Berita Bekasi Nomor Satu

Penghasilan Warga Belum Merata

ilustrasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dibalik Upah Minimum Kota (UMK) yang tertinggi se Indonesia Raya, ketimpangan pendapatan antar penduduk cukup mencolok, distribusi pendapatan belum merata. Peningkatan ekonomi di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bisa didorong oleh pemerintah daerah guna mendukung pemerataan pendapatan.

Kota Bekasi telah menjadi kota tujuan urbanisasi, tingginya standar upah minimum dan peluang usaha menjadi salah satu alasan. Jumlah penduduk yang relatif besar adalah pasar bagi pelaku usaha besar hingga kecil.

Menjelang akhir tahun 2023 laku, UMK Kota Bekasi ditetapkan naik menjadi Rp5,34 juta bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Bukan hanya upah, Kota Bekasi pun duduk di nomor dua sebagai kota dengan biaya hidup termahal berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022, sebesar Rp14,33 juta rata-rata per rumah tangga per bulan.

Dari sisi ketenagakerjaan, angka pengangguran masih menjadi perhatian serius bagi pemerintah kota. Total angkatan kerja di Kota Bekasi tercatat sebanyak 1,3 juta orang, lebih dari 104 ribu jiwa menganggur.

Sementara dari status pekerjaan, paling besar adalah buruh atau pegawai, yakni 758.323 jiwa. Disusul oleh berusaha sendiri sebanyak 365.973 jiwa, pekerja bebas sebanyak 35.089, dan pekerja keluarga 54.775 jiwa.

Dalam rapat paripurna akhir pekan kemarin Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad menyampaikan indeks gini rasio Kota Bekasi berada di angka 0,440. Tingkat ketimpangan pendapatan di kota metropolitan ini berada pada kategori sedang.

“Indeks gini pada angka ini menunjukkan kesenjangan pendapatan, rentang 0,36 sampai 0,49 atau dapat dikatakan tingkat ketimpangan yang tergolong sedang,” katanya.

Selain pelayanan publik dan investasi, ekosistem ekonomi kreatif diambil sebagai salah satu aspek dalam kepentingan pembangunan. Ekonomi kreatif diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat yang selama ini bekerja di sektor informal.

“Agar nilai tambah yang didukung oleh pelaku usaha kecil dan menengah di Kota Bekasi dengan berbasis kreativitas mendapatkan hasil yang lebih mensejahterakan,” tambahnya.

Catatan terakhir Radar Bekasi, total ada 350 ribu lebih pelaku UMKM di Kota Bekasi, delapan ribu diantaranya tergabung menjadi binaan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dana bergulir yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM di Kota Bekasi tahun ini mencapai Rp60 miliar.

Ketimpangan ekonomi masyarakat menjadi isu serius yang harus diperhatikan, terlebih di wilayah perkotaan. Data statistik provinsi Jawa Barat menyebut bahwa rasio gini di daerah perkotaan menyumbang angka lebih besar dibandingkan pedesaan.

Sekedar diketahui rasio gini tersebut berskala 0 sampai satu. Semakin tinggi atau mendekati satu, maka semakin tinggi ketimpangannya.

Peneliti Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro menyampaikan bahwa perlu terus menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan melimpahnya sumber daya yang dimiliki. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur adalah salah satu kunci penting dalam hal ini.

Bagi pemerintah daerah kata dia, pendekatan UMM bisa digunakan untuk menekan ketimpangan pendapatan masyarakat tersebut.

“Karena UMKM itu memang paling banyak tumbuh di daerah-daerah kota penyangga,” ungkapnya.

Untuk mendukung usaha mikro dan menengah ini, bisa dilakukan dengan berbagai cara, dari sisi bantuan permodalan hingga akses pasar.

“Entah dari sisi permodalan yang lebih baik, kemudian penguatan tata kelola usaha yang baik, kemudian membangun jejaring ekspor dan impor yang baik, pemerintah daerah bisa lakukan itu,” tambahnya. (sur)