RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kota Bekasi telah mencanangkan program Zero Stunting, dimulai dengan deklarasi bersama Dinas Kesehatan (Dinkes), Posyandu, dan berbagai unsur lainnya pada 11 Juli lalu.
Bekasi Go To Zero New Stunting tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan Rembuk Stunting Kota Bekasi Tahun 2023 sepekan berikutnya.
Program penanganan stunting menjadi perhatian puskesmas dan berbagai pihak di setiap lingkungan. Langkah itu juga dilakukan di wilayah Puskesmas Aren Jaya. Dimulai dari sosialisasi pencegahan hingga pendataan dan identifikasi, hingga penanganan kasus di lingkungan masyarakat.
Beberapa penyebab anak dengan stunting diantaranya adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi, kurangnya pemenuhan air bersih dan sanitasi, hingga pola asuh yang kurang baik. Sehingga, intervensi pencegahan dan penurunan stunting perlu dilakukan secara terintegrasi oleh semua unsur masyarakat.
Menjelang akhir pekan kemarin, sosialisasi pencegahan dan pendataan stunting dilakukan di lingkungan Kelurahan Aren Jaya, melibatkan Puskesmas dan kader Posyandu, Jumat (21/7).
Kepala UPTD Puskesmas Aren Jaya, Feri Yuni mengatakan bahwa kerjasama di lingkungan sudah relatif baik dalam penanganan stunting. Dimulai dari pemantauan oleh Kader Posyandu, laporan dugaan kasus kemudian ditindaklanjuti oleh puskesmas lewat petugas Bina Wilayah (Binwil).
“Jadi ini memang sudah terjadi koordinasi bagus untuk penanganan-penanganan stunting ini,” katanya.
Pemeriksaan Posyandu menyasar bayi dan balita usia nol sampai 59 bulan. Setiap laporan dari Posyandu dan lingkungan RW kemudian ditindaklanjuti oleh petugas Binwil, sebagian besar bidan dan perawat, total ada 11 petugas Binwil di Kelurahan Aren Jaya.
Setiap laporan dugaan kasus stunting yang masuk akan divalidasi oleh Binwil dengan melakukan pengecekan, mulai dari pengukuran berat badan, tinggi badan, hingga status gizi bayi atau balita.
Setelah teridentifikasi masuk dalam kategori stunting, dilanjutkan dengan melakukan intervensi. Dimulai dengan mendatangi kedua orang tua bayi atau balita.
“Intervensinya, kita datangi kedua orang tuanya, kita periksa dulu apakah ada penyakit penyerta, atau riwayat di balita tersebut. Seandainya tidak ada, dalam kondisi sehat, baru kita edukasi untuk pengasuhan,” paparnya.
Selain pola asuh, pemenuhan kebutuhan gizi, salah satu yang diidentifikasi adalah faktor genetik atau keturunan. Dalam kasus anak dengan stunting berstatus gizi buruk, intervensi ekstra diberikan oleh puskesmas dan kader Posyandu.
Mulai dari pemberian makanan tambahan oleh kader, hingga penanganan lewat konseling dan rujukan oleh Puskesmas.
“Kalau yang dengan gizi buruk atau gizi kurang, itu jadi prioritas pengawasan kita, itu kita evaluasi setiap bulan berikutnya. Kalau yang dapat makanan tambahan itu per minggu di cek berat badan dan tinggi badannya,” tambahnya.
Pada pelaksanaan rembuk stunting beberapa waktu lalu, Kota Bekasi menargetkan Zero New Stunting tahun 2024. Kerjasama penanganan stunting di Kota Bekasi selama ini terbukti dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), dimana angka stunting tahun 2022 di angka 6 persen.
Sementara berdasarkan data Sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2022 berada di angka 3,4 persen. (adv/sur)