RADARBEKASI.ID, BEKASI – Memberikan makanan tidak sehat hingga salah pola asuh, menyebabkan ribuan Balita di Bekasi terindikasi mengalami Obesitas atau kelebihan berat badan, 275 diantaranya anak berusia 0 sampai 23 bulan (Baduta). Penting bagi orang tua mengetahui ciri atau gejala anaknya terindikasi mengalami Obesitas mulai dari yang termudah, yakni tanda-tanda yang ditunjukkan secara fisik.
Beberapa kali kasus anak dengan berat badan berlebih di wilayah Kabupaten Bekasi menyita perhatian publik. Obesitas kini menjadi salah satu persoalan gizi yang menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Bekasi, selain stunting dan gizi buruk.
Pemicu obesitas pada balita disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari pola makan yang tidak sesuai dengan anjuran kesehatan. Seperti makanan yang tidak sehat, porsi berlebih, hingga faktor genetik.
Oleh karena itu, peran aktif orang tua dibutuhkan untuk mencegah obesitas mengingat pemicu persoalan gizi ini berawal dari konsumsi makanan tidak sehat, berlebihan, serta konsumsi makanan dan minuman tinggi kalori namun rendah nutrisi tanpa diikuti aktivitas fisik yang cukup. Kemudian persoalan di wilayah-wilayah urban seperti di Kabupaten Bekasi itu banyak orang tua yang bekerja.
“Jadi banyak bapak dan ibunya pergi pagi dan pulang malam, sementara bayinya diasuh orang lain. Bisa jadi, agar diam si bayi dikasih makanan minuman manis secara terus-menerus hingga memicu obesitas,” ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Supriadinata kepada Radar Bekasi, Minggu (2/7).
Selain itu, lanjutnya, obesitas pada balita juga bisa disebabkan faktor internal yakni keturunan atau kelainan genetik, meski kecenderungan faktor ini relatif lebih kecil dibandingkan pengaruh lingkungan luar yakni pola makan tidak sehat dan berlebihan. Mengacu teori klasik H.L. Bloom, penyakit yang ditimbulkan akibat faktor genetik peluangnya cenderung lebih kecil, hanya 10 persen.
Dia menghimbau, agar masyarakat melakukan upaya pencegahan obesitas. Selain menerapkan pola makan sehat dan seimbang, berat badan dan panjang atau tinggi badan balita juga harus dipantau secara berkala di Posyandu. Dimana, setiap orang tua harus membawa bayi ke posyandu, ditimbang rutin setiap bulan ketika ada kenaikan yang tidak wajar dapat langsung dikonsultasikan ke dokter di Puskesmas terdekat di sekitar Posyandu.
“Pemerintah juga rutin melakukan Bulan Penimbangan Balita dari Februari-Agustus sekaligus pemberian Vitamin A,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Masrikoh menambahkan, dari total 1.440 balita obesitas, 275 di antaranya bahkan masih berusia di bawah dua tahun. Dari 23 kecamatan se-Kabupaten Bekasi, tercatat hanya dua kecamatan yang saat ini terbebas dari masalah obesitas pada balita yakni Kecamatan Pebayuran dan Cabangbungin.
Sedangkan dua wilayah tertinggi angka obesitas pada balita berdasarkan cakupan masing-masing puskesmas yakni wilayah Kelurahan Wanasari di Kecamatan Cibitung dengan 195 kasus dan Desa Waluya, Kecamatan Cikarang Utara dengan 106 kasus. Sejauh ini pihaknya memberikan penyuluhan secara berkelanjutan kepada masyarakat terkait penerapan pola hidup sehat dengan memberikan asupan makanan bergizi untuk mendukung pertumbuhan serta perkembangan balita agar tumbuh sehat sesuai usia dan berat badan.
“Saya memberikan kiat khusus kepada para ibu agar menerapkan inisiasi menyusu dini, memberikan ASI eksklusif sampai usia enam bulan dan melanjutkan pemberian ASI hingga usia dua tahun. Kami juga kontinyu memberikan makanan bayi dan anak sesuai kelompok umur serta tummy time untuk bayi yang belum bisa merangkak sebagai usaha aktivitas fisik. Upaya-upaya tersebut untuk mencegah bayi dan balita mengalami obesitas,” katanya.
Kejadian obesitas baru-baru ini dialami oleh anak ketiga dari pasangan Tabroni (33) dan Marlina (35), yakni Siti Raisya Rahayu. Balita berusia tujuh bulan ini mempunyai berat badan mencapai 15,5 kilogram. Oleh karena itu, warga Kampung Putat RT 03/01, Desa Sindangsari, Kecamatan Cabangbungin ini harus mendapat penanganan intensif, karena kerap mengalami sesak nafas dengan kondisi berat badan obesitas.
Raisya lahir secara normal dengan berat badan 3 kg dan panjang 48 cm, berat badannya terus mengalami kenaikan sejak usia dua bulan. Pada usia dua bulan itu, Raisya sempat dirawat di rumah sakit karena mengalami kejang-kejang dan panas tinggi. Sepulang dari rumah sakit berat badannya terus bertambah drastis setiap bulannya.
Seperti yang disampaikan orang tua Raisya, Marlina (35), berat badan putrinya ini mengalami kenaikan setelah pulang dari rumah sakit, kemungkinan karena susu formula yang diberikan cocok. Hal itu mengingat, anaknya ini tidak bisa mendapatkan asi dirinya.
“Setiap hari lima kali nyusu, tapi nggak terlalu banyak ngasihnya. Sekarang umurnya tujuh bulan, berat badannya 15 kilo,” ujarnya.
Sejauh ini, dirinya sudah mengajak anaknya ini berobat ke puskesmas. Kemudian dari puskesmas dirujuk lagi ke rumah sakit. Namun dari pemeriksaan di rumah sakit belum ada hasilnya, karena harus menunggu. Sekarang, putri bungsu dari tiga bersaudara ini harus mendapatkan pengawasan dari dokter anak di rumah sakit setelah mendapatkan rujukan dari Puskesmas Cabangbungin.
“Menurut dokter berat badannya nggak normal. Saya nggak tau kenapa, kata dokter maag karena ada luka dalam. Bukan karena susu. Terkadang suka sesak nafas, nggak bisa tidur, nangis terus. Kalau bergerak bisa, tapi nggak bisa tengkurap,” jelasnya.
Faktor keturunan sebagai penyebab Obesitas ini tidak serta merta membuat seseorang memiliki berat badan berlebih sejak lahir. Peluang terjadinya obesitas keturunan pada anak berkisar 40 sampai 50 persen jika salah satu orang tuanya mengalami Obesitas.
Persentase tersebut akan semakin besar jika kedua orang tua anak mengalami obesitas, mencapai 70 hingga 80 persen. Obesitas pada anak yang disebabkan oleh faktor genetik ini dapat diatasi dengan mengubah pola makan, rutin berolahraga, hingga latihan aerobik disertai diet rendah kalori.
Selain faktor genetik, gaya hidup dan pola makan juga menjadi faktor utama. Sering mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan menjadi kebiasaan yang dapat memicu obesitas pada anak.
“Makanan cepat saji dan olahan cenderung tinggi lemak dan gula, namun rendah serat. Makanan berlemak dan bergula mempunyai kepadatan energi yang tinggi,” kata Penasehat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Perwil Bekasi, Triza Arif Santosa.
Terkait dengan pola makan ini, Triza mengingatkan agar banyak mengkonsumsi sayur dan buah, mengutamakan memilih makanan tinggi serat seperti Oats, pasta gandum, dan nasi merah. Selain itu, orang tua juga sebaiknya menghindari anak-anaknya mengkonsumsi jenis karbohidrat yang mengandung gula sederhana seperti gula dan permen, serta mengurangi makanan yang diolah dengan cara digoreng.
Kemajuan teknologi dan kondisi lingkungan di suatu wilayah juga turut menjadi pendorong obesitas. Kegemaran anak menonton TV atau Video, bermain gadget, hingga bermain game pada komputer atau video game akan menurunkan intensitas aktivitas fisik anak di luar rumah.
“Dengan kemajuan teknologi, anak akan memanfaatkan waktu luang dengan bermain di dalam rumah dibanding di luar rumah,” ungkapnya.
Orang tua dapat mendeteksi ciri-ciri fisik anak-anak mereka menggunakan cara yang mudah, dalam mengantisipasi kelebihan berat badan ini. Diantaranya dengan memperhatikan bentuk pipi yang nampak tembem, dagu rangkap, leher tampak pendek, perut membuncit dan berlipat-lipat, payudara membesar, kedua tungkai umumnya berbentuk X, paha bagian dalam saling menempel, dan pada anak laki-laki penis tampak kecil dan terbenam.
Selain ciri-ciri tersebut, anak yang mengalami obesitas sering kali mendengkur saat tidur, tidak nyenyak dan sering terbangun pada malam hari, serta berkurangnya konsentrasi belajar.
Jika mendapati ciri-ciri fisik tersebut pada anak, orang tua dapat mengubah pola makan dan gaya hidup lebih sehat di dalam lingkungan keluarga. Konsultasi dengan dokter anak juga menjadi pilihan yang tepat.
Selain itu, pengukuran antropometri juga dapat dilakukan guna mengetahui anak mengalami gejala atau bahkan sudah kelebihan berat badan.
“Anak disebut obesitas jika berat badan menurut tinggi badan berada pada +3 dan Overweight +2 menurut kriteria WHO 2006,” tambahnya.
Triza menyarankan kepada orang tua agar bayi ditimbang dan diukur berat badannya secara rutin, setiap bulan pada usia 0 sampai 24 tahun, serta setiap dua bulan setelah berusia diatas 1 tahun. (pra/sur)