Berita Bekasi Nomor Satu

Warga Tempuh Jalan Kiloan Meter untuk Ngambil Air

PANGGUL GALON : Seorang warga Cibarusah, Edah (50), memanggul galon berisi air yang diambil dari Sungai Cihoe, di Desa Ridogalih, Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Minggu (27/8). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Cibarusah, Edah (50) terpaksa harus menempuh jarak dua kilometer untuk mengambil air ke Sungai Cihoe, di Desa Ridogalih, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.

Edah bersama anaknya yang akrab disapa Cece, setiap sore membawa dua jerigen untuk membawa air buat kebutuhan Mandi Cuci Kakus (MCK) keluarganya, terlebih sang anak Cece, harus sekolah pada pagi hari.

“Untuk menuju Sungai Cihoe yang berada di pinggir jalan utama Desa, harus menempuh jarak dua kilometer, dan kurang lebih 10 menit jika menggunakan sepeda motor,” kata Edah, saat ditemui di Sungai Cihoe, Minggu (27/8).

Dirinya selalu membawa dua jerigen air untuk memenuhi kebutuhan MCK keluarganya. Sejak dahulu, Sungai Cihoe dijadikan sumber air bagi warga Cibarusah, karena tidak ada sumber air lagi, meskipun airnya sedikit keruh.

Sungai Cihoe, memiliki karakter yang ramah bagi warga, arus sungainya tak deras, dan banyak bebatuan alam yang bisa jadi pijakan bagi warga yang hendak mengambil air.

“Setiap hendak mengambil air, paling bisa membawa dua jerigen. Kalau soal kualitas air, bagi kami masih dianggap layak, karena tidak ada sumber air lain,” tuturnya.

Namun Edah berharap, ada pemasangan air PAM di lokasi yang mudah diakses warga. Sebab, ketika hendak menuju Sungai Cihoe, dirinya harus naik turun berjalan kaki menuju sungai.

“Pengennya ada sumber air bersih, seperti PDAM, sehingga warga mudah untuk mendapatkan air bersih,” ucapnya.

Hal serupa juga dirasakan oleh Herman (60). Dia juga mengandalkan Sungai Cihoe untuk mengambil air guna kebutuhan sehari-hari. Bahkan Herman bisa dua kali dalam sehari kembali ke Sungai Cihoe.

“Rumah saya tiga kilometer untuk menuju Sungai Cihoe. Saat pagi dan sore hari, saya membawa tiga hingga empat jerigen, untuk mengambil air sungai,” bebernya.

Hal ini terpaksa ia lakukan, karena sumur di rumahnya tidak lagi mengeluarkan air. Untuk keperluan konsumsi, Herman membeli air isi ulang. Saat musim kemarau, dia mengakui, bantuan air bersih kerap datang seminggu satu kali.

“Sumur yang di rumah sudah kering. Ambil air buat mandi, cuci piring, setiap pagi dan sore. Tapi ada seminggu sekali bantuan air bersih, tapi harus antri dan berebutan,” terang Herman.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi telah menetapkan status siaga darurat kekeringan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Bekasi nomor HK.02.02/Kep.528-BPBD/2023. Kekeringan baik area pertanian maupun berkurangnya kebutuhan air bersih di Kabupaten Bekasi yang melanda wilayah Utara dan Selatan, yakni Serang Baru, Cibarusah, Bojongmangu, Babelan, Sukawangi dan Tarumajaya.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bekasi, Dodi Supriadi menyampaikan, pihaknya mencatat sebanyak delapan kecamatan dan 21 desa terdampak kemarau panjang.

Saat ini pihaknya telah menyiagakan lima armada kendaraan tangki berisi 5.000 liter air bersih dari PDAM Tirta Bhagasasi, untuk membantu warga yang membutuhkan air bersih di wilayah kekeringan tersebut.

“Hasil pendataan berdasarkan laporan dari kecamatan, terdapat delapan kecamatan dan 21 desa yang terdampak kekeringan. Setiap hari melayani Surat Permohonan Air Bersih yang dikirim melalui kecamatan. Sampai dengan 25 Agustus 2023, BPBD Kabupaten Bekasi telah mendistribusikan air bersih sebanyak 110.000 liter,” pungkas Dodi. (ris)