RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kebijakan penghapusan tenaga honorer dari pemerintah pusat dianggap sulit diterapkan oleh pemerintah daerah. Hal itu dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Aria Dwi Nugraha.
Politisi Partai Gerindra ini menyoroti kesulitan penerapan kebijakan saat ini karena potensi dampak sosial berupa peningkatan jumlah pengangguran, terutama di Kabupaten Bekasi yang masih memiliki tingkat pengangguran tinggi.
“Masalah yang muncul adalah akan timbul jumlah pengangguran. Yang dimana saat ini jumlah pengangguran di Kabupaten Bekasi masih sangat tinggi,” ungkap Aria, Senin (6/11).
Menurutnya, realitas di daerah memiliki kondisi yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Aria menyampaikan bahwa setidaknya kebutuhan organisasi pemerintah masih memerlukan tenaga kerja untuk menjalankan program-programnya.
Dalam rekapitulasi rekrutmen pemerintah daerah non-ASN, terdapat 13.126 orang dengan klasifikasi, termasuk 1.911 honorer kategori II dan 11.215 non-ASN aktif. Aria menekankan perlunya kriteria penilaian tenaga kerja honorer agar mereka lebih semangat dalam membantu suksesnya program kerja pemerintah daerah.
“Perlu diperhatikan capaian program kerja. Begitu banyaknya jumlah tenaga honorer belum lagi kemampuan keuangan daerah masih bisa tercukupi. Setidaknya dalam hal ini dibuatkan kriteria tenaga kerja honorer ada klasifikasi penilaian. Jadi tenaga honorer bisa lebih semangat bekerja untuk membantu suksesnya program kerja pemerintah daerah,” jelasnya.
Aria juga menyampaikan kesulitan dalam menampung secara keseluruhan kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dia menekankan perlunya tahapan yang terencana dan kajian mendalam untuk menghindari dampak sosial yang merugikan.
“Oleh sebab itu perlu ada tahapan tahapan yang harus dilakukan. Setidaknya jangan sampai ada dampak sosial dari kebijakan tersebut,” ucapnya.
Sementara itu, Pj Bupati Bekasi, Dani Ramdan, menyatakan perlunya pembahasan dengan instansi terkait dan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan. Ia mengakui adanya dampak sosial yang mungkin terjadi dari kebijakan tersebut.
”Mau dibahas dulu dengan instansi terkait, karena perlu kajian terlebih dahulu supaya ada solusi serta tidak menimbulkan dampak sosial,” ujarnya.
Tenaga honorer di lingkungan Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Bekasi merespons kebijakan ini dengan berbagai perasaan, dari kekhawatiran hingga ketenangan. Seorang tenaga honorer yang sudah mengabdi selama tujuh tahun menyatakan bahwa meski awalnya takut, kini sudah biasa dan pasrah serta menganggap rezeki sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.
”Setiap tahun sudah sering terjadi. Awalnya memang takut tapi kesiniannyq sudah biasa saja dan lebih pasrah bahwa rezeki sudah ada yang mengatur,” ujarnya.
Pria yang tercatat di Bagian Umum Setda Pemkab Bekasi menyoroti kekhawatiran di kalangan rekan sejawatnya. Namun sebagian besar merasa yakin bahwa pemutusan massal tidak akan terjadi. Mereka percaya bahwa kebijakan ini akan berdampak pada ribuan pengangguran dan menilai situasinya sebagai hal yang sudah biasa. (and)