Berita Bekasi Nomor Satu

Harga Beras Melangit

ILUSTRASI : Pedagang merapikan karung beras di Agen Beras Pasar Baru, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Rabu (14/2). Harga beras di pasaran melonjak drastis. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Masyarakat Kota Bekasi mengeluhkan harga dan persediaan beras di pasaran. Keluhan yang sama juga disuarakan para pedagang.

Pemerintah diminta untuk memulihkan kondisi ekonomi hingga mengembalikan harga bahan pokok ke kondisi normal.

Harga beras disebut sudah mengalami lonjakan sejak satu bulan terakhir, warga juga mendapati persediaan beras di ritel modern relatif sedikit sekali. Salah satu warga Kota Bekasi, Eka mengaku telah mendatangi tiga ritel modern di sekitar Bekasi Timur kemarin.

Ia bercerita, hanya mendapati beberapa karung beras di rak ritel. Hampir mayoritas rak persediaan beras terlihat kosong.

“Akhirnya nemu, beras premium tapi lihat harganya hampir 100 ribu, Rp99 ribu. Bisanya sih sekitar Rp70 ribu an,” katanya.

Apa yang ia alami pada hari pemungutan suara kemarin bukan yang pertama, pekan kemarin ia pun harus mendatangi dua ritel modern lantaran persediaan beras di tempat pertama yang ia datangi kosong.

Sementara itu, salah satu pemilik Warteg, Tafsir Qosim menyebut kenaikan harga beras kali ini diluar batas kewajaran. Bagi pelaku UMKM seperti dia, beras merupakan bahan baku utama agar usahanya tetap bisa berjalan.

Menurutnya, kenaikan harga mulai terasa sejam satu bulan yang lalu. Persediaan di agen dan toko memang memang selalu ada, namun harganya terus mengalami kenaikan.

BACA JUGA: Kenaikan Harga Sembako ‘Meriahkan’ Hari Pencoblosan

“Cuma ya itu, harga ya bisa jam-jaman. Misalnya gini, saya beli Rp600 ribu (per karung), siang atau sore sudah Rp630 ribu. Kenaikannya sudah nggak hitungan hari, hitungan jam,” ungkapnya.

Harga satu karung berisi 50 kg beras terakhir yang ia beli mencapai Rp750 ribu, atau sama dengan Rp12 ribu per liter. Padahal, biasa ia membeli satu karung beras dengan harga Rp400 ribu.

Menaikkan harga jual nasi dan lauk pauk disebut tidak bisa menjadi solusi bagi para pelaku usaha Warteg, mereka khawatir pembeli tidak lagi datang. Pilihan untuk melayani konsumen yang datang hanya membeli nasi tanpa lauk pauk mulai diambil sebagai pilihan paling tepat saat ini.

“Istilahnya kami nggak dapat untung dari nasinya, kami dapat untung dari lauknya. Tapi, kalau orang beli nasinya saja kan kita nggak dapat untung,” ucapnya.

Tidak tanggung-tanggung, ia menyebut para pelaku usaha Warteg saat ini mulai frustasi. Mereka berharap momen politik segera berakhir, pemerintah segera memulihkan perekonomian dan mengendalikan harga kebutuhan pokok.

“Makanya kit berharap satu putaran saja lah sudah. Siapapun yang jadi agar secepatnya melakukan pemulihan ekonomi, terutama beras dan Sembako yang menjadi bahan pokok untuk Warteg dan rakyat Indonesia,” tambahnya. (sur)