Berita Bekasi Nomor Satu

Lumbung Padi di Kabupaten Bekasi Terancam Sirna

ILUSTRASI: Sejumlah petani memisahkan benih padi di Babelan Kabupaten Bekasi, Minggu (3/3). Kabupaten Bekasi yang dikenal sebagai lumbung padi di Jawa Barat terancam sirna secara perlahan. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kabupaten Bekasi yang dikenal sebagai lumbung padi di Jawa Barat terancam sirna secara perlahan akibat perkembangan masif lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan dan industri dalam beberapa tahun terakhir.

“Lumbung padi itu dulunya ada di Kabupaten Bekasi. Kalau sekarang hanya tinggal nama, karena lahan pertanian tinggal di beberapa kecamatan saja. Seperempatnya lahan pertanian yang tersisa,” kata Tokoh Masyarakat Bekasi, Damin Sada, kepada Radar Bekasi, baru-baru ini.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi, luas lahan pertanian yang tersisa sekitar 48.406 hektar. Menurut Damin, yang dijuluki sebagai Jawara Bekasi, kelangkaan beras pada awal 2024 sebenarnya tidak seharusnya terjadi di Kabupaten Bekasi, jika lahan pertanian tidak berubah alih fungsi menjadi perumahan dan industri.

Damin menilai aturan untuk merubah zona di suatu wilayah sangat sulit. Ia mengumpamakan bahwa perubahan zona hijau menjadi kuning bukan perkara mudah karena melibatkan perubahan tata ruang dan hal lainnya. Namun, ia menyoroti bahwa saat ini, perubahan zona bisa dilakukan kapan saja dengan catatan ada uang. Hal ini terlihat dari perubahan alih fungsi lahan yang masif di wilayah Utara, meskipun sebelumnya terkategori sebagai zona hijau.

Dengan kondisi tersebut, tanah yang subur terpaksa dirusak karena perubahan zona atau alih fungsi lahan. Padahal, Kabupaten Bekasi sebenarnya tidak pantas impor beras karena memiliki tanah yang subur.
“Tanah di Kabupaten Bekasi ini mau tanam apa juga bisa, cabai, terong, sampai buah-buahan, hasilnya itu paling bagus. Kalau yang bagus saja dirusak, bagaimana yang tandus. Kayanya pemerintah ini sudah kebablasan,” ungkapnya.

Di sisi lain, industri yang menjadi ikon Kabupaten Bekasi dinilai tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah Utara. Berkurangnya lahan pertanian tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja di industri untuk anak-anak Utara. Tingginya jumlah pengangguran di Kabupaten Bekasi menjadi bukti kesulitan masyarakat mendapatkan pekerjaan di kampung halaman mereka.

BACA JUGA: Pemkab Bekasi Kaji Konsep Food Estate untuk Kelola Hasil Panen Petani

Ketua Jajaka Nusantara ini menegaskan bahwa industri yang berkembang di Kabupaten Bekasi memberikan kerugian bagi wilayah Utara, terutama karena limbah industri yang merusak lingkungan.
“Limbah industri itu mengalir ke Utara, sehingga merusak lingkungan. Jadi ini harus ada upaya dari Pemerintah Kabupaten Bekasi,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bekasi, Darisalam, mengungkapkan kekurangan stok beras yang terjadi awal tahun ini dapat dilihat dari sekeliling. Daris, yang tinggal di wilayah Desa Sukadaya Kecamatan Sukawangi merupakan barometer kondisi lahan pertanian di Kabupaten Bekasi.

Dirinya menjelaskan bahwa pada masa tanam pertama di 2023, pertanian di wilayahnya mengalami gagal panen. Begitu juga pada masa tanam kedua, pertanian kembali gagal. Pada awal tahun 2024, pertanian kembali terancam gagal karena masyarakat petani belum memulai tanam. Fenomena El Nino dan serangan tikus menjadi faktor utama penyebab masalah ini.

“Fenomena El Nino bisa dirasakan di kampung kita sendiri. Seperti di Desa Sukakerta, Desa Sukawangi, ini nggak seperti biasanya bisa panen raya. Karena dua kali tanam, kita nyaris gagal semua di 2023. Sekarang banyak yang sudah tanam diserang tikus,” ucapnya.

Keputusan Pemerintah untuk mengimpor beras dianggap sebagai langkah yang tepat oleh Darisalam. Ia menyarankan agar di masa mendatang terdapat pembinaan atau edukasi khusus bagi masyarakat petani untuk beralih ke pertanian modern, karena bertani tidak hanya berdasarkan insting atau kebiasaan.

BACA JUGA: Petani Keluhkan Persoalan Pupuk serta Irigasi

Mengenai keberpihakan Pemerintah Kabupaten Bekasi kepada masyarakat petani, Darisalam menjelaskan bahwa Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak dapat dialokasikan ke suatu daerah tanpa adanya Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Kelangkaan bantuan dari kementerian dan lembaga dikarenakan belum adanya Perda LP2B.

“Mereka mengacu kepada undang-undang, tanpa ada Perda LP2B Kementerian Pertanian itu tidak akan menggelontorkan bantuan. Kembali lagi ke daerah, berani nggak membuat Perda lP2B. Kalau sudah ada Perda LP2B, insya Allah petani akan terjamin baik sarana dan prasarana,” jelasnya.

“Perda LP2B itu harga mati, lahan pertanian kita ini masih sekitar 48 ribu hektar. Jangan banyak-banyak, ada 25 ribu hektar saja sudah aman untuk LP2B. Ketika Perda LP2B disahkan, nanti bantuan dari Pemerintah Pusat luar biasa. Sehingga bisa membuat kesejahteraan masyarakat petani,” sambung Daris yang kini mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di Kabupaten Bekasi. (pra)