Berita Bekasi Nomor Satu

Sembilan Hari Pasien Tak Sadar

Dugaan Malpraktik di RS Kartika Husada

Rumah Sakit (RS) Kartika Husada Jatiasih.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Albert Francis (38) masih bertanya-tanya penyebab kondisi kesehatan anak keduanya yang masih berusia tujuh tahun tidak kunjung membaik. Anaknya diagnosa mati batang otak usai menjalani operasi amandel. Dalam waktu dekat, Dinas Kesehatan (Dinkes) akan memanggil direktur Rumah Sakit (RS) Kartika Husada Jatiasih dan keluarga pasien untuk mencari titik terang permasalahan yang dihadapi.

Ya, warga Kecamatan Jatiasih ini mengaku belum puas dengan jawaban yang ia terima dari pihak RS, perihal penyebab dan solusi yang ditawarkan oleh RS. Kemarin adalah hari kesembilan anaknya tidak sadarkan diri, masih berada di ruang ICU RS.

Awalnya, sang istri membawa anak mereka ke RS untuk memeriksakan kesehatan, pemeriksaan awal di Puskesmas merujuk anaknya untuk diperiksa lebih lanjut di dokter spesialis THT, kemudian memilih RS Kartika Husada. Kemudian kedua anaknya diperiksakan ke RS, datang dengan keluhan telinga kanan anak ke dua beberapa waktu sebelumnya. Anak pertama dan kedua mereka juga mengalami batuk pilek menerus, kerap kambuh setelah obat yang dikonsumsi habis.

Setelah dilakukan pemeriksaan, keluarga mendapat saran untuk dilakukan penanganan medis berupa operasi amandel yang disebut sudah terlalu besar. Sepekan berselang kondisi keduanya sudah memenuhi syarat untuk menjalani operasi setelah dilakukan pemeriksaan, tindakan operasi dijadwalkan pada tanggal 19 September, saat itu sang istri yang menemani kedua anaknya.

Operasi lebih dulu dijalani oleh anak kedua mereka. Setelah selesai dan dinyatakan berjalan dengan lancar, bocah usia tujuh tahun itu dibawa ke ruang pemulihan, amandel dan kelenjar yang telah diangkat dari tubuh anaknya diserahkan oleh pihak RS.

Saat berada di ruang pemulihan, anaknya mengalami henti nafas, saat itu juga dilakukan pompa jantung secara manual sesuai dengan prosedur penanganan. Usia penanganan pertama, anaknya dibawa ke ruang ICU, sampai saat ini belum membaik.

Hari kedua di ruang ICU, pihak RS memberikan informasi bahwa anaknya masih menerima dan merespon rangsangan. Hari ketiga, tepatnya di tanggal 22 September, keluarga mendapat informasi bahwa anaknya didiagnosa mengalami mati batang otak.

“Itu di hari Jumat. Karena menurut pengamatan dokter saraf, berdasarkan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) itu nilai GCS anak saya tiga, itu sudah paling rendah. Disitu dokter syaraf mengeluarkan diagnosa bahwa anak saya mati batang otak,” ungkapnya, Minggu (28/9).

Kondisi ini berbeda dengan anak pertamanya yang masih berusia 10 tahun, juga menjalani operasi amandel di hari yang sama. Namun, kondisinya saat ini semakin membaik.

Terkait dengan kondisi anak ke dua nya itu, Albert mengaku sudah empat kali bertemu dengan pihak RS. Namun, sampai saat ini ia merasa belum puas dengan jawaban yang ia berikan.

Meskipun, pertemuan terakhir pada Rabu (27/9) ia menyebut pihak RA sudah lebih baik dalam memberikan penjelasan, juga sudah dilakukan komunikasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Hanya saja, ia belum menerima bahkan melihat langsung berkas rekam medik anaknya meskipun sudah bertanya pada pertemuan tersebut.

“Tidak buka semua sih, mereka hanya menenangkan kami pihak orang tua. Dan rekam medisnya tidak diserahkan ke saya secara fisik, padahal saya berhak melihat isi dari rekam medis tersebut,” ucapnya.

Sejauh ini, ia menyayangkan komunikasi antara pihak RS, keluarga tidak pernah menjalankan kejelasan penyebab dan solusi yang ditawarkan oleh RS terkait dengan kesembuhan anaknya. Rekam medis dan penyebab anaknya didiagnosa mati batang otak kata Albert, dibutuhkan untuk mendapat referensi dari luar RS terkait dengan kasus yang dialami anaknya.

Sejauh ini informasi yang pernah ia terima, apa yang terjadi pada anaknya adalah resiko operasi, dan pihak RS telah berupaya maksimal dalam pemberian obat dan observasi.

Sempat meminta anaknya di rujuk ke RS lain, namun kondisi kesehatan anaknya tidak memungkinkan untuk dipindah dari RS Kartika Husada Jatiasih ke RS yang dituju. Resiko keselamatan anaknya terlalu tinggi pada perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lain.

Keluarga berniat untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum. Tindakan ini kata Albert, didasari oleh sederet kejanggalan yang dialami oleh keluarga.”Per kemarin kami sudah melayangkan somasi pertama, tapi memang sampai saat ini belum ada jawaban. Kami sedang menunggu dari pengacara kami,” tambahnya.

Hari ini, rencananya Dinkes Kota Bekasi akan memanggil direktur RS Kartika Husada Jatiasih untuk mendengar langsung apa yang terjadi. Secara bertahap, Dinkes juga akan memanggil keluarga pasien untuk mendapatkan keterangan secara utuh.

“Sudah (mendapat informasi), besok kita panggil direkturnya. Nanti setelah (mendapatkan keterangan) keduanya baru dipertemukan,” ungkap Kabid Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes Kota Bekasi, Fikri Firdaus.

Peristiwa ini juga sudah sampai di telinga anggota komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Heri Purnomo. Ia menyebut bahwa Dinkes harus mendalami peristiwa ini guna mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi.

Jika terbukti ada kesalahan prosedur dalam proses bedah, pihak RS harus bertanggung jawab. Untuk mendapatkan kesimpulan, diperlukan keterangan dari semua pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.

Awal pekan ini, Komisi IV DPRD Kota Bekasi sudah mengagendakan rapat bersama dengan Dinkes, BPJS kesehatan, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi. Permasalahan ini rencananya masuk dalam pembahasan agenda rapat, dipertimbangkan hadir dalam rapat tersebut pihak RS dan keluarga pasien.

“Ya mungkin kita desak pimpinan komisi IV untuk memanggil sekalian direktur Rumah Sakit Kartika Husada untuk menjelaskan atau klarifikasi terkait dengan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter dan jajaran perawatnya disitu ya,” ungkapnya.

Terkait dengan permintaan rekam medis oleh keluarga pasien, ia menegaskan bahwa rekam medis adalah hak keluarga pasien untuk mendapatkan penjelasan.

“Orang tua kan harus ada hak nya juga untuk mendapatkan penjelasan soal itu. Apalagi yang saya dengar orang tua mau Second Opinion ke RS lain untuk membuktikan tindakan itu benar atau tidak,” tambahnya.

Sekedar diketahui, Radar Bekasi telah mencoba untuk mendapatkan penjelasan dari kelurahan keluarga pasien ini kepada humas RS, juga salah satu dokter yang diketahui sebagai owner RS Kartika Husada.

Didapatkan penjelasan bahwa tim dokter selalu memberikan penjelasan kepada keluarga pasien setiap kali pertemuan antara pihak RS dan keluarga pasien. Juga dijelaskan bahwa kondisi medis setiap orang tidak bisa disamaratakan, pasalnya anak pertama Albert yang juga menjalani operasi Tonsilektomi saat ini kondisinya disebut sudah baik dan sudah pulih, serta penanganan pihak RS disebut sudah sesuai dengan SOP.

Meski telah mendapat penjelasan tersebut, namun pihak RS belum bersedia memberikan keterangan resmi. (sur)