RADARBEKASI.ID, BEKASI – Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Negara (FMPN) Kabupaten Bekasi, menggeruduk Kantor Polres Metro Bekasi, di Jalan Ki Hajar Dewantara, Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Kamis (3/8).
Kedatangan mereka, terkait pernyataan akademisi Rocky Gerung (RG), yang dituding telah menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat berbicara di depan massa buruh beberapa waktu lalu, dan membuat sejumlah kelompok bereaksi.
Diketahui, beberapa waktu lalu sempat viral video seorang akademisi yang mengkritik kebijakan Jokowi tentang pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Dalam video yang beredar, Rocky menyebut kata “bajingan dan tolol” yang kini menjadi ramai diperbincangkan, dan berakhir pada pelaporan oleh pendukung Jokowi, di Polda Metro Jaya, karena dinilai telah menghina Presiden.
“Kami sebagai anak bangsa, sangat tersakiti. Walaupun presiden bukan sebagai simbol Negara, tetapi siapa pun yang menghina presiden, maka sama dengan melecehkan martabat bangsa,” ucap koordinator aksi, Turangga Cakra Wicaksana, di halaman Kantor Polres Metro Bekasi, Cikarang Utara, Kamis (3/8).
Dikatakannya, dalam aksi tersebut mereka meminta kepada pihak kepolisian, melalui Polres Metro Bekasi, agar dapat memproses RG secara hukum, karena dinilai telah menghina Presiden Republik Indonesia.
“Kami meminta kepada institusi penegak hukum, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Polres Metro Bekasi, untuk mengadili dengan tegas oknum penghina Presiden Indonesia. Tegakkan hukum seadil-adilnya di negeri ini, dan tidak pandang bulu, siapapun orang yang menghina Presiden di republik ini,” desak Turangga.
Sejumlah elite partai di Kabupaten Bekasi juga angkat bicara mengenai pernyataan RG. Seperti yang diutarakan Bendahara DPC Partai Gerindra Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, apabila diminta menilai pernyataan RG yang disampaikan saat berbicara di depan massa buruh beberapa waktu lalu itu, dalam konteks menghina atau bukan? cukup sulit membuktikannya.
Ia menjelaskan, karena standar bahasa di masing-masing wilayah itu berbeda-beda. Termasuk standar etik juga di masing-masing wilayah. Politikus yang akrab disapa Iwang ini mencontohkan, di satu tempat memanggil nama ke orang yang lebih tua dianggap pantas. Kemudian ada juga yang menganggap itu tidak pantas.
“Jadi standar apa yang mau dipakai, standar etis, standar bahasa, atau standar bahasa yang ada di ranah hukum,” tutur Iwang kepada Radar Bekasi, Kamis (3/8).
Menurutnya, mengkritik pemerintah pada persoalan kebijakan, sesuai dengan keahliannya, dari analisa-analisa yang berdasar bukan hanya dugaan atau malah subyektif.
“Tentang prosa bahasa “bajingan dan tolol” bisa dilihat di kamus besar bahasa Indonesia, apakah bahasa tersebut berkonotasi negatif apa tidak,” ucap Iwang.
Sementara itu, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Islam (Unisma) Bekasi, Ainur Rofiq, berpendapat di dalam politik sudah ada etikanya perihal berbicara dan sebagainya. Terutama dalam konteks Indonesia sebagai orang timur.
Ainur menilai, dalam konteks di negara barat pernyataan itu tidak masalah. Namun lagi-lagi ini konteksnya masyarakat timur, yang tanda petik menjunjung tinggi etika, norma dan sebagainya.
“Pernyataan itu tidak dibenarkan, artinya tidak tepat untuk disampaikan. Bukan dalam konteks benar dan salah, hanya kurang tepat saja disampaikan. Karena politik juga ada sisi lokalnya, artinya ada norma yang dijunjung, ada norma yang harus ditegakkan. Mungkin di negara barat, dalam konteks berbicara seperti itu no problem,” bebernya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Metro Bekasi, AKP Hotma Sitompul mengatakan, bahwa pihaknya telah menerima aspirasi dari perwakilan massa aksi tersebut.
Dirinya membenarkan, bahwa massa aksi itu meminta pihak kepolisian untuk memproses RG secara hukum, dan aksi tersebut berjalan dengan tertib.
“Ada perwakilan tiga orang dari massa yang melakukan aksi, dan sudah diterima oleh Kasat Intelkam Polres Metro Bekasi, dan menyampaikan aspirasi mereka yang dianggap RG telah menghina Presiden, sekaligus minta diproses sesuai hukum yang berlaku di negara ini,” terang Hotma. (ris/pra)