Berita Bekasi Nomor Satu

FPK Desak Stop Kriminalisasi Pengembang PIC

DEMO PN: Sejumlah pedagang, mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Forum Peduli Keadilan, menggelar aksi di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Senin (26/6). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Konflik di internal pengembang yang berdampak terhadap proses pembangunan atau revitalisasi Pasar Induk Cibitung (PIC), berujung pada upaya kriminalisasi.

Sementara sejumlah pedagang, warga, dan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Peduli Keadilan (FPK), berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, mendesak proses hukum dihentikan, agar pembangunan PIC dapat kembali dilanjutkan.

Seluruh pihak diminta fokus pada penyelesaian pembangunan pasar terbesar di Kabupaten Bekasi itu. Pasalnya, hingga kini kondisi pasar kian semrawut, akibat terbelit persoalan internal pengembang.

“Sebenarnya pembangunan pasar sudah harus selesai, tapi dengan adanya konflik di internal perusahaan, jadi menghambat. Sekarang, masyarakat dan pedagang yang jadi kena imbasnya. Perekonomian juga terhambat kalau seperti ini. Jadi fokus aja ke kepentingan umum yang lebih luas,” kata perwakilan pengunjuk rasa dari Forum Peduli Keadilan Bekasi, Sirojudin (25), Senin (26/6).

Unjuk rasa ini berkaitan dengan didakwanya Direktur PT Citra Prasasti Konsorindo (Cipako) Cabang Sampang, Muhammad Faisol, dalam dugaan penyalahgunaan jabatan di PN Cikarang.

Dakwaan ini berdasarkan atas laporan Muchtar, yang belakangan dinilai tidak memiliki legal standing, karena bukan bagian dari internal perusahaan.

Kasus ini juga mendapat perhatian publik, karena berdampak terhadap proses pembangunan PIC. Masyarakat menilai, kasus ini cenderung dipaksakan, lantaran pada rangkaian sidang yang digelar, pihak penuntut umum tidak dapat menunjukkan bukti otentik atas dakwaan terhadap Muhammad Faisol.

“Kami meminta majelis hakim memutuskan dengan seadil-adilnya kasus tersebut. Agar bisa diketahui secara gamblang, dan secara legal siapa yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dalam proses pembangunan PIC,” ujarnya.

Sementara itu, dalam persidangan yang mengagendakan pembacaan putusan, Ketua Majelis Hakim PN Cikarang, Eddy Daulata Sembiring, menjatuhkan putusan pidana selama tiga tahun dan enam bulan penjara, kepada Faisol.

Putusan ini dijatuhkan atas sejumlah pertimbangan dan fakta persidangan. Majelis pun menolak seluruh pledoi yang disampaikan penasehat hukum, termasuk persoalan legal standing pelapor.

“Jadi itu sepenuhnya kewenangan majelis hakim, dan telah dibacakan secara lengkap yang pada pokoknya terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan jabatan dan pengrusakan. Kemudian, para pihak juga sudah disampaikan majelis hakim, untuk pikir-pikir, menerima ataupun mengajukan upaya hukum dalam tujuh hari,” beber Humas PN Cikarang, Sondra Lambang Linui.

Penasehat hukum, Faisol, Wahyu Haryadi, menyayangkan putusan yang dibuat majelis hakim. Menurut dia, majelis hakim mengaburkan status pelapor yang tidak memiliki kekuatan hukum, untuk melaporkan kasus ini.

Dalam fakta persidangan, lanjut Wahyu, jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan keterkaitan pelapor dengan kliennya.

“Sebenarnya, terkait legal standing ini hak siapa yang bisa melapor. Ini antara pemodal dan bukan pemodal. Kalau pelapor sebagai pemodal, silahkan buktikan. Kami akan berjuang dan tidak ada pembuktian, semua hanya bentuk lisan,” sesal Wahyu.

Atas dasar itu, Wahyu menegaskan, bakal mengajukan banding.

“Kami akan ajukan banding terhadap putusan tersebut, dan dalam beberapa hari ini bakal disusun. Seperti yang kami yakini, dalam fakta persidangan, Muchtar tidak memiliki legal standing dalam kasus ini,” tegas Wahyu. (and)