Berita Bekasi Nomor Satu

Pengamat: Waswas bagi Caleg di Masa Tenang

Pengamat Politik Bekasi, Roy Kamarullah

RADARBEKASI.ID, BEKASI -Masa tenang berjalan hingga sehari jelang pencoblosan 14 Februari 2024. Namun masa tenang bagi sejumlah kontestan di pemilihan legislatif (Pileg) justru membuat gusar.

Sebagian Caleg belum yakin akan kepastian suara yang memilih mereka, terlebih dugaan kerap munculnya pergerakan sejumlah tim sukses (timses) jelang pemilihan yang dapat mempengaruhi konstituen.

“Biasanya kalau politisi itu di masa tenang, justru masa-masa yang tidak tenang. Tidak tenang bagaimana harus mengkondisikan pemilih. Tidak tenang karena ada kompetitor internal maupun eksternal yang melebihi ekspektasinya. Tidak tenang karena ketidakpastian dengan proses-proses yang telah dilakukan. Jadi banyak ketidak tenangannya di masa tenang ini,” ujar Pengamat Politik Bekasi, Roy Kamarullah, kepada Radar Bekasi, Senin (12/2/2024).

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pada pasal 1 ayat 36 disebutkan, masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu.

Namun pada kenyataannya, saat masa tenang ini para peserta Pemilu harus kasak-kusuk bagaimana menarik simpati para pemilih di waktu-waktu akhir dengan berbagai cara. Salah satunya potensi terjadinya money politic atau politik uang.

Meski sudah jelas dilarang di dalam Undang-Undang, cara-cara kotor tersebut kerap digunakan untuk mempengaruhi pemilih. Pada kesempatan ini Roy menilai bahwa cara pragmatis itu sudah sangat lama terjadi, hingga seolah menjadi pembenaran di masyarakat.

“Perbuatan salah yang terus menerus dilakukan, itu menjadi sebuah hal yang jadi kebiasaan. Kelihatannya jadi benar. Jadi orang yang benar itu (nggak bermain politik), pemilu saat ini dianggap gila. Padahal secara aturan sudah jelas money politic dilarang,” ungkapnya.

Dia menilai hal itu terjadi disebabkan karena pendidikan politik itu belum sampai mencerdaskan anak bangsa atau rakyat Indonesia. Alhasil, misi partai politik yang salah satunya adalah mencerdaskan anak bangsa dalam berpolitik hanya sebatas slogan saja. Pada kenyataannya money politic justru memberikan teladan yang buruk terhadap masyarakat dan beban bagi peserta pemilu.

“Masa tenang yang tidak tenang itu, salah satunya mikiran ‘uang cendol’. Menurut saya nggak ada masa tenang di Pemilu itu. Apalagi untuk tim sukses, mungkin 3×24 jam nggak tidur, muter terus,” ucapnya.

Tak bisa dipungkiri, Roy menganggap, money politic kerap terjadi di waktu-waktu akhir jelang pencoblosan. Menurutnya, ini juga disebabkan karena Pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Sehingga masyarakat memilih person (orang), bukan memilih partai. Apabila Pemilu ini dibuat dengan sistem proporsional tertutup, maka yang dipilih itu partainya.

“Jadi lembaga yang dipilih, mungkin masih ada tetapi tidak gencar dan tidak semasif saat ini money politic. Apa ini yang disebut pesta rakyat. Rakyat berpesta untuk menerima duit dari sana sini. Ini pendidikan buruk (nggak benar). Kita mendidik agar rakyat tidak konsisten terhadap apa yang sudah diterimanya,” tuturnya.

“Kita bisa lihat dari hasil Pemilu sebelumnya. Walaupun tidak semua, ada mungkin segelintir yang menang itu karena perawatannya terhadap konstituen. Tapi tidak sedikit juga yang menang karena memang kekuatan uangnya. Apalagi untuk pendatang baru, yang memang belum ada rekam jejaknya dan pembuatan basis,” sambungnya. (pra)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin