RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemilik rumah bersama dengan kuasa hukum resmi melaporkan pengembang Cluster Green Village kepada pihak kepolisian akhir pekan kemarin. Langkah ini akhirnya dipilih sebagai jalan terakhir lantaran tak kunjung ada solusi bagi sepuluh pemilik rumah.
Kuasa hukum korban menduga kuat adanya kejahatan terorganisasi korporasi sehingga warga tertipu.
Hampir satu bulan, sembilan penghuni rumah di Cluster Green Village, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi kehilangan akses jalan tepat di depan rumah mereka setelah dilakukan eksekusi oleh pemilik lahan yang sah.
Satu rumah lainnya terancam harus dibongkar sebagian bangunannya lantaran berdiri di atas tanah milik orang lain, bukan milik pengembang.
Pengembang, yakni PT Surya Mitratama Persada dilaporkan dengan dugaan penipuan dan atau penggelapan. Hal ini terlihat dari tidak sesuainya luas tanah yang dipesan dan dibayar oleh penghuni dengan luas tanah yang tertera pada sertifikat.
Lebih dari itu, Fasos Fasum termasuk jalan lingkungan di depan rumah para korban juga saat ini tidak ada, akses warga hanya tersisa 80 cm setelah berdiri tembok kokoh pembatas antara lahan cluster dengan lahan yang sebelumnya sengketa.
“Tapi nyatanya Fasum juga tidak ada, tanah kita (pemilik) yang 72 (meter) juga cuma 60. Artinya disini banyak kebohongan, banyak penipuan,” kata kuasa hukum warga, Yanto Irianto.
Dari sisi hukum kata Yanto, jelas menurutnya terjadi kejahatan terorganisasi korporasi. Beberapa pihak dapat terseret ke dalam permasalahan ini, mulai dari Pemerintah Kota (Pemkot), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi, hingga perbankan, yakni turut serta membantu kejahatan yang dilakukan oleh pengembang.
Pembangunan cluster ini disebut pernah dilakukan penyegelan oleh Pemkot Bekasi pada tahun 2016 silam, namun proses pembangunan kembali berlanjut. Begitu pula dengan pihak perbankan yang memberikan kredit kepada kliennya meskipun hunian tidak memiliki akses jalan.
“Sudah jelas sekarang membeli kredit, tidak mungkin bank memberi kredit tidak ada jalan umum, itu kan jelas. Berarti ada kolaborasi antara pengembang, bank, dan pemberi izin,” tambahnya.
Yanto menyebut saat ini kliennya tidak dapat menjalankan aktivitas seperti sedia kala dengan keterbatasan akses jalan.
Sebelumnya, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto telah memerintahkan Dinas Tata Ruang (Distaru) untuk mencermati proses perizinan pembangunan cluster tersebut. Ia menilai, Pemkot Bekasi sama-sama dirugikan lantaran Fasos Fasum merupakan aset milik pemerintah yang akan diberikan kepada masyarakat.
“Jadi, saya minta kemarin, kalau ada hal-hal yang kemudian dilanggar, harus ada Punishment terhadap pengembang yang ada,” ungkapnya belum lama ini.
Tri menyebut bahwa pihaknya sudah tiga kali memanggil serta mencari pengembang, namun belum membuahkan hasil.
“Kita dorong dia untuk memenuhi kewajibannya itu, sehingga nanti dia harus membebaskan lahan yang kemudian sudah masuk dalam proses perizinan pasti,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi, Amir Sofwan mengaku telah mengetahui peristiwa yang menimpa 10 pemilik rumah di Cluster Green Village. Berdasarkan informasi yang ia dapat, sengketa tanah sudah berkekuatan hukum tetap di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Dalam hal ini, BPN hanya mengikuti putusan pengadilan, termasuk mencermati sertifikat kepemilikan lahan di area tersebut.
“Kalau kami dari segi data pertanahan lebih kepada melihat justifikasi putusan yang dilakukan oleh pengadilan, kemudian melihat batas tertentu. Seandainya itu memang berpengaruh pada sertifikatnya kita coba sesuaikan,” ungkapnya. (sur)