Berita Bekasi Nomor Satu

PT Quartee Tidak Tunduk Pada UU Tipikor

Oleh: Naupal Al Rasyid, SH., MH

Naupal Al Rasyid, SH., MH

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penerapan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 Undang-undang (UU) No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi) adalah diukur dan sesuai syarat jumlah dari kerugian negara.

Bilamana besaran kerugian negara dimaksud telah sesuai maka diterapkan pasal dimaksud tanpa membedakan jumlah yang diperoleh sebagai pelaku perwujudan delik korupsi dan dinyatakan bahwa ada peran mewujudkan hubungan secara kausalitas.

Dan, dihubungkan pada kasus korupsi terdakwa Moch. Rizal Otoluwa didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Kesatu primer Pasal 2 ayat (1) UU Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Selain itu, didakwa juga dengan subsidaritas primer Pasal 3 UU Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terhadap dakwaan tersebut dapat ditegaskan dani dijelaskan pada teori kausalitas von Buri (Lamintang, 2011), maka siapa saja harus dihukum, bahwa segala syarat adalah sebab, tiap-tiap perbuatan adalah causal, segala syarat adalah “conditio sine qua non” dan semuanya itu merupakan sebab dari suatu peristiwa.

Sedangkan tentang sebab dari pada teori subjektifnya von Kries, juga mendeskripsikan yang dinyatakan bahwa yang menjadi sebab adalah syarat yang adequat yang diketahui oleh pelaku. Selanjutnya, Simmons yang juga banyak menjadi landasan teori menambahkan teori von Kries ini bahwa bukan saja yang diketahui oleh pelaku, akan tetapi juga yang pada umumnya terkenal walaupun si pembuat tak mengetahuinya.

Dengan kasus korupsi ini, sebagai pembuktian dan pertimbangan hukum hakim harus menerapkan hukum demi keadilan dan bukan sebaliknya, keadilan dikorbankan untuk mengabdi kepada hukum akan tetapi hukumlah yang harus mengabdi untuk mewujudkan keadilan itu.

Bahwa berhukum secara benar menurut Bismar Siregar (2007) adalah, berhukum dengan makna yang artinya kita tidak boleh berhenti pada satu titik, tetapi harus terus-menerus mencari makna yang lebih dalam. Keadilan jauh lebih baik daripada kepastian norma undang-undang.

Jadi, carilah makna dari satu undang-undang, lebih dari pada suatu kepastian suatu prosedur. Sepertinya dari dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus korupsi terdakwa Moch. Rizal Otoluwa, dalam pembuktian perkara kurang atau tidak diklasifikasikan secara tuntas dalam analisis fakta dan pembahasan rumusan fakta hukum.

Hal ini, berdasarkan dakwaan primer dan subsider yang paling pokok yang harus dikaitkan dengan asal mula kesalahan terletak pada Direksi Perusahaan BUMN, PT Telkom yang terlibat tindakan perkara tersebut, akibat pelanggaran sebagaimana ketentuan Perseroan Terbatas serta pengelolaan perusahaan BUMN, PT Telkom sebagai sumber masalah penyebab munculnya perbuatan pelanggaran dalam pengelolaan investasi penyediaan perangkat monitor dan desktop Lenovo untuk PT Quartee dengan harga pekerjaan senilai Rp 29.576.659.200 (dua puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh enam juta enam ratus lima puluh sembilan ribu dua ratus rupiah) disesuaikan waktu penandatanganan kerja sama antara PT Telkom dan PT Quartee sebagai pihak lain yang dalam hubungan hukum yang berbeda bisa jadi penyebab kerugian negara.

Dalam hal ini, Terdakwa Moch. Rizal Otoluwa sama sekali tidak memiliki peran dan bahkan tidak ada hubungannya dengan perbuatan melawan hukum, sebagaimana dakwaan primer dan subsider. Pada klasifikasi perbuatan hukum, terdakwa adalah tidak bersalah karena penyimpangan yang dilakukan sebagai penyimpangan kebijakan dan bukan perbuatan melawan hukum dalam unsur dakwaan primer dan subsider tidak terbukti.

Tindakan yang dilakukan Terdakwa Moch. Rizal Otoluwa hanya dapat dikaitkan perbuatan bersalah dalam perkara ini apabila merupakan tindakan pribadi atau perbuatan kesalahan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi atau sebagai Direktur PT Quartee yang dikaitkan pengelolaan investasi penyediaan perangkat monitor dan desktop Lenovo karena PT Quartee bukan perusahaan BUMN, karena mayoritas sahamnya PT Quartee tidak ada dimiliki pemerintah.

Sehingga, PT Quartee adalah perusahaan swasta yang status keuangannya tidak tunduk kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan demikian, PT Quartee tidak tunduk pada Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Pemilahan pertanggungjawaban terdakwa Moch. Rizal Otoluwa atas dalam kapasitas pribadi atau sebagai Direktur PT Quartee bukan perusahaan BUMN, karena mayoritas saham dan aset kepemilikan pribadi dan perusahaan, penting karena adanya pemisahan harta badan hukum dengan manusia yang ada dalam badan hukum.

Salah satu karakteristik dari suatu badan usaha yang berbadan hukum adalah adanya pemisahan kekayaan antara para pengurus badan usaha dan badan usaha tersebut. Konsep perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari para pemegang saham atau anggotanya merupakan sifat yang dianggap penting bagi status korporasi sebagai suatu badan hukum yang membedakan dengan bentuk-bentuk perusahaan lain.

Harta negara yang disetorkan sebagai modal BUMN menjadi milik BUMN terpisah dari kekayaan pendiri maupun kekayaan pengurus BUMN. Pemisahan kekayaan memberikan dampak untuk para pemegang sahamnya dalam hal pertanggungjawaban yang terbatas apabila suatu saat terjadi kerugian.

Pemegang saham bertanggung jawab hanya sebatas dengan saham yang dimilikinya. Pada prinsipnya yang bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan oleh perseroan itu selaku badan hukum. Makna kata terbatas pada Perseroan Terbatas adalah tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham atas seluruh konsekuensi hukum perbuatan perseroan sebesar modal yang disetorkan kepada perseroan.

Selain itu bermakna bahwa adanya batasan atau pemisahan antara harta pribadi manusia yang ada di dalam perseroan baik sebagai anggota organ maupun sebagai pemegang saham dan karyawan perseroan (Rudy Prasetyo, 1996).

Dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas, jelas dapat dipahami bahwa pertanggungjawaban berdasarkan norma umum Perseroaan Terbatas yang terpisah antara pertanggungjawaban pribadi, terdakwa Moch. Rizal Otoluwa atas dalam kapasitas pribadi atau sebagai Direktur PT Quartee dengan pertanggungjawaban perseroan, serta pertanggungjawaban atas ultra vires, karena kesalahan dan atau kelalaian terdakwa Moch. Rizal Otoluwa, menyebabkan aset yang terkait untuk pertanggungjawaban pidana korupsi adalah, harta pribadi terdakwa Moch. Rizal Otoluwa sebagai tanggung jawab perbuatan pribadi.

Jika timbul kerugian dalam pengelolaan investasi penyediaan perangkat monitor dan desktop Lenovo untuk PT Quartee, dengan harga pekerjaan senilai Rp 29.576.659.200 (dua puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh enam juta enam ratus lima puluh sembilan ribu dua ratus rupiah), disesuaikan waktu penandatanganan KB antara PT Telkom dan PT Quartee yang diakibatkan oleh penyimpangan kebijakan oleh terdakwa Moch. Rizal Otoluwa sebagai Direktur PT Quarter, tidak merugikan keuangan negara, tetapi merugikan PT Quartee dengan aset kepemilikan. Dimana pertanggungjawaban berdasarkan norma umum Perseroaan Terbatas, tidak kepada APBN.

Dengan demikian, dakwaan dan tuntutan JPU berkaitan dengan berdasarkan dakwaan primer dan subsider yang didakwakan terhadap terdakwa Moch. Rizal Otoluwa, sebagai Direktur PT Quartee, karena yang paling pokok yang harus dikaitkan dengan asal mula kesalahan terletak pada Direksi Perusahaan BUMN, PT Telkom, yang terlibat tindakan perkara tersebut akibat pelanggaran sebagaimana ketentuan Perseroan Terbatas, serta pengelolaan perusahaan BUMN, PT Telkom sebagai sumber dari APBN.

Sehingga, perbuatan siapa saja harus dihukum, bahwa segala syarat adalah sebab, tiap-tiap perbuatan adalah causal, segala syarat adalah “conditio sine qua non” dan semuanya itu merupakan sebab dari suatu peristiwa sebagai tindakan pengelolaan investasi penyediaan perangkat monitor dan desktop Lenovo untuk PT Quartee, dengan harga pekerjaan senilai Rp. 29.576.659.200 (dua puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh enam juta enam ratus lima puluh sembilan ribu dua ratus rupiah) oleh PT Telkom.

Sehingga tidak mungkin dipertanggungjawabkan kepada terdakwa Moch. Rizal Otoluwa, sebagai Direktur PT Quartee atau pemisahan antara harta pribadi manusia yang ada di dalam perseroan, baik sebagai anggota organ maupun sebagai pemegang saham dan karyawan perseroan swasta, tidak dapat diklasifikasi melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana dakwaan dengan Kesatu primer Pasal 2 ayat (1) UU Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Selain itu, didakwa juga dengan subsidaritas primer Pasal 3 UU Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (*)Direktur LBH FRAKSI ’98