Berita Bekasi Nomor Satu

Negara Harus Lindungi Hak Ngadenin

NELANGSA: Ngadenin (63) berjalan melewati comberan saat akan menuju ke rumahnya yang akses jalanya ditutup bangunan hotel di di Jalan Raya Jatiwaringin, RT03/RW04, Kelurahan Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Meskipun tidak dapat memaksa pihak hotel atau pihak lain untuk membeli rumah Ngadenin (63), yang terhimpit oleh hotel dan tidak memiliki akses, Pemerintah Kota (Pemkot) perlu tetap menjaga hak-hak warga Pondok Gede ini. Sebagai pemilik tanah, Ngadenin harus dilindungi dari praktik kejahatan mafia tanah serta hak ekonominya saat rumahnya akan dibeli atau dibebaskan.

Ngadenin telah bersedia melepas tanah dan bangunan rumahnya untuk dibeli oleh pihak hotel tanpa memasang harga tinggi, dengan keputusan yang dapat diputuskan melalui musyawarah. Namun, hingga saat ini, belum ada tawaran dari pihak hotel, menyisakan sedikit harapan untuk dibeli oleh pihak lain karena tidak ada akses jalan yang tersedia.

Peneliti Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro mengingatkan Pemkot Bekasi agar tetap melindungi hak Ngadenin. Pasalnya, sebagai pemilik tanah tentu Ngadenin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Karena dia membayar PBB, maka hak dia untuk dilindungi tetap harus berjalan,” katanya.

Hak berikutnya adalah harga jual yang pantas bagi Ngadenin dan keluarga, Pemkot perlu memperhatikan negosiasi antara Ngadenin dan calon pembeli rumahnya nanti, khususnya pihak hotel.
“Negosiasi terhadap harga juga yang wajar lah, jangan dibawah NJOP,” ucapnya.

Pemerintah kota Bekasi harus benar-benar memastikan dan menjaga data kepemilikan tanah Ngadenin dan tetangganya yang terhimpit hotel. Jangan sampai, sewaktu-waktu datang pihak tak bertanggungjawab mengklaim bahwa tanah tersebut bulan milik Ngadenin dan tetangganya.

BACA JUGA: Rumah Dihimpit Hotel di Pondokgede Belum Ada Solusi

Apalagi, jika itu dilakukan oleh pihak hotel, tidak boleh ada penyerobotan tanah. Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Riko adalah melalui mekanisme CSR, pihak hotel dapat membebaskan rumah Ngadenin dan tetangganya mengunakan dana ini. Tanah tersebut kemudian dapat digunakan untuk membangun ruang publik, seperti tanah.

Cara ini relatif menguntungkan bagi semua pihak kata Riko. Penggunaan CSR ini bisa mengurangi nilai pajak hotel yang bergerak di bidang bisnis.

“Saya pikir dengan CSR yang seperti itu si pemilik tanah juga mendapatkan nilai ekonomis dan bisa pindah, kemudian di Pemda bisa melindungi rakyatnya, buat si hotel itu bisa mengurangi pajak,” tambahnya.

Riko mengakui bahwa perlindungan kepemilikan tanah menjadi persoalan yang harus diselesaikan secara regulasi oleh pemerintah. Undang-undang Pokok Agraria (UU PA) saat ini perlu diperbaharui.
Berikutnya adalah persoalan pendataan tanah. Kesadaran masyarakat dalam memahami administrasi kepemilikan atau peruntukan tanah masih relatif lemah, sebagian besar jual beli rumah dianggap selesai sampai proses akad, tidak dilanjutkan pada tahap selanjutnya untuk mengurus dokumen administrasi.

Dua persoalan terakhir adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang cenderung berubah dalam waktu singkat, dan yang mengancam masyarakat selama ini adalah mafia tanah. (sur)