RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi segera membayar ganti rugi sengketa lahan seluas lebih dari 3000 meter persegi milik ahli waris H.M Nurhasanuddin Karim yang berada di atas bangunan SDN Bantargebang III, IV dan V.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan pembayaran ganti rugi dijadwalkan pada November 2023 mendatang. “Kan ini ada proses perencanaan penganggaran dan itu kan baru inkrahnya kemarin. Baru saja kemarin juga sudah dinyatakan oleh pengadilan untuk dibayarkan,” ucap Wali Kota Bekasi Tri Adhianto di Kecamatan Bekasi Barat, Kamis (31/8).
Tri menjelaskan, untuk pembayaran ini menggunakan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2023. Adapun besaran biaya ganti rugi lahan sebesar Rp 19 miliar.
“Hari ini kan kita sedang berproses untuk pembayaran ABT (Anggaran Biaya Tambahan) 2023. Tadi pagi saya sudah perintahkan Rp 19 miliar sudah kita siapkan, nanti diketuk palu. Mudah-mudahan segera diketuk palu yang terhormat (DPRD),” katanya.
Lanjut Tri, keputusan ini dilakukan dalam waktu dekat. Sehingga jika sudah ada keputusan dapat direalisasikan paling lambat November 2023.
“Kami siapkan nanti diketok palu, mudah-mudahan segera saja diketok palu oleh yang terhormat, kalau hari ini diketok palu, September ada persetujuan Gubernur, ya harusnya sih paling lambat November akan kami bayarkan,” bebernya.
Selain itu, imbuh Tri, pihaknya sudah menginstruksikan kepada Dinas Pendidikan agar polemik sengketa lahan bisa segera terselesaikan.
“Itu sudah kita sampaikan itu kan ada dinasnya. Jaga betul bahwa ini kepentingan anak bangsa, berpikir yang lebih luas lagi, yakinkan kalau pemerintah akan bayar. Karena harus ada proses perencanaan penganggaran,” tandasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum Ahli Waris Andri Sihombing menceritakan asal usul lahan milik kliennya yang berpolemik dengan Pemerintah Kota Bekasi.
“Itu awalnya memang milik pribadi karena pada saat itu almarhum kepala desa sebelum Pemkot lahir tahun 80an, karena kepala desa punya tanah, yaudah akhirnya pinjam tanah kepala desa almarhum itu masih pemerintah kabupaten,” ungkapnya
“Tahun 1997 itu kan ada pemekaran nah disitulah letak dari pada inti permasalahan ketika pemkot mengklaim bahwasanya itu tanah milik mereka padahal secara sejarah itu kan miliknya almarhum yang memang dipinjamkan,” jelas dia.
Lanjut Andri menyatakan, permasalahan sengketa ini sudah hampir 20 tahun yang tak kunjung diselesaikan oleh Pemerintah Kota Bekasi.
“Awal mula sengketa kan 2003, terus kan baru masuk 2020 kan. Coba 20 tahun terombang ambing, terus dari tahun kemarin sudah diberitahukan, pertengahan tahun kemarin, tapi pada nyatanya kan coba berbagai alasan anggaran dan segala macem,” jelasnya.
“Harusnya dari tahun kemarin mereka sudah sadar mereka sudah prepare, kalau memang dia punya niat yang baik pasti sudah diukur,” tambahnya.
Adapun, ia menerangkan, total uang ganti rugi yang harus dibayar Pemkot Bekasi yaitu sebesar Rp 19 miliar.
“Rp19 Miliar, kurang lebihnya ya, ganti ruginya ya ganti ruginya, kewajibannya wali kota,” katanya.
Andri juga membeberkan, luas tanah tersebut yaitu, SDN Bantargebang III seluas 500 meter persegi, SDN Bantargebang IV 1900 meter persegi dan SDN Bantargebang V 1000 meter persegi.
Sementara Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Sudarsono menyampaikan, bahwa perihal sengketa tanah yang terjadi di Bantargebang memang rentan gugatan pasca pembentukan Kotamadya Bekasi.
“Persoalan di Bantargebang ini memang berpotensi terjadi gugatan, karena aset tanah berstatus BA 28 dimana Kota Bekasi saat itu sedang dibentuk dan asetnya diserahkan melalui Kabupaten Bekasi tanpa dilengkapi warkah tanah,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Rabu (30/8).
Pihaknya juga menambahkan perihal sengketa lahan di wilayah Bantargebang, Pemkot Bekasi patuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sejak awal gugatan, upaya hukum telah ditempuh. Dimana Pemkot sejak awal telah memberikan surat kuasa kepada Kejaksaan Negeri Kota Bekasi selaku pengacara negara.
“Pemkot beritikad baik melaksanakan isi putusan dengan tetap berpedoman pada aturan dan mekanisme keuangan daerah sesuai dengan ketentuan aturan,” jelasnya.
Sehingga saat ini Pemkot sudah menyampaikan surat ke pengadilan mengenai tindak lanjut pelaksanaan putusan yang dimaksud, yaitu melalui proses penganggaran pada APBD Kota Bekasi.(rez/dew)










