RADARBEKASI.ID, BEKASI – Satuan pendidikan di Kota Bekasi diminta untuk memperkuat sistem penanganan kekerasan. Hal itu penting dilakukan mengingat masih maraknya kasus kekerasan di sekolah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang 2023 telah menerima sebanyak 342 aduan terkait kekerasan di lingkungan pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini menciptakan keprihatinan terkait keselamatan dan kesejahteraan anak-anak di sekolah.
Kekerasan di sekolah tampaknya masih menjadi isu serius, dengan bentuk kekerasan yang beragam, mulai dari bullying non verbal dengan ancaman pelaku hingga kekerasan fisik, dan juga pelecehan seksual. Hal ini menimbulkan keprihatinan karena sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa untuk menimba ilmu.
“Selain kekerasan, kami juga menerima laporan adanya tindakan atau kebijakan yang memiliki unsur intoleransi dan juga diskriminasi di lingkungan sekolah,” ucap Komisioner Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama pada KPAI RI, Aris Adi Leksono ujarnya kepada Radar Bekasi, Rabu (17/1).
Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah maupun satuan pendidikan, agar bullying maupun aksi kekerasan tidak terjadi berulang kali di lingkungan sekolah.
“Ini tentu perlu keseriusan dari semua pihak, khususnya Dinas Pendidikan (Disdik) yang menaungi sejumlah sekolah. Bagaimana caranya untuk mencegah atau menghilangkan agar kasus bullying maupun kekerasan tidak ada lagi di sekolah,” terang Aris.
BACA JUGA: Diduga Terlibat Kasus Kekerasan Seksual, Ketua BEM UI Dinonaktifkan, Melki Sedek Ungkap Ini
Menurutnya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan saat ini, yakni membuat tim penanganan khusus, memberikan edukasi dan sosialisasi dan intensif untuk membangun komunikasi jejaring pada pusat pendidikan, dalam hal ini keluarga, masyarakat, termasuk pihak sekolah.
“Memang banyak cara yang bisa dilakukan, tapi sebaiknya fokus pada salah satu cara tersebut, yaitu membuat tim penanganan khusus, sosialisasi dan edukasi, serta membangun intensif jejaring komunikasi, terutama keluarga,” sarannya.
Pihak sekolah juga harus memikirkan bagaimana cara membuat layanan pengaduan yang responsif dan transparan, sehingga jika terjadi bullying atau kekerasan terhadap siswa, bisa diambil tindakan secara cepat, termasuk solusinya.
“Layanan pengaduan yang responsif itu sangat dibutuhkan, agar cepat dalam melakukan penanganan,” imbuh Aris.
Sementara mereka para korban atau pelaku tindak kekerasan juga harus mengetahui betul, bahwa ada keadilan bagi korban dan efek jera terhadap pelaku tindak kekerasan.
“Para siswa juga harus diberi pemahaman, jika melakukan kesalahan ada sanksi untuk efek jera, supaya mereka (siswa, Red) tidak mengulangi perbuatan yang merugikan orang lain,” tuturnya.
Dimana efek jera itu bisa dilakukan dengan cara rehabilitasi, agar pelaku sadar dan punya tanggung jawab atas perbuatannya. Lanjut Aris, KPAI RI saat ini sedang gencar-gencarnya merekomendasikan kepada sekolah untuk melakukan penguatan pendidikan karakter, penguatan budi pekerti, penguatan sikap, sosial dan spiritual.
“Penguatan ini harus memiliki porsi yang lebih dalam proses pembelajaran siswa, supaya karakter dan serta budi pekertinya bisa terbentuk dengan baik, dan harus bisa saling menjaga, menghormati, bagaimana cara untuk bisa keluar dari aksi kekerasan yang saat ini masih terjadi di lingkungan sekolah,” harap Aris. (dew)