Berita Bekasi Nomor Satu

Universitas Paramadina Gelar Forum Seminar dan Peluncuran BukuStrategi Komunikasi Politik Jelang Pemilu 2024

PEMAPARAN: Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto (kanan), menyampaikan paparannya saat forum seminar dan peluncuran buku dengan tema “Strategi Komunikasi Politik Jelang Pemilu 2024”. ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina melalui Paramadina Communication Institute (PCI)  membuat forum seminar dan peluncuran buku dengan tema “Strategi Komunikasi Politik Jelang Pemilu 2024”. Forum tersebut diadakan di Aula Nurcholish Madjid Universitas Paramadina. Kegiatan tersebut dihadiri oleh mahasiswa, praktisi, dan akademisi ilmu komunikasi. Forum itu sekaligus membahas isi buku “Komunikasi Politik, Aktivisme, dan Sosialisme” yang ditulis oleh Erik Ardiyanto selaku Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina.

Sementara itu, Rektor  Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, mengatakan bahwa partai politik era sekarang harus berkolaborasi untuk menciptakan suatu titik temu yang bermanfaat.

Menurut Didik, saat ini ideologi dalam partai politik itu sifatnya adalah transaksional, jadi ideologi yang ada di partai politik itu seperti pita. Kedua pita tersebut bisa bertemu untuk menghasilkan sesuatu dalam lingkungan masyarakat.

“Masyarakat selalu berinteraksi dan bertukar pikiran satu sama lain. Maka dari itu, manusia dianggap institusi pertukaran (exchange). Kita belajar komunikasi itu sebagai institusi pertukaran. Komunikasi politik adalah pertukaran antara law maker dengan masyarakatnya. Dalam perdagangan internasional pertukaran antara importir dengan eksportirnya. Dan pemilu adalah para calon dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, ilmu sosial dianggap exchange,” kata Didik, Rabu (21/6)

Sementara itu, Dosen Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto menjelaskan tentang isi buku yang ditulisnya. Ia menyebutkan melalui buku ini semua pihak bisa belajar dari tokoh-tokoh politik seperti Bernie Sanders, Alexandria Ocasio-Cortez, dan Jeremy Corbyn. Menurut Erik, mereka bertiga adalah politisi sukses yang menarasikan kembali ide-ide sosialisme modern ke publik

“Hingga kini, proses negasi politik sosialisme sebagai alternatif atas politik kapitalisme terus hilang di benak publik karena distorsi media-media dan aktor-aktor politik yang tidak menginginkan ide itu terwujud, tetapi tidak dengan tiga tokoh tersebut,” ujar Erik.

Ia juga berharap melalui buku yang ditulisnya menjadi semacam pembelajaran untuk membangun keyakinan kepada para aktivis mahasiswa bahwa dengan bermodal ide dan gagasan, seorang aktivis bisa sukses dalam kontestasi politik seperti ketiga tokoh tersebut.

Menurut Erik, pandangan tentang cara membaca media menuju pemilu 2024. Ia berpendapat bahwa para pengguna media sosial jangan terjebak ke dalam Echo Chamber yang hanya berisikan potongan-potongan dari sebuah narasi yang digunakan untuk mempolitisir agenda-agenda di publik.

“Kita jangan terjebak oleh informasi di media sosial yang terus memberikan informasi berdasarkan algoritma. Hal itu berpotensi berada dalam lingkup Echo Chamber dimana kita enggan melihat suatu informasi yang nyata dan tertutup oleh keyakinan kita saja.” ujar Abdul.

Berbeda dari kedua narasumber tersebut, dari Psikolog Tia Rahmania memberikan pandangannya tentang keterlibatan perempuan di dunia politik. Ketika forum ia menanyakan siapa yang ingin berpartisipasi ke dunia politik kepada para peserta forum perempuan. Mayoritas forum tersebut menjawab tidak ingin atau belum berminat untuk menjadi seorang politisi. Lalu, ia menjelaskan tentang dirinya secara singkat bagaimana dunia politik bagi perempuan di zaman sekarang.

“Kita sebagai perempuan harus berani terjun langsung ke dunia politik. Perempuan diberkahi empati yang tinggi dalam lingkungan masyarakat, sehingga kepekaan yang ada pada perempuan bisa membuat perubahan dan memperbaiki lingkungan sekitarnya” ujar dosen program studi Psikologi dan aktivis politik perempuan ini.

Komunikasi politik pada dasarnya adalah bagaimana cara seorang individu mendapatkan sebuah kekuasaan. Secara harfiah, politik itu sendiri artinya tentang kekuasaaan, namun dalam artian yang lebih luas politik itu berarti bagaimana sebuah kekuasaan tersebut dapat berguna bagi lingkungan dan sekitarnya.

“Di akhir acara, narasumber berharap acara dengan bentuk forum seperti ini dapat diperbanyak lagi, sehingga menjadi wadah untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang politik,” tutup Tia. (bis)