RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dirancang menggunakan teknologi di dekat Perumahan Taman Kertamukti Residence, Cibitung, Kabupaten Bekasi, kembali mendapat penolakan dari warga.
Rencana pembangunan TPST ini, diklaim akan sama seperti yang ada di Kota Denpasar, berbasis Refuse Derived Fuel (RDF).
Warga menilai, pembangunan yang sangat dekat pemukiman atau perumahan, sehingga akan merusak kualitas air tanah, dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Adapun gagasan rencana pembangunan TPST itu, dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Saya diperintahkan oleh pimpinan secara lisan, untuk mensosialisasikan tentang rencana pembangunan TPST di Desa Kertamukti, Kecamatan Cibitung,” beber Kepala UPTD Kebersihan Wilayah III Kabupaten Bekasi, R. Sopyan Rahayu, usai kegiatan sosialisasi bersama warga, di Perumahan Taman Kertamukti Residence.
Kata Sopyan, dirinya bermaksud memberikan pencerahan kepada masyarakat, terkait bagaimana teknis operasi TPST berbasi teknologi.
“Kebetulan TPST ini, merupakan dasar dari pelaksanaan program perencanaan dari Kementerian PUPR. Teknisnya panjang, dan jika bicara program pembangunan TPST ini lebih kompleksitas, berbeda dengan pembangunan TPS3R yang lain,” ucapnya.
Sopyan menjelaskan, jika keberadaan TPST ini sudah dibangun, sedikitnya 30% tenaga kerja akan dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin teknologi tersebut.
“Kehadiran TPST ini membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal, sedikitnya 50 orang pegawai untuk tenaga operasional, dan teknis kerjanya berbasis teknologi, yang sederhananya proses pembuatan magot,” ujar Sopyan.
Kata dia, sistem operasional TPST yang nantinya berbasis RDF ini, sama seperti layaknya proses pengolahan batu bara. Sehingga, warga sekitar lokasi TPST jangan sampai salah paham.
“Sebelumnya kan warga ada yang menerima, dan sekarang malah menolak. Padahal, pada saat awal sosialisasi yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sebagian masyarakat sudah menerima,” terang Sopyan.
Menurutnya, kekhawatiran warga terlalu berlebihan mengenai dampak keberadaan TPST, lantaran isu yang beredar akan menimbulkan bau dari sistem pengelolaan sampah maupun limbah dan lain sebagainya.
“Kalau berdampak negatif tidak mungkin, saya sendiri pernah studi banding di Bali, TPST itu tidak ada bau, tapi menimbulkan kebisingan, karena mesin pencacah,” tuturnya.
Sementara itu, salah satu warga Perumahan Taman Kertamukti Residence, Sony Maulana (31) menyatakan, pembangunan TPST ini terlalu dekat dengan perumahan.
Ia menilai, mayoritas warga yang terdampak dari rencana pembangunan TPST itu baru tinggal 1,5 sampai 2 tahun, karena lokasi perumahan subsidi baru.
“Kan ada dua perumahan yang akan terdampak. Pertama, Kertamukti Sakti Residence. Kedua tempat tinggal saya, perumahan Kertamukti Residence,” ungkap Sony kepada wartawan
“Jaraknya kurang jauh, dan hanya dibatasi tembok saja,” tuturnya.
Saat baru membeli unit di perumahan tersebut, Sony tidak mengetahui bakal ada pembangunan TPST.
Karena itu, warga secara tegas menolak setelah mendengar informasi ihwal pembangunan TPST pada dua bulan lalu.
“Kalau tahu dekat TPST, nggak mungkin kami rumah disini. Pasti pilih lokasi lain. Makanya kami menolak, karena setelah beli rumah, baru tahu kalau mau dibangun TPST,” sesalnya.
Pihaknya telah menanyakan ke pihak pengembang perumahan, dan rupanya juga baru mengetahui beberapa bulan lalu.
Sebenarnya, warga telah diberi tahu pembangunan TPST ini tidak akan mempengaruhi kualitas air dan tanah. (and)