Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Ribuan Pekerja Informal Tanpa Jaminan

BEBERSIH: Pekerja membersihkan kotoran pada dinding kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) di Jakarta. FOTO: ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Mayoritas pekerja mandiri di sektor informal belum memiliki jaminan kecelakaan kerja hingga jaminan hari tua. Padahal, pertumbuhan pekerja informal beberapa tahun ini pesat, bahkan secara nasional lebih dominan dibanding pekerja sektor formal. Baru sembilan persen pekerja yang terdaftar aktif sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sektor Bukan Penerima Upah (BPU).

Perkembangan sektor informal melejit belakangan ini termasuk di Kota Bekasi, belakangan pemerintah memberikan perhatian besar pada pertumbuhan UMKM. Namun, pekerja sektor informal yang memiliki jaminan ketenagakerjaan masih tergolong rendah, hal ini sedianya bisa menjadi jaring pengaman sosial bagi mereka.

Sembilan persen pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sektor BPU diantaranya terdiri dari marbot, imam masjid, pelaku UMKM, juru parkir, sampai pengemudi Ojek Online (Ojol).

“Di Kota Bekasi yang terdaftar aktif itu 9 persen dari kurang lebih 452 ribu tenaga kerja informal yang ada di Kota Bekasi,” kata Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Bekasi Kota, Uus Supriyadi.

Kepesertaan pekerja sektor informal ini kata Uus, jadi fokus BPJS Ketenagakerjaan. Lantaran peserta membiayai dirinya sendiri, menurutnya diperlukan edukasi secara masif kepada masyarakat hingga menumbuhkan kepercayaan untuk meningkatkan kepesertaan BPJS sektor BPU ini. Manfaat dari kepesertaan pekerja informal diantaranya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berupa biaya perawatan, Jaminan Kematian (JKM) dengan nilai manfaat Rp42 juta serta beasiswa maksimal Rp174 juta untuk dua orang anak hingga tingkat pendidikan tinggi.

“Jaminan hari itu adalah opsi, boleh ikut boleh tidak. Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian itu wajib diikuti,” ucapnya.

Terkait dengan biaya, ia menyebut bahwa untuk kepesertaan JKK dan JKM setiap bulan pekerja membayar iuran sebesar Rp16.800. Jika ikut program JHT, besaran iuran ditambah Rp20 ribu.”Jadi BPJS Ketenagakerjaan itu sifatnya sebagai jaring pengaman sosial,” tambahnya.

Terpisah, Korda UMKM Jabar Juara Kota Bekasi, Afif Ridwan menyebut bahwa sosialisasi mesti masif dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan seperti bekerjasama dengan Pemkot Bekasi. Kepesertaan BPJS ketenagakerjaan sektor informal ini juga disebut sebagai salah satu materi yang sedang diperkenalkan kepada pada pelaku UMKM.

Menurutnya, tujuan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal ini relatif baik lantaran menyangkut jaminan kecelakaan kerja. Pembiayaan dengan CSR perusahaan menurutnya efektif untuk meningkatkan kepesertaan pelaku UMKM, seperti yang diterima oleh 150 UMKM Jabar Juara beberapa waktu yang lalu.

“Jadi saya pikir kalau itu dikembangkan bagus, jadi UMKM dicarikan istilahnya bapak angkat untuk dibayarkan iurannya minimal 6 bulan atau 1 tahun, setelah itu UMKM bayar sendiri,” ucapnya.

Jika manfaat kepesertaan telah diketahui oleh para pelaku UMKM kata Afif, ia meyakini pada pelaku UMKM tertarik untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan besaran biaya Rp36.800, menurutnya tidak memberatkan pelaku UMKM.

“Dan kalaupun mereka bayar, Rp30 ribu satu bulan saya kira sanggup lah UMKM, tidak terlalu memberatkan,” tambahnya.

Lantaran pada pelaku UMKM membayarkan iurannya secara mandiri, ia meminta pelayanan BPJS Ketenagakerjaan terus ditingkatkan, serta memudahkan para pelaku UMKM. (sur)