RADARBEKASI.ID, BEKASI – Lonjakan kasus ISPA belakangan menjadi perhatian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) usai pemerintah merancang serangkaian strategi untuk memperbaiki kualitas udara, khususnya di Jabodetabek.
Dokter spesialis anak mengingatkan beberapa cara untuk mengurangi sumber polusi udara di komunitas kelompok usia 0-18 tahun jadi populasi paling berisiko.
Penasehat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Perwil Bekasi, Triza Arif Santosa mengingatkan semua elemen untuk mengurangi sumber polusi di tingkat komunitas dengan berbagai cara.
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO) kata dia, polusi udara luar ruangan menyebabkan sekitar 4,2 juta kematian di seluruh dunia pada 2019 silam. Diperkirakan 543 ribu kematian pada anak dibawah 5 tahun, dan 52 ribu kematian pada anak usia 5-15 tahun dikaitkan dengan efek gabungan dari polusi udara di luar ruangan dan rumah tangga.
Anak usia 0-18 tahun termasuk populasi paling berisiko terhadap paparan polusi udara perkotaan. Hal ini lantaran anak lebih banyak menghabiskan waktu beraktivitas di luar ruangan.
“Anak lebih banyak menghabiskan waktu dan melakukan aktivitas berat di luar rumah serta menghirup udara per kilogram berat badan dibandingkan dewasa,” paparnya.
Risiko menjadi lebih tinggi pada anak yang memiliki latar belakang penyakit seperti asma, pneumonia, penyakit jantung, penyakit paru, gangguan imunitas, malnutrisi, dan lainnya. Asap kata Triza, dapat mempengaruhi kondisi kesehatan anak.
“Pengaruh asap yang paling umum pada anak yaitu iritasi saluran pernapasan, penurunan fungsi paru, perburukan penyakit paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya contohnya asma,” tambahnya.
Berbagai cara dapat dilakukan meminimalisir dampak polusi diantaranya membatasi dan menyesuaikan intensitas aktivitas fisik di luar ruangan, menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, menjauhkan anak dari paparan asap rokok hingga pembakaran sampah.
Berhenti merokok di dekat anak, menghindari ruas jalan yang sibuk jika memungkinkan, hingga mengupayakan kegiatan di dalam ruangan dengan jendela dan pintu tertutup serta dengan air conditioner dalam mode Recirculate dan perawatan teratur atau menggunakan air purifier jika tersedia.
Sementara upaya untuk mengurangi sumber pencemaran di tingkat komunitas diantaranya dengan tidak membakar sampah atau limbah rumah tangga dan pertanian.
Menggunakan bahan bakar dan teknologi yang lebih bersih memasak hingga menerangi rumah, tidak menggunakan lilin atau penyegar udara yang menambahkan bahan kimia beracun ke udara. Serta mengurangi penggunaan kendaraan atau transportasi seperti mengupayakan anak-anak tidak bersekolah jauh dari rumah.
Sekedar diketahui, Kemenkes mencatat lonjakan kasus ISPA berkali-kali lipat, bahkan diatas 200 ribu per bulan. Sebanyak 740 Faskes disiagakan, 48 diantaranya adalah Puskesmas di Kota Bekasi.
Menyikapi hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi belakangan juga berencana untuk membahas upaya pencegahan hingga dampak polusi udara ini bersama beberapa pihak, seperti dokter spesialis anak, dokter spesialis paru, DLH, Disdik, hingga IDI. Pemerintah Kota (Pemkot) juga telah menginstruksikan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk melakukan upaya penanggulangan pencemaran. (sur)