Berita Bekasi Nomor Satu

Anggaran Besar Kerja Tak Maksimal

ILUSTRASI: Sejumlah pegawai Tenaga Kerja Kontrak (TKK) ketika berada di komplek Kantor Wali Kota Bekasi, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dipastikan 13 ribu tenaga honorer di Kota Bekasi tidak jadi menganggur, pemerintah membatalkan penghapusan tenaga honorer yang sedianya dilakukan pada 28 November mendatang. Sementara itu, Pemkot Bekasi bisa mengalokasikan tenaga honorer untuk tahun 2024, dengan disertai dengan peningkatan kinerja agar anggaran belanja daerah tak sia-sia.

Pembatalan ini dilakukan untuk menghindari Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) pada 2,3 juta honorer di Indonesia, terganggunya pelayanan publik, dan lain-lainnya. Meskipun dibatalkan penghapusan ya, pemerintah tetap tidak boleh menambah atau merekrut honorer baru.

Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dalam beberapa kesempatan juga menyampaikan, masih membutuhkan Tenaga Kerja Kontrak (TKK) di sektor pelayanan publik. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi, Nadih Arifin mengatakan bahwa Pemkot Bekasi tidak akan merekrut TKK baru.”Untuk perekrutan baru, InsyaAllah tidak ada penambahan, kita tetap eksisting yang ada sekarang saja,” katanya, Kamis (14/9).

Beberapa isu bergulir selama pembahasan tenaga honorer akhir-akhir ini. Diantaranya disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyampaikan bahwa tenaga honorer administrasi rata-rata tim sukses hingga keluarga kepala daerah atau pejabat di daerah.

Lebih lanjut, tenaga honorer yang dimaksud tidak memiliki keahlian khusus, hingga jumlahnya yang terus menumpuk lantaran kepala daerah yang baru terpilih membawa tim suksesnya menjadi tenaga honorer.

Akibatnya, anggaran belanja daerah banyak tersedot untuk gaji pegawai, dibandingkan untuk biaya operasional bahkan belanja modal.

Pemerintah berencana akan mengaudit ulang jumlah tenaga honorer secara menyeluruh, hasil audit akan menjadi temuan untuk mengenakan proses hukum di tengah potensi pembengkakan tenaga honorer. Selain jumlahnya, pemerintah juga mengevaluasi dari sisi kualitas.

Catatan Radar Bekasi, belanja pegawai dalam APBD 2023 mencapai 35 persen dari total APBD sebesar Rp5,933 triliun, sehingga membuat Pemkot Bekasi melakukan penyesuaian. Berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan pemerintah daerah, maksimal belanja pegawai dalam APBD maksimal 30 persen.

Terkait dengan pembatalan penghapusan honorer ini, Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Faisal mengatakan bahwa dirinya setuju dengan langkah yang diambil oleh pemerintah pusat.

Meskipun demikian, ia menyebut pemerintah daerah tetap perlu mengusulkan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), agar TKK yang ada saat ini bisa mengikuti seleksi. Selain mengusulkan formasi, persiapan lain juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, dengan cara meningkatkan kemampuan SDM.

“Bukan sekedar mengusulkan, tapi mengupgrade SDM (TKK)nya, agar sesuai dengan regulasi PPPK,” ucapnya.

Terkait dengan besarnya anggaran gaji pegawai, ia menyebut rekrutmen PPPK yang berlaku untuk umum juga ikut mempengaruhi. Dalam situasi ini, pendaftar PPPK tidak hanya TKK yang saat ini ada.

Menurut Faisal, solusi untuk menjawab persoalan ini adalah peningkatan APBD. Sebagai kota metropolitan, ia menyebut idealnya APBD Kota Bekasi berkisar Rp10 triliun lebih.”Hanya karena ini (rekrutmen PPPK) sifatnya terbuka, regulasinya jelas, yang terjadi penerimaan itu 70 persen (yang lolos) dari luar, 30 persen dari yang memang TKK, sudah jelas bengkak,” tambahnya.

Sedangkan terkait dengan pengawasan dan evaluasi kinerja TKK kata dia, dilakukan oleh masing-masing OPD.

Terpisah, Anggota Komisi 1 DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi menyebut bahwa kinerja pegawai TKK saat ini belum maksimal. Sehingga, diperlukan pelatihan secara berkala guna meningkatkan kinerja.”Iya belum maksimal, makanya kita ingin perbaikan-perbaikan lah kedepannya,” ungkapnya.

Perbaikan kinerja diperlukan agar tenaga kontrak dapat mendukung kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN), baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun PPPK. Pada APBD tahun 2024 nanti, rencananya akan dialokasikan anggaran pelatihan untuk meningkatkan kinerja TKK.

“BKPSDM sudah diberikan (masukan), ada nanti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kinerja,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa tenaga honorer bagian administrasi di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) banyak diisi oleh tim sukses (timses) dan juga keluarga kepala daerah.

“Ini [honorer] tenaga administrasi. Kenapa? tenaga administrasi ini rata-rata adalah tim sukses atau keluarganya kepala daerah atau pejabat di situ,” terangn Tito.

Tito menjelaskan bahwa pihaknya sebenarnya tidak mempersoalkan tenaga honorer di bidang kesehatan, guru, dan perawat yang punya latar belakang yang dekat dengan kepala daerah.

Akan tetapi, ia mengkhawatirkan tenaga honorer bagian administrasi yang punya kedekatan dengan kepala daerah karena berpotensi adanya konflik kepentingan.Lebih lanjut, Tito juga menyayangkan tenaga honorer di bidang administrasi tanpa keahlian yang “dimasukkan” oleh kepala daerah”Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” kata Tito.

Praktik tersebut membuat tenaga honorer di lingkungan pemerintah daerah kian menumpuk, padahal tidak memiliki sumbangsih yang optimal.”Begitu ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi terus menumpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus,” tambahnya.

Mantan Kapolri tersebut juga tidak menutup kemungkinan bahwa banyaknya tenaga honorer menjadi salah satu modus kepala daerah untuk memperbesar anggaran belanja pegawai. “Dan ini ada modus yang lain yang memang harus diselesaikan, ini cukup mendasar ini, yaitu banyaknya tenaga honorer,” jelas Tito lagi.

Dalam pengamatan Tito, tidak jarang kepala daerah membuat program kerja khusus untuk menyalurkan biaya operasional untuk pegawai honorer.

Tito mencontohkan ada daerah yang menganggarkan belanja operasional 67 persen dari APBD untuk menggaji pegawai.“Belanja modal yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, [seperti] membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen [dipakai], jadi tidak ada kemajuan apa-apa,” tandasnya. (sur/net)