan harus ada tim pengawasnya. Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, otomatis diberikan sanksi. Dan sekarang ini sanksi banyak yang sudah kami buat, ada juga yang komplain, dan itu yang paling banyak. Sehingga, kami sudah melakukan evaluasi atau revisi, seperti apa kedepannya,” tutup Abjan. (ris)