Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Bekasi Setuju PPDB Zonasi Dihapus

ILUSTRASI: Sejumlah peserta didik baru saat mengikuti kegiatan masa orientasi siswa tahun lalu di SMPN 9 Kota Bekasi. DEWI WADAH/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerataan sekolah belum siap, stigma sekolah favorit juga masih lekat di masyarakat, membuat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) gaduh lantaran ditemukan praktik curang. Kemungkinan untuk menghapus sistem zonasi terbuka, Dewan Pendidikan Kota Bekasi setuju untuk menghindari praktik curang sampai semua faktor dibelakangnya telah siap.

Termasuk di Kota Bekasi, Dewan Pendidikan hingga Plt Wali Kota Bekasi mendatangi sekolah lantaran menerima aduan dugaan kecurangan pada sistem zonasi. Kesimpulannya, mencuat usulan evaluasi terhadap sistem PPDB, utamanya pada sistem zonasi yang menyediakan kuota cukup besar.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi mengatakan bahwa sistem zonasi sedianya menyimpan tujuan baik bagi siswa. Dimana sistem ini memberikan peluang besar kepada siswa yang tinggal dekat dengan sekolah, meningkatkan konsentrasi belajar siswa, mengurangi kemacetan, hingga mengurangi pengeluaran dari sisi ekonomi.

Terkait dengan peluang dihapuskannya sistem zonasi, Ali mengatakan setuju dengan hal tersebut. Pemerintah memang perlu menganalisa benar-benar sistem PPDB.”Bisa saja itu, lebih untuk menghindari itu (kecurangan) dulu ya. Untuk menghindari kenakalan-kenakalan,” katanya.

Hanya saja, jika benar-benar hapus, harus benar-benar terinformasikan sejak awal kepada masyarakat.

Jika seleksi dilakukan kembali dengan standar nilai akademik, Ali menyebut perlu diseragamkan standar penilaian di setiap sekolah. Pasalnya, saat ini sudah tidak ada lagi ujian akhir atau ujian negara seperti beberapa tahun silam.

“Sepertinya ini memang harus dikaji benar oleh pihak Kemendikbud, dianalisa lagi, sehingga niat awal tentang zonasi dalam rangka mendekatkan anak ke sekolah bisa tercapai,” ungkapnya.

Beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya kecurangan ini salah satunya keberadaan sekolah yang belum merata di tiap wilayah. Sehingga warga yang tinggal jauh dari lingkungan sekolah mendekatkan jarak dengan cara memindahkan KK anak.

Langkah demikian tidak seharusnya terjadi kata Ali, konsep ini secar tidak langsung membangun sikap ketidakjujuran pada anak. Opsi lain menurutnya, dengan cara menekan persentase kuota siswa pada sistem zonasi menjadi lebih kecil dari kuota PPDB kemarin.

“Akhirnya ya memang harus dicari pola lain. Sehingga anak yang dekat dengan sekolah lebih banyak kesempatannya, kemudian anak yang jauh dari sekolah ya dia harus bersaing,” tambahnya.

Sebelumnya, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto mendatangi langsung SMAN 1 Bekasi setelah mengetahui polemik PPDB, kondisi serupa juga diyakini terjadi di sekolah lain. Setelah menemukan adanya calon siswa tidak satu KK dengan orang tua, Tri menyebut harus ada perbaikan sistem zonasi.

Salah satu kelemahannya, diperbolehkan calon siswa pindah KK selama sesuai dengan ketentuan PPDB.

“Oleh karena itu, ketentuannya apakah perlu perbaikan atau penyempurnaan. Jadi, karena yang pindah itu hanya anaknya saja, tapi keluarganya itu tidak ikut pindah,” ungkapnya beberapa waktu lalu menjelang pengumuman PPDB tingkat SMA/K.

Perbaikan juga harus dilakukan mulai dari RT dan RW, lantaran dimungkinkan perpindahan KK dilakukan kurang dari satu tahun dengan melampirkan surat keterangan dari RT/RW.

Sementara, Pengamat Pendidikan, Imam Kobul Yahya mengatakan bahwa sistem zonasi sulit untuk dilaksanakan di wilayah perkotaan seperti Bekasi. Alasannya, sekolah negeri sebagian berada di area perumahan, belum lagi sebaran sekolah yang belum merata.”Jadi sistemnya bagus, tapi sebaran sekolahnya tidak bagus,” ungkapnya.

Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki sebaran sekolah negeri di tiap wilayah, atau membantu sekolah swasta agar sejajar dari sisi kualitas dengan sekolah negeri.”Mungkin kedepannya masih lama (pemerataan sekolah), tapi kalau Kota Bekasi saya kira mungkin bisa karena Kita Bekasi sudah kota metropolitan,” tambahnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyebutkan ada peluang penghapusan PPDB zonasi. Jokowi menegaskan, Pemerintah tengah mengkaji hal ini. “(Sedang, red) dipertimbangkan. Akan dicek secara mendalam dulu plus minusnya,” katanya dalam wawancara seusai menjajal LRT Jabodetabek kemarin (10/8).

Sebelumnya, sinyal ini sempat disampaikan pula oleh Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani usai bertemu Jokowi di Istana Negara. Ia menyebut, Presiden sedang mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi tahun depan. “Tapi ini sedang dipertimbangkan,” katanya.

Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan sejumlah aspirasi terkait PPDB zonasi. Dia telah memberi tahu Jokowi bahwa penerimaan peserta didik baru melalui sistem ini telah menimbulkan problem di banyak tempat. Dia menyadari bahwa kebijakan zonasi ini untuk memeratakan sekolah unggul. Namun, sayangnya, implementasi jauh dari tujuan. “Yang terjadi justru sekolah unggul jadi unggul, yang nggak unggul malah tidak unggul. Bahkan menimbulkan ketidakadilan di beberapa tempat,” katanya.

Muzani menyebut niat awal zonasi hingga kini belum tercapai. Dia turut prihatin karena justru terjadi masalah di beberapa tempat. “Hampir di seluruh provinsi,” ungkapnya.

Oleh karenanya, dia mendorong Presiden untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Perlu penyempurnaan dalam pelaksanaan teknisnya sehingga tidak menimbulkan masalah seperti sebelum-sebelumnya.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus terkait pelaksanaan PPDB. Satgas bertugas untuk mengevaluasi jalannya PPDB sebelumnya.

“Saat ini, Kemendikbudristek telah membentuk satgas yang bertugas khusus untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah demi meningkatkan pelaksanaan PPDB di masa mendatang,” ujar Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek Anang Ristanto, Kamis (10/8).

Anang menegaskan, Kemendikbudristek selalu terbuka dalam menerima semua masukan dan saran terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Seluruh masukan dan saran yang masuk kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan, termasuk perbaikan dalam pelaksanaan PPDB di seluruh daerah di Indonesia.

“Kemendikbudristek selalu terbuka untuk menerima semua masukan dan saran,” ungkapnya.

Alih-alih menghapus PPDB zonasi, banyak pihak yang sebetulnya lebih menginginkan Kemendikbudristek untuk lebih memperhatikan implementasi zonasi di lapangan. Meski, hal ini kerap disebut Kemendikbudristek sebagai tanggung jawab dari pemerintah daerah masing-masing, sebagai penyelenggara pendidikan di daerah.

Namun, aturan PPDB sendiri merupakan milik Kemendikbudristek. Terlebih, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ada celah di regulasi untuk melakukan kecurangan itu sendiri.

’’Sumber kegaduhan PPDB adalah pada regulasinya sendiri. Yaitu Permendikbud No 1 tahun 2021,’’ katanya. Aturan ini telah ditafsirkan secara beragam oleh masing-masing pemerintah daerah. Mulai dari acuan penerapan seleksi berdasarkan usia, aturan pindah Kartu Keluarga (KK) hingga jalur prestasi yang tidak jelas parameternya. ’’Permendikbud 1/2021 harus direvisi atau bahkan diganti,’’ tegasnya.

Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf pun berpandangan sama. Ia meminta Kemendikbudristek mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan PPDB agar kecurangan-kecurangan tak terulang kembali. Apalagi, jika hingga Oktober keluhan dan laporan Ombudsman terus mengalir.

Dede menilai, zonasi tetap ada untuk warga sekitar. Namun, juga harus dikombinasikan data Dapodik sebelumnya yang mencatat memang calon peserta didik tersebut bersekolah di SD/SMP di sekitar situ.

”Ini sudah kami minta dari sebelum reses, untuk dilakukan evaluasi total,” katanya. Kalau perlu, lanjut dia, dibuat sistem baru atau menggunakan tes seperti sebelumnya. Tes ini, tetap memberi afirmasi sekian persen untuk siswa tidak mampu, disabilitas, dan berprestasi. Sehingga, tak hanya mengandalkan rapor karena rapor bisa dibesar-besarkan nilainya.

Seperti diketahui, tahun ini, pelaksanaan PPDB kembali bermasalah. Banyak dugaan kecurangan yang ditemukan. Modusnya masih sama. Salah satunya, soal pemalsuan alamat rumah hingga ganti KK. Akibatnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan membatalkan nama dari 4719 calon siswa baru yang disinyalir melakukan kecurangan pada pendaftaran PPDB tahun ini. (sur/lyn/mia)