RADARBEKASI.ID, BEKASI – Suasana mencekam dirasakan satu keluarga asal Mustikajaya, Kota Bekasi, Euis Puspita Awalia saat terjadi bentrok 3 kelompok ormas pada Rabu (20/9/2023) malam.
Euis bersama keluarganya saat itu tengah berada di dalam restoran cepat saji, tak jauh dari lokasi bentrok antarormas. Pukul 20.00 mereka sudah berada di dalam restoran tersebut untuk makan malam bersama.
Euis mengaku tak membayangkan makan malam keluarganya bersamaan dengan bentrok ormas yang dipicu dari penarikan kendaraan pemilik unit dengan pihak leasing.
“Siang kami udah tahu ada ribut-ribut di pertigaan Setu itu. Kami pikir sudah selesai siang itu. Ya kami sekeluarga ke restoran untuk makan malam sekeluarga. Ternyata bentroknya berlanjut malam malam,” cerita Euis, Kamis (21/9/2023)
Euis bersama suami dan ketiga anaknya datang ke restoran cepat saji sekitar pukul 20.00. Euis dan keluarganya tidak mengetahui jika akan terjadi bentrok susulan yang membuat panik ketakutan warga dan pedagang di lingkungan sekitar.
Kepanikan itu ditambah, saat Pegawai resto menutup seluruh pintu dan jendela serta akses masuk ke dalam resto itu, hingga pengunjung tidak boleh keluar.
BACA JUGA: Antisipasi Bentrok Susulan, Polisi Panggil 3 Ketua Ormas Ini
Suasana kian mencekam saat polisi membubarkan massa bentrokan dengan gas air mata, hingga seluruh pengunjung resto pun ketakutan dan panik.
“Tiba-tiba mata perih dan merasakan sesak dada saya. Kami hanya bisa berdoa melihat itu ambulans lewat, mobil polisi, Brimob dengan sirene-sirene yang mencekam malam itu,” kenang Euis.
Setelah itu, kata Euis, dirinya dan ketiga anak-anaknya serta pengunjung lainnya dievakuasi ke bagian belakang restoran agar tidak tercium bau sengatan gas air mata dan menghindari mata perih dan sesak dada.
“Tetapi pas itu sejak di situ memang sudah tercium juga ke dalam baunya, perihnya, sudah tercium sudah masuk sesaknya juga merasakan sesak napas juga di situ, akhirnya sampai dievakuasi ke belakang,” jelas Euis.
Di bagian belakang restoran itulah lanjut Euis, dia dan keluarganya ditahan sampai suasana mereda, hingga resto cepat saji ditutup lebih awal agar tidak terkena sasaran bentrok ormas.
“Kurang lebih satu jam, kalau tidak salah karena kurang memperhatikan. Kami baru bisa keluar jam 9 lebih,” terangnya.
Dampak terjebak saat bentrok ormas itu, menurut Euis, meninggalkan trauma bagi anaknya. Meski pun tidak sampai mengalami luka.
“Efek gas air mata, seperti sesak napas, hilang dengan sendirinya. Tapi anak-anak jadi trauma,” pungkas Euis. (rez)