Berita Bekasi Nomor Satu

 PR bagi Siswa Harus Tetap Ada, Tapi Jangan Terlalu Banyak

ILUSTRASI: Seorang guru SDN Jatiasih X Kota Bekasi mengajar di kelas. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASIPekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh para guru kerap menjadi momok menakutkan bagi siswa, yang juga dirasakan oleh orangtua. Meski Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menekankan agar PR tidak menjadi beban, kenyataannya masih menimbulkan kekhawatiran.

Ketua Komunitas Penggerak Pendidik Daerah Kota Bekasi, Nugraheni, menyarankan agar pembagian waktu dan PR untuk tingkat SD  dibuat secara kolaboratif bersama kepala sekolah dan guru kelas.

“Ini biasanya disesuaikan dengan pola pembelajaran setiap guru, yang terpenting adalah target materinya harus tersampaikan, dengan pembagian waktu yang sudah ditentukan,” ujar Nugraheni.

Menurutnya, guru harus menjelaskan materi secara tuntas kepada siswa, tidak hanya melalui pemberian PR. “Sebenarnya PR itu harus disesuaikan dengan kebutuhan, karena setiap mata pelajaran butuh penjelasan dari guru secara tuntas,” imbuhnya.

Dikatakannya, tugas PR seharusnya bermanfaat, merangsang kreativitas, dan kolaborasi antar siswa. “Jadi, jangan sampai pemberian PR itu justru membuat siswa jadi tertekan, karena PR itu bukan merupakan hal yang diwajibkan,” beber Nugraheni.

Dalam Konteks Kurikulum Merdeka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, pernah menyebutkan bahwa banyaknya PR hanya akan memberatkan siswa SD dan SMP.

“Mas Nadiem juga pernah menyebutkan, PR yang diberikan kepada siswa itu harus ringan, seperti meningkatkan kapasitas membaca,” tuturnya.

BACA JUGA: Metode Jigsaw Tingkatkan Hasil Belajar Siswa di Bekasi

Sementara, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bekasi, Prawiro Sudirjo, juga menyarankan agar guru tidak memberikan PR rutin seperti tugas dari Lembar Kerja Siswa (LKS), yang dapat menghabiskan waktu siswa di rumah.

“Menurut saya, PR yang diberikan kepada siswa itu harus ringan, seperti meningkatkan kapasitas membaca,” tandasnya.

Beberapa orang tua diwawancarai oleh Radar Bekasi menyatakan bahwa mereka tidak keberatan jika siswa diberikan PR, asalkan tidak setiap hari dan tidak membebani anak. Seorang warga Jatiasih, Ainun, menyatakan bahwa PR dapat membantu anak belajar materi yang diajarkan guru di sekolah.

“Kalau ada PR secara tidak langsung anak sambil belajar kembali materi yang disampaikan oleh guru saat di jam pelajaran,” ungkap Ainun.

Aini menyarankan agar guru tidak memberikan PR yang terlalu banyak, sehingga anak-anak juga memiliki waktu untuk bersosialisasi di lingkungan sekitarnya. Ia juga menilai bahwa PR sekarang lebih sulit daripada PR pada masa lalu.

Pendapat senada disampaikan orangtua siswa salah satu SDN di Jatiasih, Aini, yang juga tidak setuju PR dihilangkan, karena akan membuat anak malas untuk belajar di rumah.

“Jadi sekali di rumah, bukan anaknya yang mengisi tetapi justru orang tuanya yang sibuk, ngisi soal-soal PR, lantaran anaknya tidak bisa nyari jawaban akibat tidak ada di buku. Soalnya sampai 30 hingga 40 soal, jawaban tidak ada di buku, terpaksalah orang tuanya yang belajar, apalagi baru sempat malem ngajar anak, jadi ibunya yang ngisi PR dan nyari jawaban anaknya, sementara di sekolah terima beres. Yang ada anak bukan tambah pinter,” sesal Aini menceritakan pengalamannya.

Dia menyarankan, agar guru mengevaluasi pemberian PR, apalagi dalam jumlah banyak. (dew)

 

 

 

 

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin